Dampak Quiet Quitting: Gelombang Tak Kasat Mata di Perusahaan
Meskipun terlihat “diam-diam,” fenomena quiet quitting memiliki dampak yang signifikan, baik bagi individu maupun organisasi.
1. Bagi Individu: Hilangnya Gairah dan Stagnasi
Individu yang melakukan quiet quitting mungkin merasa mendapatkan sedikit “kebebasan” dari tekanan. Namun, di sisi lain, mereka juga berisiko kehilangan gairah dan semangat dalam berkarya. Ini bisa berujung pada stagnasi karier, kurangnya kesempatan untuk pengembangan diri, dan bahkan perasaan hampa atau kurangnya tujuan dalam hidup profesional mereka. Jangka panjang, ini bisa berdampak pada kesehatan mental dan kebahagiaan secara keseluruhan.
2. Bagi Perusahaan: Penurunan Produktivitas dan Lingkungan Kerja yang Terpengaruh
Bagi perusahaan, dampak quiet quitting bisa sangat merugikan. Secara keseluruhan, produktivitas akan menurun karena karyawan tidak lagi memberikan usaha ekstra atau inisiatif. Inovasi bisa terhambat, kualitas pekerjaan bisa menurun, dan tujuan perusahaan sulit tercapai. Selain itu, quiet quitting juga dapat menular. Jika satu atau dua karyawan melakukannya, hal ini dapat memengaruhi semangat kerja tim dan menciptakan budaya di mana minimnya komitmen dianggap biasa. Tingkat retensi karyawan juga bisa terancam, karena quiet quitting sering kali menjadi sinyal awal bahwa seseorang sedang mempertimbangkan untuk benar-benar pergi.
Strategi Menghadapi Quiet Quitting: Membangun Kembali Jembatan Komitmen
Menghadapi quiet quitting memerlukan pendekatan yang holistik dan empatik, bukan sekadar respons reaktif. Baik sebagai individu maupun sebagai pemimpin, kita perlu proaktif membangun lingkungan kerja yang sehat dan berkelanjutan.
1. Untuk Karyawan: Mengambil Kembali Kendali Tanpa Menyerah
Jika Anda merasakan gejala quiet quitting dalam diri Anda, ada beberapa langkah yang bisa Anda ambil untuk kembali menemukan keseimbangan dan makna dalam pekerjaan Anda, tanpa harus mengundurkan diri.
Menjelajahi Akar Permasalahan
Cobalah untuk jujur pada diri sendiri. Apa sebenarnya yang membuat Anda lelah atau tidak bersemangat? Apakah karena beban kerja, kurangnya pengakuan, lingkungan kerja, atau faktor lain? Mengidentifikasi akar masalah adalah langkah pertama untuk menemukan solusinya.
Komunikasi Terbuka dan Jujur
Meskipun sulit, cobalah untuk berkomunikasi secara terbuka dengan atasan atau HRD mengenai apa yang Anda rasakan. Sampaikan kekhawatiran Anda dengan data dan contoh konkret, fokus pada solusi daripada sekadar mengeluh. Mungkin ada kesalahpahaman atau peluang yang belum Anda ketahui.
Menetapkan Batasan yang Jelas
Belajar untuk mengatakan “tidak” pada tugas-tugas di luar deskripsi pekerjaan Anda atau di luar jam kerja adalah hal yang penting. Menetapkan batasan yang sehat antara kehidupan pribadi dan profesional adalah kunci untuk mencegah burnout. Ingat, Anda berhak memiliki waktu untuk diri sendiri.
Mencari Peluang Pengembangan Diri
Jika penyebabnya adalah kurangnya motivasi atau stagnasi, coba cari peluang untuk pengembangan diri di luar lingkup pekerjaan Anda saat ini. Ikuti pelatihan, kursus online, atau proyek sampingan yang sesuai dengan minat Anda. Ini bisa mengembalikan semangat dan perspektif baru.
Menjaga Keseimbangan Hidup (Work-Life Balance)
Prioritaskan kesehatan fisik dan mental Anda. Pastikan Anda memiliki waktu untuk beristirahat, berolahraga, melakukan hobi, dan menghabiskan waktu dengan orang-orang terkasih. Keseimbangan hidup yang baik adalah fondasi untuk kinerja yang berkelanjutan.






