Mataram : – Tidak Adanya Kepastian Dari Badan Kepegawaian Daerah BKD Propinsi Nusa Tenggara Barat, Membuat Nasib Ribuan R4 Menyisahkan Kekecewaan, karena Menunggu Pahit Manisnya Keputusan Dari BKD hingga akhir Tahun 2025 dan bahkan terancam Di Rumahkan.
Pertemuan yang digelar antara Forum Tenaga Honor Nusa Tenggara Barat (NTB) dan Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Provinsi NTB pada Senin, 4 Agustus 2025, menyisakan kekecewaan yang mendalam.
Dalam pertemuan tersebut, pihak BKD dinilai belum memberikan kepastian terkait nasib ribuan tenaga honor, khususnya yang tergabung dalam “Rombongan 4” (R4)—peserta non-ASN yang lulus seleksi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) namun tidak terdaftar secara resmi di Database.
Kepala Bidang Pengadaan, Pemberhentian, dan Informasi BKD NTB, Rian Prianda, menjelaskan dalam pertemuan tersebut bahwa pemerintah Provinsi NTB masih dalam tahap memetakan kondisi riil dari 9.616 tenaga non-ASN yang belum mendapatkan formasi. Dari jumlah tersebut, terdapat 3.614 orang yang termasuk dalam R4. Pemetaan ini dilakukan berdasarkan beberapa faktor, yaitu ketersediaan anggaran, kebutuhan organisasi, serta status keaktifan kerja mereka.
“Kami masih menunggu kebijakan dari pusat. Sesuai undang-undang, penyelesaiannya dibatasi sampai 31 Desember 2025,” jelas Rian.
Ia mengakui bahwa dengan total belanja pegawai NTB yang sudah melebihi batas 30% dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), penyelesaian masalah ini menjadi tantangan yang berat. Rian menambahkan bahwa kebijakan yang akan diambil mungkin akan berbeda untuk setiap kelompok dan pemerintah daerah berencana mengusulkan skema yang terbaik kepada pusat.
Namun, ungkapan ini tak cukup memberikan harapan bagi Ketua Forum Tenaga Honor, Nasrullah. Ia menyatakan bahwa hingga saat ini, mereka masih belum mendapatkan kejelasan yang pasti.
“Kita masih belum diberikan kejelasan yang pasti. Masih sifatnya universal,” keluhnya dengan nada kecewa.
Nasrullah mengartikan pernyataan BKD yang meminta untuk menunggu hingga akhir tahun 2025 sebagai “bahasa pahit manis” yang berpotensi menyebabkan pemecatan massal (PHK).
“Kami khawatir jika banyak PHK terjadi, NTB yang kita banggakan ini bisa tercoreng,” tegas Nasrullah.
Dia, bersama anggota forum lainnya, bersiap untuk melanjutkan perjuangan mereka dengan mengadakan hearing di DPR dan memastikan pertemuan langsung dengan Gubernur NTB, Lalu Muhammad Iqbal, untuk mendapatkan kepastian yang lebih jelas.
Senada dengan pendapat tersebut, Sekretaris Forum, SahaBudi kerap disapa Bang Budi, juga menyoroti kurangnya transparansi dari pihak BKD.
“Beliau tidak mau kita masukkan ke dalam grup untuk kemudian sebagai akses informasi. Justru beliau mengarahkan kita untuk hearing saja,” ungkapnya.
Budi berharap, agar BKD dapat lebih terbuka terhadap informasi dan meminta Gubernur untuk segera mengambil tindakan, mengingat isu ini sangat krusial terkait dengan nasib ribuan tenaga honor yang terancam dirumahkan di tengah kesulitan mencari pekerjaan yang semakin sulit.
Kesimpulannya, ketidakpastian nasib tenaga honor di NTB saat ini menjadi perdebatan yang memerlukan perhatian serius dari pihak pemerintah. Dengan masa batas penyelesaian yang semakin mendekat, harapan untuk mendapatkan kepastian dan keadilan seharusnya bisa tercapai demi kesejahteraan ribuan tenaga honor dan kelangsungan pelayanan publik di Nusa Tenggara Barat. (Red)






