lombokprime.com – Dampak tersembunyi Daylight Saving Time (DST) jauh melampaui sekadar memajukan jarum jam satu jam ke depan; perubahan waktu ini ternyata memiliki pengaruh signifikan terhadap otak dan tubuh kita, sering kali tanpa kita sadari sepenuhnya. Mungkin kita hanya merasakan sedikit kantuk atau kebingungan di pagi hari setelah perubahan, namun efeknya bisa lebih dalam dan meluas dari yang kita bayangkan. Mari kita telaah lebih lanjut bagaimana penyesuaian terhadap DST ini memengaruhi keseharian dan kesehatan kita.
Lebih dari Sekadar Kehilangan Satu Jam Tidur
Ketika jam diatur maju satu jam di musim semi, kita secara teknis tidak kehilangan satu jam dalam sehari. Namun, yang sebenarnya terjadi adalah pergeseran waktu tidur dan bangun kita. Perubahan ini mungkin tampak kecil, tetapi dampaknya terhadap ritme sirkadian tubuh kita—jam internal yang mengatur siklus tidur-bangun—bisa cukup besar. Ritme sirkadian ini bukan hanya tentang kapan kita tidur dan bangun; ia juga memengaruhi berbagai fungsi tubuh penting lainnya, termasuk pelepasan hormon, suhu tubuh, dan bahkan suasana hati.
Pergeseran mendadak dalam jadwal cahaya dan kegelapan ini memaksa tubuh kita untuk menyesuaikan diri dengan zona waktu “baru”. Proses penyesuaian ini tidak instan dan bisa memakan waktu beberapa hari atau bahkan lebih bagi sebagian orang. Selama periode ini, kita mungkin mengalami berbagai gejala yang menunjukkan bahwa tubuh sedang berjuang untuk menyinkronkan diri dengan lingkungan eksternal.
Ketika Jam Biologis Kita Terganggu
Ritme sirkadian kita sangat sensitif terhadap cahaya. Cahaya matahari pagi adalah isyarat utama yang membantu mengatur ulang jam internal kita setiap hari. Ketika DST diberlakukan, paparan cahaya pagi kita berkurang karena hari terasa “lebih gelap” di pagi hari. Sebaliknya, kita mendapatkan lebih banyak cahaya di sore hari. Pergeseran ini dapat mengganggu keseimbangan halus dalam pelepasan hormon seperti melatonin (hormon tidur) dan kortisol (hormon stres).
Penelitian menunjukkan bahwa gangguan pada ritme sirkadian dapat memiliki konsekuensi jangka pendek dan jangka panjang bagi kesehatan kita. Dalam jangka pendek, kita mungkin mengalami kesulitan tidur, merasa lebih lelah dan lesu di siang hari, serta mengalami penurunan konsentrasi dan fokus. Bahkan, beberapa studi mengaitkan perubahan waktu ini dengan peningkatan risiko kecelakaan lalu lintas dan insiden di tempat kerja pada hari-hari setelah DST diberlakukan.
Efek pada Kualitas dan Kuantitas Tidur
Salah satu dampak paling langsung dari DST adalah pada tidur kita. Meskipun kita mungkin hanya “kehilangan” satu jam tidur pada malam perubahan, efeknya bisa terasa lebih besar. Penelitian telah menemukan bahwa DST dapat menyebabkan penurunan total waktu tidur dan juga kualitas tidur. Tidur yang terfragmentasi dan kurang nyenyak dapat memengaruhi berbagai aspek kehidupan kita, mulai dari suasana hati dan kinerja kognitif hingga kesehatan fisik.
Kurang tidur kronis telah dikaitkan dengan berbagai masalah kesehatan, termasuk peningkatan risiko obesitas, diabetes, penyakit jantung, dan depresi. Meskipun pergeseran waktu akibat DST hanya bersifat sementara, dampaknya pada pola tidur kita bisa menjadi pemicu bagi individu yang sudah rentan terhadap gangguan tidur atau kondisi kesehatan tertentu.
Bagaimana Otak Bereaksi Terhadap Perubahan Waktu?
Otak kita sangat bergantung pada ritme sirkadian yang stabil untuk berfungsi secara optimal. Ketika DST mengacaukan ritme ini, otak perlu bekerja lebih keras untuk menyesuaikan diri. Proses ini dapat memengaruhi berbagai fungsi kognitif, termasuk perhatian, memori, dan pengambilan keputusan. Kita mungkin merasa lebih sulit untuk berkonsentrasi, lebih mudah lupa, atau membuat keputusan yang kurang tepat selama periode penyesuaian.
Selain itu, penelitian juga menunjukkan adanya hubungan antara gangguan ritme sirkadian dan peningkatan risiko gangguan mood, seperti depresi dan kecemasan. Perubahan mendadak dalam siklus cahaya dan kegelapan dapat memengaruhi produksi neurotransmiter di otak yang berperan dalam regulasi mood. Meskipun efek ini mungkin bersifat sementara bagi sebagian besar orang, individu dengan riwayat gangguan mood mungkin lebih rentan terhadap dampak negatif dari DST.






