Mulai dengan Apresiasi dan Pemahaman
Awali pembicaraan dengan menunjukkan bahwa kamu memahami tujuan di balik permintaan atasan, bahkan jika kamu tidak setuju dengan metodenya. Misalnya, “Saya mengerti Bapak/Ibu ingin proyek ini selesai secepat mungkin,” atau “Saya paham Bapak/Ibu ingin mencapai target penjualan yang tinggi.” Ini akan membuat atasan merasa didengarkan dan mengurangi potensi mereka menjadi defensif. Tunjukkan bahwa kamu berada di pihak mereka, berusaha mencapai tujuan yang sama, meskipun ada perbedaan pandangan tentang caranya.
Jelaskan Kekhawatiranmu dengan Data dan Fakta
Setelah menunjukkan pemahaman, barulah sampaikan kekhawatiranmu. Gunakan data, fakta, atau argumen logis, bukan emosi atau asumsi pribadi. Fokus pada dampak negatif dari permintaan tersebut, baik terhadap kualitas pekerjaan, efisiensi, atau risiko yang mungkin timbul.
Contoh: “Saya khawatir jika kita memangkas waktu pengerjaan menjadi dua hari, kualitas laporan tidak akan maksimal dan ada risiko data yang terlewat. Berdasarkan pengalaman proyek sebelumnya, estimasi yang realistis untuk tugas ini adalah lima hari kerja untuk memastikan semua detail tercakup dengan baik.”
Atau: “Permintaan untuk menghubungi klien di luar jam kerja resmi berisiko melanggar kebijakan privasi perusahaan kita dan juga bisa merusak citra profesionalisme kita di mata klien. Apakah ada alternatif lain yang bisa kita pertimbangkan?”
Penting untuk menjelaskan “mengapa” permintaan itu tidak masuk akal, bukan hanya mengatakan “tidak bisa.” Semakin spesifik dan didukung data, semakin kuat argumenmu.
Tawarkan Solusi Alternatif
Penolakan tanpa solusi seringkali dianggap sebagai bentuk pembangkangan. Oleh karena itu, selalu sertakan solusi alternatif yang menurutmu lebih realistis, efisien, atau sesuai dengan prosedur. Ini menunjukkan bahwa kamu bukan hanya menolak, tetapi juga proaktif dalam mencari jalan keluar.
Contoh: “Alih-alih menyelesaikan dalam dua hari, bagaimana jika kita fokus pada bagian krusial terlebih dahulu dan sisanya bisa menyusul di fase berikutnya? Atau, bisakah saya mendapatkan bantuan dari tim lain untuk mempercepat proses ini?”
Atau: “Untuk mencapai target penjualan yang tinggi, bagaimana jika kita coba strategi baru dengan fokus pada segmen pasar yang belum tergarap, daripada hanya mengandalkan pendekatan yang sama namun dengan intensitas yang berlebihan?”
Menawarkan solusi akan mengubah percakapan dari “masalah” menjadi “peluang,” dan atasanmu akan melihatmu sebagai rekan yang solutif, bukan hanya seseorang yang menghambat.
Tegaskan Batasan dengan Sopan namun Tegas
Ada kalanya, setelah semua argumen dan solusi alternatif ditawarkan, atasan tetap bersikeras. Dalam situasi ini, kamu perlu menegaskan batasanmu dengan sopan namun tegas. Ini terutama berlaku untuk permintaan yang melanggar etika, hukum, atau sangat merugikan dirimu (misalnya, membuatmu bekerja di luar jam kerja dengan jam lembur yang tidak dibayar).
Contoh: “Saya sangat ingin membantu, Bapak/Ibu, namun saya tidak bisa melakukan hal yang bertentangan dengan prinsip etika atau kebijakan perusahaan. Saya khawatir ini bisa menimbulkan masalah hukum di kemudian hari.”
Atau: “Saya menghargai kepercayaan Anda, namun saya harus jujur bahwa saya tidak bisa mengambil tugas tambahan ini tanpa mengorbankan kualitas pekerjaan saya yang lain. Prioritas saya saat ini adalah [sebutkan prioritasmu].”
Penegasan ini harus disampaikan dengan tenang dan tanpa emosi. Ingat, kamu memiliki hak untuk menolak hal yang tidak benar atau tidak adil.






