4. “Wah, hebat ya kamu bisa…” (dengan nada sinis)
Pujian seharusnya menjadi bentuk apresiasi dan dukungan. Namun, ketika diucapkan dengan nada sinis atau sarkastik, “wah, hebat ya kamu bisa…” justru menjadi bentuk meremehkan atau menyindir keberhasilan orang lain.
Arti tersembunyi: “Aku iri atau tidak suka dengan pencapaianmu, jadi aku akan mencoba mengecilkannya dengan pujian palsu.”
Dampak: Membuat orang yang dipuji merasa tidak nyaman, tidak dihargai, atau bahkan curiga dengan ketulusan pujian tersebut.
5. “Nggak apa-apa kok, aku sudah biasa.”
Kalimat ini sering diucapkan ketika seseorang merasa terluka, kecewa, atau tidak diperlakukan dengan baik. Namun, alih-alih mengungkapkan perasaannya secara jujur, mereka memilih untuk menyembunyikannya di balik kata-kata “tidak apa-apa” yang justru menunjukkan sebaliknya.
Arti tersembunyi: “Aku sebenarnya sangat kecewa/sakit hati, tapi aku tidak mau merepotkanmu atau terlihat lemah.”
Dampak: Membuat masalah tidak terselesaikan, menumpuk rasa frustrasi, dan mencegah orang lain untuk memberikan dukungan atau meminta maaf.
6. “Aku lupa…” (padahal sengaja tidak melakukannya)
“Aku lupa…” adalah alasan klasik yang sering digunakan untuk menghindari tanggung jawab atau tugas yang tidak disukai. Meskipun terkadang benar-benar terjadi, penggunaan frasa ini secara berulang bisa menjadi indikasi perilaku pasif-agresif, di mana seseorang secara sengaja menunda atau menghindari sesuatu tanpa mengatakannya secara terus terang.
Arti tersembunyi: “Aku tidak mau melakukan ini, jadi aku akan pura-pura lupa agar kamu yang melakukannya atau agar ini tidak jadi dilakukan.”
Dampak: Menunda pekerjaan, mengecewakan orang lain, dan menciptakan ketidakpercayaan.
7. “Lakukan saja kalau kamu mau, tapi jangan salahkan aku kalau gagal.”
Ungkapan ini sering dilontarkan ketika seseorang tidak setuju dengan sebuah rencana atau ide, namun tidak mau menyatakannya secara terbuka. Dengan memberikan “izin” sambil menyelipkan peringatan akan kegagalan, mereka secara pasif mencoba untuk menggagalkan rencana tersebut atau setidaknya melepaskan tanggung jawab jika hasilnya tidak sesuai harapan.
Arti tersembunyi: “Aku yakin ide kamu buruk, tapi aku tidak mau berdebat. Nanti kalau gagal, kamu sendiri yang salah.”
Dampak: Membuat orang lain merasa tidak didukung, ragu-ragu, dan tertekan untuk berhasil sendiri.
8. “Kamu sih enak…”
Kalimat ini sering diucapkan ketika seseorang merasa iri atau tidak puas dengan keadaannya sendiri, dan melampiaskannya dengan meremehkan atau menyindir keberuntungan orang lain.
Arti tersembunyi: “Aku merasa tidak beruntung dan aku menyalahkanmu atau keadaanmu yang lebih baik.”
Dampak: Menciptakan jarak dan rasa tidak nyaman dalam hubungan, serta menunjukkan ketidakmampuan untuk bertanggung jawab atas perasaan sendiri.
9. “Aku kan cuma bantu…” (padahal malah mempersulit)
Terkadang, seseorang menawarkan bantuan namun dengan cara yang justru kontraproduktif atau bahkan menyabotase. Ketika dikonfrontasi, mereka akan berlindung di balik alasan “aku kan cuma bantu”.
Arti tersembunyi: “Aku sebenarnya tidak ingin kamu berhasil atau aku ingin menunjukkan bahwa caraku lebih baik, jadi aku akan ‘membantu’ dengan cara yang justru mempersulit.”
Dampak: Membuat pekerjaan semakin sulit, menciptakan frustrasi, dan merusak kepercayaan.
10. “Kenapa nggak bilang dari awal?” (setelah semuanya beres)
Ungkapan ini sering diucapkan setelah sebuah masalah berhasil diselesaikan tanpa melibatkan orang yang mengatakannya. Ini adalah cara pasif untuk menyampaikan rasa kesal karena merasa diabaikan atau tidak dianggap penting.
Arti tersembunyi: “Aku merasa tersingkir dan tidak dihargai karena kamu tidak meminta bantuanku atau memberitahuku tentang masalah ini sejak awal.”
Dampak: Membuat orang lain merasa bersalah karena telah bertindak tanpa melibatkan semua pihak, padahal mungkin ada alasan logis di baliknya.






