MATARAM : – Pengurus Wilayah GP Ansor NTB bersama Lembaga Bantuan Hukum GP Ansor NTB, kembali menggelar diskusi Jumat Menggugat. Masih terkait dana siluman DPRD NTB, diskusi kini membedah peran para pihak dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi yang tengah diusut Kejaksaan Tinggi NTB ini.
Seperti pekan lalu, diskusi Jumat Menggugat digelar di Tuwa Kawa Coffee & Roestery pada Jumat (29/8) malam. Sejumlah tokoh hadir dalam diskusi ini. Termasuk kalangan akademisi, politisi, aktivis, praktisi hukum, organisasi kepemudaan, mahasiswa, dan juga para pegiat organisasi non pemerintah atau NGO.
Ketua LBH Ansor NTB Abdul Majid bertindak langsung sebagai moderator diskusi. Tiga pembicara utama yang hadir adalah TGH Najamudin Mustafa, Anggota DPRD NTB 2019-2024 yang tidak mencalonkan diri kembali, Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Mataram Prof. Zainal Asikin, dan mantan Anggota DPRD NTB Nurdin Ranggabarani.
Dalam sambutannya membuka diskusi, Ketua PW Ansor NTB Dr. Irpan Suriadinata menegaskan, TGH Najamudin dan Prof. Zainal Asikin, merupakan pembicara yang paling memiliki otoritatif untuk berbicara mengenai isu dana siluman di DPRD NTB.
Sekadar mengingatkan, isu dana siluman di DPRD NTB bermula dari informasi publik tentang oknum anggota dewan baru yang mengkoordinir pembagian uang kepada sesama anggota baru. Uang itu disebut sebagai fee dari program hasil pemotongan pokir 39 anggota DPRD periode 2019–2024 yang tidak terpilih kembali. Setiap anggota baru mendapat jatah program Rp 2 miliar, namun yang dierima tidak berupa program melainkan fee 15 persen atau sekitar Rp 300 juta.
Irpan Suriadinata mengemukakan, pernyataan TGH Najamudin dan Prof. Asikin sangat ditunggu-tunggu khalayak, karena memiliki data dan perspektif hukum terkait dana siluman. TGH Najamudin sendiri, adalah pihak yang paling pertama mengungkap isu dana siluman tersebut ke publik. Ulama dari Lombok Timur ini bahkan kini membuat laporan ke aparat penegak hukum setebal 76 halaman.
“Diskusi ini adalah tanggung jawab sosial kita. Bukan untuk menyalahkan siapa pun, tapi memberi informasi benar berdasarkan data dan kajian komprehensif. Tentu, kritik yang kita sampaikan harus konstruktif demi NTB yang lebih baik,” kata Irpan.
Tokoh muda NTB kelahiran Dompu ini menambahkan, forum diskusi Jumat Menggugat tersebut membuka ruang bagi pandangan pro maupun kontra, dengan harapan publik mendapat gambaran objektif tentang dinamika dana siluman DPRD NTB.
“Diskusi ini tidak dalam perspektif untuk menggiring orang untuk menyalahkan siapa-siapa, tetapi untuk memberikan informasi yang baik dan benar,” tandasnya.
Dipersilakan moderator berbicara paling pertama, TGH Najamudin mengurai secara gamblang asal muasal dana siluman di DPRD NTB Tersebut. TGH Najamudin mengawali pernyataannya dengan menegaskan bahwa persoalan dana siluman bermula dari pergeseran anggaran Pokir DPRD NTB periode 2019–2024 oleh Pemerintah Provinsi melalui Peraturan Gubernur.
Tokoh dari Lombok Timur ini menekankan, program Pokir itu merupakan hak rakyat yang dititipkan melalui anggota dewan, namun digeser tanpa konfirmasi. Celakanya, pergeseran itu dilakukan setelah dana tersebut menjadi Daftar Pelaksanaan Anggaran di APBD NTB Tahun 2025.
“Pokir itu bukan milik pribadi anggota DPRD, tapi hak rakyat yang dititip lewat reses. Tiba-tiba digeser tanpa sepengetahuan pemilik sahnya. Inilah penyalahgunaan kewenangan,” tandasnya.
Najamudin menjelaskan, berdasarkan temuan di lapangan, 39 anggota DPRD lama yang tidak terpilih kembali kehilangan jatah program. Sementara, anggota baru justru diduga menerima uang dalam bentuk fee. Ia mengaku mendengarkan lansung bukti rekaman percakapan anggota DPRD baru soal pembagian uang hingga akhirnya sebagian di antaranya mengembalikan dana ke kejaksaan.






