Komunikasi Santun Malah Bikin Dicuekin?

Komunikasi Santun Malah Bikin Dicuekin?
Komunikasi Santun Malah Bikin Dicuekin? (www.freepik.com)

lombokprime.com – Pernahkah kamu merasa frustrasi karena niat baikmu menyampaikan sesuatu dengan halus justru disalahartikan sebagai ketidaktegasan atau bahkan kelemahan? Banyak di antara kita yang mencari cara berbicara santun, tetapi tak jarang kata-kata halus justru sering disalahartikan, menyebabkan komunikasi yang kurang efektif. Padahal, berbicara dengan santun tidak berarti kamu harus mengorbankan ketegasan atau kekuatan dalam menyampaikan pesan. Justru sebaliknya, kehalusan bisa menjadi senjata rahasia yang ampuh untuk membangun jembatan komunikasi, bukan tembok penghalang.

Di era digital yang serba cepat ini, di mana banyak interaksi terjadi melalui teks dan komentar, kesalahpahaman menjadi semakin rentan. Kita sering melihat bagaimana perbedaan gaya bahasa bisa memicu perdebatan yang tak perlu. Namun, bahkan dalam percakapan tatap muka sekalipun, memilih diksi yang tepat adalah kunci. Artikel ini akan membahas bagaimana kita bisa menguasai seni berbicara santun tanpa terlihat lemah, memberikan solusi praktis agar pesanmu tersampaikan dengan jelas dan tetap dihormati.

Mengapa Berbicara Santun Itu Penting, Tapi Sering Disalahpahami?

Berbicara santun adalah cerminan dari rasa hormat, baik kepada lawan bicara maupun kepada diri sendiri. Ini menunjukkan kematangan emosional dan kemampuan untuk mengelola konflik atau perbedaan pendapat dengan elegan. Namun, paradoksnya, justru karena keinginan untuk tidak menyakiti perasaan orang lain, terkadang kita menggunakan kata-kata yang terlalu berputar-putar, terlalu banyak basa-basi, atau bahkan terkesan meminta izin daripada menyampaikan informasi. Inilah yang kemudian membuat orang lain menganggap kita ragu-ragu atau tidak yakin dengan apa yang kita sampaikan.

Misalnya, alih-alih mengatakan “Saya tidak setuju dengan ide ini karena…”, kita malah mengatakan “Mungkin ini hanya opini saya, tapi saya merasa ide ini agak…” Perbedaan kecil ini, meski sepele, memiliki dampak besar pada persepsi lawan bicara. Kalimat kedua, meskipun lebih “halus”, bisa jadi justru menciptakan kesan bahwa kita tidak yakin dengan ketidaksetujuan kita, atau bahkan takut untuk menyatakannya secara lugas.

Membangun Fondasi Komunikasi Efektif: Bukan Sekadar Kata-Kata

Sebelum masuk ke contoh spesifik, penting untuk memahami bahwa komunikasi efektif bukan hanya tentang kata-kata yang keluar dari mulut kita. Ini juga melibatkan bahasa tubuh, intonasi, dan yang paling penting, niat di balik ucapan. Kamu bisa mengucapkan kata-kata yang sangat “halus” tetapi dengan nada sinis atau bahasa tubuh yang meremehkan, dan itu tentu saja akan disalahartikan. Sebaliknya, kamu bisa menyampaikan kritik yang tajam namun dengan empati dan niat membangun, dan itu akan diterima dengan baik.

Menurut sebuah studi yang dilakukan oleh Albert Mehrabian, komunikasi dipengaruhi oleh tiga elemen utama: 7% kata-kata, 38% nada suara, dan 55% bahasa tubuh. Meskipun proporsi ini sering diperdebatkan dan tidak selalu berlaku di setiap konteks, poin utamanya tetap valid: kata-kata hanyalah bagian kecil dari keseluruhan pesan. Oleh karena itu, ketika kita ingin berbicara santun tanpa terlihat lemah, kita juga harus memperhatikan bagaimana kita menyampaikannya secara keseluruhan.

Memahami Konteks dan Audiens

Kunci utama dalam memilih kata-kata adalah memahami konteks dan audiensmu. Apa yang dianggap santun di satu lingkungan mungkin tidak di lingkungan lain. Misalnya, di lingkungan kerja yang formal, penggunaan frasa tertentu mungkin dianggap lebih profesional, sementara di lingkungan yang lebih kasual, frasa tersebut bisa terdengar kaku. Mengenali siapa lawan bicaramu – apakah mereka atasan, rekan kerja, teman, atau keluarga – akan membantumu menyesuaikan gaya bahasamu agar lebih relevan dan mudah diterima.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *