Kenapa Masih Bertahan, Padahal Disakiti Terus?

Kenapa Masih Bertahan, Padahal Disakiti Terus?
Kenapa Masih Bertahan, Padahal Disakiti Terus?(www.freepik.com)

lombokprime.com – Terjebak dalam hubungan yang menyakitkan? Ini adalah sebuah dilema pelik yang seringkali membuat kita bertanya-tanya, mengapa seseorang tetap bertahan meski hati dan pikiran mereka menjerit minta dilepaskan.

Bukan soal cinta yang buta, melainkan seringkali adalah ketakutan yang menjelma menjadi rantai tak kasat mata. Melepaskan diri dari ikatan semacam ini memang tidak mudah, ada banyak faktor kompleks yang membuat seseorang ragu untuk mengambil langkah berani. Mari kita selami lebih dalam mengapa begitu banyak orang merasa sulit untuk meninggalkan situasi yang jelas-jelas merugikan mereka.

Mengapa Sulit Sekali Melepaskan Diri?

Mungkin Anda pernah melihatnya di sekitar, teman, kerabat, atau bahkan diri sendiri. Sebuah hubungan yang penuh drama, pertengkaran, bahkan mungkin pelecehan emosional atau fisik, namun entah mengapa, perpisahan terasa seperti jurang yang lebih menakutkan. Ini bukan tentang kurangnya kemauan, melainkan perjuangan internal melawan berbagai jenis ketakutan yang seringkali disamarkan sebagai “cinta sejati” atau “harapan akan perubahan”.

Hubungan yang tidak sehat bisa menggerogoti kepercayaan diri, memutarbalikkan persepsi, dan membuat seseorang merasa terjebak. Proses ini tidak terjadi dalam semalam, melainkan secara bertahap, perlahan-lahan mengikis kekuatan dan kemandirian seseorang. Bayangkan seperti seseorang yang terbiasa hidup dalam kegelapan; cahaya tiba-tiba bisa terasa menyilaukan dan menakutkan. Begitulah rasanya bagi mereka yang mencoba keluar dari hubungan yang toksik – ada ketidakpastian yang menanti di luar zona nyaman (walaupun “nyaman” dalam konteks ini adalah kenyamanan yang menyakitkan).

1. Takut Kesepian dan Menjadi Lajang

Salah satu alasan paling dominasi yang membuat seseorang bertahan adalah ketakutan akan kesendirian. Dalam masyarakat yang kerap menyoroti pentingnya berpasangan, stigma menjadi lajang kadang terasa sangat berat. Pikiran untuk makan sendiri, pergi ke acara tanpa pasangan, atau tidak memiliki seseorang untuk berbagi cerita bisa terasa sangat menakutkan, bahkan lebih menakutkan daripada terus-menerus disakiti.

Ketakutan ini diperparah jika seseorang sudah lama menjalin hubungan. Mereka mungkin sudah terbiasa dengan rutinitas berdua, memiliki teman-teman bersama, dan membayangkan hidup tanpa sosok tersebut terasa hampa. Ada kekhawatiran bahwa mereka tidak akan menemukan orang lain yang mencintai mereka, atau bahwa mereka akan selamanya sendiri. Persepsi ini seringkali tidak realistis, namun rasa takut itu sendiri nyata dan melumpuhkan. Menggali akar ketakutan ini bisa menjadi langkah awal yang penting. Ingat, kesendirian tidak sama dengan kesepian, dan banyak orang menemukan kebahagiaan sejati saat mereka belajar untuk nyaman dengan diri sendiri.

2. Ketergantungan Emosional dan Finansial

Ketergantungan bisa menjadi belenggu yang tak terlihat namun sangat kuat. Secara emosional, seseorang mungkin merasa bahwa pasangannya adalah satu-satunya orang yang benar-benar memahami mereka, bahkan jika pemahaman itu diwarnai dengan manipulasi. Mereka mungkin telah membangun seluruh identitas mereka di sekitar hubungan tersebut, sehingga tanpa pasangan, mereka merasa kehilangan arah. Ketergantungan emosional ini seringkali diperparah oleh gaslighting, di mana pelaku membuat korban meragukan realitas dan kewarasannya sendiri, sehingga mereka semakin bergantung pada validasi dari pelaku.

Tidak jarang pula ada ketergantungan finansial. Ini adalah kasus yang umum, terutama jika salah satu pihak adalah pencari nafkah utama atau satu-satunya. Kekhawatiran tentang bagaimana mereka akan bertahan hidup, membayar tagihan, atau merawat anak-anak tanpa dukungan finansial dari pasangan bisa menjadi alasan yang sangat kuat untuk tetap bertahan. Membayangkan hidup tanpa jaminan finansial bisa sangat menakutkan, dan seringkali, korban tidak memiliki jaringan dukungan atau sumber daya untuk mengatasi transisi ini. Mencari tahu opsi bantuan dan merencanakan keuangan bisa menjadi langkah vital untuk memutus lingkaran setan ini.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *