Amigdala dan Emosi dalam Mimpi: Mengapa Mimpi Bisa Sangat Emosional?
Amigdala, pusat emosi di otak, sangat aktif selama tidur REM. Aktivitas amigdala yang tinggi inilah yang menjelaskan mengapa mimpi seringkali dipenuhi dengan emosi yang kuat, baik itu kebahagiaan, ketakutan, kecemasan, atau kesedihan. Emosi-emosi ini bisa berasal dari pengalaman nyata kita, tetapi juga bisa merupakan hasil dari pemrosesan emosi yang belum terselesaikan atau bahkan emosi yang terpendam di bawah sadar.
Selain amigdala, hippocampus, area otak yang berperan penting dalam pembentukan memori eksplisit (memori sadar), juga aktif selama tidur REM. Hippocampus bekerja sama dengan korteks serebral untuk memproses dan menyimpan kenangan. Dalam mimpi, hippocampus mungkin memutar ulang fragmen-fragmen memori, menggabungkannya dengan emosi dari amigdala, dan menciptakan narasi mimpi yang unik dan personal.
Kurangnya Kontrol Kognitif: Menghilangkan Batas Realitas dan Fantasi
Salah satu alasan utama mengapa mimpi terasa nyata adalah karena aktivitas korteks prefrontal, pusat logika dan penalaran, menurun selama tidur REM. Penurunan aktivitas di area ini menyebabkan kita kehilangan kontrol kognitif atas isi mimpi. Kita cenderung menerima begitu saja kejadian-kejadian aneh dan tidak logis dalam mimpi tanpa mempertanyakan keanehannya.
Dalam keadaan terjaga, korteks prefrontal membantu kita membedakan antara realitas dan fantasi. Namun, saat tidur REM, “sensor realitas” ini seolah-olah dimatikan. Akibatnya, kita menjadi lebih rentan terhadap ilusi realitas dalam mimpi. Kita bisa terbang, bertemu dengan orang yang sudah meninggal, atau mengalami kejadian-kejadian mustahil lainnya, dan semua itu terasa sangat nyata saat kita berada dalam mimpi.
Faktor-Faktor yang Membuat Mimpi Terasa Semakin Nyata
Detail Sensorik yang Intens
Mimpi yang terasa nyata seringkali kaya akan detail sensorik. Kita bisa melihat warna-warna yang jelas, mendengar suara, mencium aroma, merasakan sentuhan, bahkan mengecap rasa dalam mimpi. Intensitas detail sensorik ini sangat berkontribusi pada ilusi realitas mimpi.
Otak kita menciptakan simulasi sensorik yang sangat kuat selama mimpi. Korteks visual bekerja keras untuk menghasilkan gambar-gambar mimpi yang kompleks dan detail. Area otak yang memproses suara, bau, rasa, dan sentuhan juga aktif, meskipun kita sebenarnya tidak menerima rangsangan sensorik dari dunia luar.
Keterlibatan Emosional yang Mendalam
Emosi memainkan peran kunci dalam membuat mimpi terasa nyata. Mimpi yang dipenuhi dengan emosi yang kuat, baik positif maupun negatif, cenderung terasa lebih berkesan dan nyata. Keterlibatan emosional ini meningkatkan fokus perhatian kita pada isi mimpi dan memperkuat pengalaman subjektif realitas mimpi.
Amigdala yang aktif selama tidur REM memastikan bahwa emosi menjadi bagian integral dari pengalaman mimpi. Emosi-emosi ini bisa berasal dari pengalaman nyata kita, tetapi juga bisa dipicu oleh konten mimpi itu sendiri. Misalnya, mimpi dikejar-kejar monster akan memicu rasa takut yang sangat nyata, meskipun kita tahu secara rasional bahwa itu hanyalah mimpi.
Relevansi Personal dan Kenangan Pribadi
Mimpi yang melibatkan orang-orang yang kita kenal, tempat-tempat yang familiar, atau kejadian-kejadian yang relevan dengan hidup kita cenderung terasa lebih nyata dan bermakna. Penggunaan kenangan pribadi sebagai bahan baku mimpi memperkuat rasa realitas dan koneksi emosional dengan isi mimpi.
Otak kita menggunakan kenangan sebagai bahan mentah untuk membangun narasi mimpi. Kenangan-kenangan ini bisa berupa memori autobiografi (kenangan tentang diri sendiri), memori semantik (pengetahuan umum), atau bahkan memori emosional (kenangan tentang perasaan). Semakin relevan kenangan yang digunakan dalam mimpi dengan pengalaman hidup kita, semakin nyata pula mimpi tersebut akan terasa.






