Karyawan Senior Terpinggirkan di Era AI, Kenapa?

Karyawan Senior Terpinggirkan di Era AI, Kenapa?
Karyawan Senior Terpinggirkan di Era AI, Kenapa? (www.freepik.com)

lombokprime.com – Pernahkah kamu bertanya-tanya, di tengah hiruk pikuk inovasi dan kecanggihan teknologi, mengapa karyawan senior yang sarat pengalaman justru kerap terpinggirkan di era kecerdasan buatan (AI)? Paradoks ini terasa begitu mencolok: di satu sisi, perusahaan berlomba-lomba mengadopsi AI untuk efisiensi; di sisi lain, individu dengan segudang pengetahuan dan kebijaksanaan yang tak ternilai, seringkali tak mendapat kesempatan untuk unjuk gigi, bahkan sekadar dipanggil wawancara. Padahal, seiring dengan semakin canggihnya algoritma AI, justru human touch dan pengalaman mendalam lah yang akan menjadi pembeda fundamental.

Kita hidup di zaman di mana LinkedIn penuh dengan buzzwords seperti “transformasi digital,” “AI driven insights,” dan “inovasi disruptif.” Semua ini seolah menuntut kita untuk selalu muda, adaptif, dan fasih dengan teknologi terbaru. Namun, apakah benar bahwa usia adalah penghalang utama di dunia kerja yang terus bergerak maju? Atau ada “sesuatu” yang luput dari pandangan kita, yang membuat para talenta senior ini seolah menjadi aset tak tersentuh, harta karun yang terkubur dalam-dalam? Artikel ini akan mencoba mengupas tuntas fenomena ini, menggali akar masalahnya, dan mungkin, menemukan beberapa solusi untuk masa depan yang lebih inklusif.

Mencari Jejak yang Hilang: Mengapa Pengalaman Tak Selalu Dihargai?

Di balik gemerlap kemajuan teknologi, ada narasi yang diam-diam berkembang: bahwa apa pun yang berbau “tradisional” atau “lama” harus diganti dengan yang “baru” dan “inovatif.” Ini adalah pemikiran yang keliru, terutama ketika berbicara tentang sumber daya manusia. Bayangkan saja, sebuah perusahaan yang bergerak di bidang manufaktur menghadapi masalah produksi yang kompleks. AI mungkin bisa menganalisis data, memprediksi kegagalan, dan bahkan merekomendasikan solusi. Namun, siapa yang bisa membaca nuansa dari mesin yang berbunyi aneh, memahami chemistry tim yang sedang lesu, atau merasakan feeling bahwa ada sesuatu yang tidak beres meskipun data menunjukkan sebaliknya? Jawabannya: karyawan senior.

Pengalaman adalah guru terbaik, dan bagi karyawan senior, pengalaman itu bukan hanya deretan tahun kerja, melainkan akumulasi dari ribuan keputusan, ratusan kegagalan yang diubah menjadi pembelajaran, dan pemahaman mendalam tentang dinamika industri yang tak bisa diajarkan oleh bootcamp mana pun. Meskipun 73% CEO mengakui bahwa skill gap adalah salah satu tantangan terbesar mereka, masih banyak perusahaan yang enggan berinvestasi pada pelatihan ulang karyawan senior atau bahkan membuka pintu rekrutmen bagi mereka. Ini adalah sebuah anomali.

Mitos vs. Realitas: Stereotip yang Membutakan

Seringkali, alasan mengapa karyawan senior kesulitan mendapatkan panggilan wawancara adalah karena berakar pada stereotip yang menyesatkan. Mari kita bongkar beberapa di antaranya:

  • Mitos 1: “Karyawan Senior Sulit Beradaptasi dengan Teknologi.”

    • Realitas: Ini adalah asumsi yang sangat umum dan seringkali tidak berdasar. Banyak karyawan senior, terutama mereka yang telah lama berkecimpung di dunia profesional, justru memiliki kapasitas adaptasi yang tinggi. Mereka telah menyaksikan berbagai gelombang perubahan teknologi, mulai dari era komputerisasi awal hingga internet, dan kini AI. Kemampuan mereka untuk membandingkan, mengintegrasikan, dan bahkan mengkritisi teknologi baru berdasarkan pengalaman praktis justru sangat berharga. Mereka mungkin tidak secepat digital native dalam mengoperasikan aplikasi baru, tetapi pemahaman mereka tentang mengapa suatu teknologi dibutuhkan dan bagaimana itu bisa diterapkan secara efektif jauh lebih mendalam.
  • Mitos 2: “Karyawan Senior Mahal dan Kurang Produktif.”

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *