Potensi Perempuan Mati Setelah Menikah?

Potensi Perempuan Mati Setelah Menikah?
Potensi Perempuan Mati Setelah Menikah? (www.freepik.com)

lombokprime.com – Pernikahan, bagi banyak orang, adalah babak baru yang indah dalam hidup, sebuah perjalanan bersama yang seharusnya saling menguatkan. Namun, tak jarang kita menemukan fenomena di mana pernikahan justru menyusutkan potensi perempuan, membuat mereka merasa terperangkap alih-alih berkembang. Ini bukan sekadar tentang konflik biasa, melainkan sebuah kondisi di mana ruang gerak, ambisi, dan bahkan esensi diri seorang perempuan perlahan terkikis di dalam ikatan suci tersebut. Pertanyaannya, bagaimana kita bisa mengenali tanda-tanda ini dan apa yang bisa dilakukan?

Pernikahan: Sebuah Kanvas untuk Bertumbuh Bersama

Idealnya, pernikahan adalah sebuah kemitraan sejati. Ibarat dua batang pohon yang ditanam berdampingan, keduanya seharusnya bisa tumbuh tinggi, kokoh, dan berdaun lebat, saling menaungi dan memberi kekuatan. Namun, realitanya, tidak semua pernikahan berjalan demikian. Ada kalanya, satu pohon seperti mencoba menghalangi pertumbuhan pohon yang lain, membuat salah satunya layu dan tak mampu mencapai potensi maksimalnya. Ini adalah skenario yang menyedihkan, terutama ketika pihak yang terhambat adalah perempuan, yang seringkali secara historis ditempatkan dalam posisi yang lebih rentan dalam dinamika hubungan.

Kita hidup di era di mana perempuan memiliki kesempatan dan ambisi yang setara. Mereka berpendidikan tinggi, memiliki karier cemerlang, dan menyimpan impian besar. Ketika impian-impian itu mulai meredup setelah menikah, bukan karena pilihan pribadi, melainkan karena hambatan yang tidak terlihat, inilah saatnya kita perlu peka. Apakah ini berarti pernikahan itu buruk? Tentu saja tidak. Namun, penting bagi kita untuk berani melihat ke dalam, mengidentifikasi, dan mengakui bahwa tidak semua ikatan membawa kebahagiaan dan pertumbuhan.

Mengapa Potensi Perempuan Bisa Menyusut dalam Pernikahan?

Ada banyak faktor yang bisa menyebabkan potensi seorang perempuan meredup dalam pernikahan. Ini bukan tentang menyalahkan satu pihak, melainkan tentang memahami dinamika yang rumit. Beberapa hal yang sering menjadi akar masalah antara lain:

Ekspektasi Sosial yang Membebani

Sejak kecil, banyak perempuan di Indonesia, dan di berbagai belahan dunia, dibesarkan dengan narasi bahwa peran utama mereka adalah sebagai istri dan ibu. Meskipun tidak ada yang salah dengan peran-peran ini, masalah muncul ketika ekspektasi tersebut menuntut pengorbanan total atas identitas dan ambisi pribadi. Survei tahun 2023 oleh salah satu lembaga riset menunjukkan bahwa 65% perempuan menikah di perkotaan merasa tertekan untuk memprioritaskan rumah tangga di atas karier mereka, meskipun mereka memiliki kualifikasi yang tinggi. Tekanan ini bisa datang dari pasangan, keluarga besar, atau bahkan dari lingkungan sosial yang seolah ‘menghakimi’ perempuan yang tetap aktif berkarya setelah menikah. Akhirnya, banyak yang merasa “terpaksa” melepaskan impian mereka demi memenuhi ekspektasi ini, padahal mereka memiliki kemampuan luar biasa yang bisa berkontribusi lebih luas.

Kurangnya Dukungan dan Apresiasi dari Pasangan

Dukungan pasangan adalah fondasi penting bagi pertumbuhan individu dalam pernikahan. Ketika seorang perempuan tidak mendapatkan dukungan atau apresiasi atas impian, ide, atau bahkan hanya sekadar usahanya dalam melakukan sesuatu di luar ranah domestik, semangatnya bisa luntur. Bayangkan seorang perempuan yang ingin melanjutkan studi S2 atau memulai bisnis kecil, namun suaminya meremehkan idenya, tidak memberikan dukungan emosional, atau bahkan secara pasif-agresif menghalanginya. Studi kasus dari sebuah konsultasi psikologi keluarga di Jakarta mencatat bahwa 40% dari kasus perempuan yang mengalami depresi pasca-menikah melaporkan kurangnya dukungan pasangan sebagai faktor utama. Ketidakpedulian atau bahkan penolakan ini bisa terasa sangat menyakitkan dan mematahkan semangat.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *