Hal ini mengingat program Pokir dalam APBD NTB Tahun 2025 masih menjadi hak para anggota DPRD periode sebelumnya. Fatsun politiknya sudah begitu. Sebab, program tersebut berasal dari penyerapan aspirasi mereka, didaftarkan pada aplikasi e-Pokir atas nama mereka, dan ditetapkan dalam APBD NTB Tahun 2025 dalam sidang paripurna DPRD NTB pada 21 Agustus 2024, di saat periode mereka pula. Anggota DPRD NTB periode 2024-2029 baru dilantik pada 2 September 2024.
“Mengetahui ini, saya takbir. Saya bertekad melawan ini,” ujar TGH Najamudin.
Bersama-rekan-rekannya, mantan Ketua Badan Kehormatan DPRD NTB ini pun mulai bergerak. Menelusuri apa yang terjadi. Dan terciumlah aroma tak sedap. Ada bagi-bagi uang yang menyasar kepada para Anggota DPRD NTB pendatang baru.
Rupanya ada beberapa oknum anggota dewan pendatang baru yang mengkoordinir pembagian uang kepada rekan-rekannya sesama anggota dewan baru. Uang yang dibagikan tersebut merupakan fee dari anggaran program yang akan didapatkan para anggota dewan. Program tersebut berasal dari pemotongan program Pokir Anggota DPRD NTB lama yang tidak terpilih kembali. Seharusnya, Anggota DPRD NTB lama mendapat program Pokir Rp 4 miliar di APBD NTB Tahun 2025, tetapi dipotong menjadi hanya Rp 1 miliar.
Informasi yang beredar, selanjutnya dari pemotongan tersebut, masing-masing anggota dewan baru akan mendapatkan program senilai Rp 2 miliar. Namun, mereka tidak diberikan dalam bentuk program, melainkan dalam bentuk uang fee sebesar 15 persen dari total anggaran program tersebut, atau setara dengan sekitar Rp 300 juta.
“Penelusuran kami bahkan sudah mendapatkan bukti dalam bentuk rekaman. Kami dapat rekaman pembicaraan saat orang-orang ini mengatur hal ini,” kata TGH Najamudin.
Karena itu, Najamudin menegaskan, seandainya Gubernur Iqbal tidak melakukan pemotongan Program Pokir ini, mungkin tidak akan ada kasus hukum yang kini bergulir.
*Inisiatif Perorangan bukan Pimpinan*
TGH Najamudin juga mengonfirmasi, bahwa kasus bagi-bagi uang siluman di DPRD NTB tersebut murni adalah inisiatif perorangan. Tidak ada kaitannya dengan pimpinan DPRD NTB.
“Saya yakin, Ibu Ketua DPRD NTB dan pimpinan yang lain tidak terlibat. Pelaku kasus ini main di belakang. Jadi kalau ditanya ketua dan pimpinan, mereka nggak akan tahu ini. Ini murni inisiatif perorangan,” tandas TGH Najamudin.
Dia pun memberikan dukungan penuh agar Kejaksaan Tinggi NTB mengusut kasus ini hingga tuntas. Sebab, kasus ini sudah jadi barang tidak sedap di DPRD NTB. Bahkan ada anggota DPRD NTB pendatang baru yang sudah memberi pengakuan terbuka, jika dirinya ditawari pembagian uang tersebut namun menolak.
“Jadi ini benar-benar konspirasi dari mereka-mereka yang bermain. Langkah Gubernur yang main potong Pokir tanpa diskusi dan langsung main potong akhirnya merembet ke mana-mana,” tutup TGH Najamudin. ( Red )






