Tangani Emosi dengan Bijak
Anak-anak belajar mengelola emosi mereka dari kita. Jika kita sering meledak-ledak saat marah atau frustasi, anak akan meniru perilaku tersebut. Sebaliknya, jika kita menunjukkan cara yang sehat untuk mengekspresikan dan mengatasi emosi, mereka juga akan belajar hal yang sama.
Misalnya, saat kamu merasa kesal karena pekerjaan menumpuk, daripada membanting pintu, kamu bisa berkata, “Mama lagi kesal nih, Mama mau tarik napas dulu sebentar biar lebih tenang.” Atau, saat kamu melakukan kesalahan, jangan ragu untuk mengakui dan meminta maaf kepada anak.
“Maaf ya nak, Mama tadi salah. Mama janji akan lebih hati-hati lain kali.” Ini mengajarkan mereka tentang pentingnya introspeksi, mengakui kesalahan, dan bertanggung jawab.
Tunjukkan Kedisiplinan dan Konsistensi
Disiplin bukan tentang hukuman, melainkan tentang mengajarkan batasan dan konsekuensi. Dan cara terbaik untuk mengajarkan disiplin adalah dengan mencontohkan kedisiplinan itu sendiri.
Jika kamu ingin anak disiplin waktu, mulailah dengan disiplin waktu sendiri. Bangun pagi tepat waktu, selesaikan tugas-tugas rumah tangga sesuai jadwal, dan patuhi janji yang sudah dibuat.
Anak akan melihat dan meniru kebiasaan baik ini. Contohnya, jika kamu membuat aturan bahwa setelah bermain, mainan harus dibereskan, maka kamu sendiri harus selalu membereskan barang-barangmu setelah digunakan.
Konsistensi adalah kuncinya. Anak akan lebih mudah memahami dan menerima aturan jika melihat bahwa orang dewasa di sekitarnya juga mematuhi aturan tersebut.
Hargai Proses, Bukan Hanya Hasil
Dalam dunia yang serba instan, seringkali kita terjebak dalam fokus pada hasil akhir. Namun, mencontohkan kegigihan dan penghargaan terhadap proses itu sangat penting. Ketika anak mencoba hal baru dan gagal, daripada mengomel atau mengkritik, tunjukkan bagaimana kamu sendiri menghadapi tantangan.
Misalnya, saat kamu sedang mencoba resep baru dan hasilnya tidak sesuai harapan, kamu bisa berkata, “Wah, ternyata kurang pas ya rasanya. Tapi tidak apa-apa, lain kali kita coba lagi dengan sedikit perubahan.” Ini mengajarkan anak bahwa kegagalan adalah bagian dari proses belajar dan bahwa kegigihan akan membawa mereka menuju keberhasilan.
Dorong mereka untuk terus mencoba, bahkan jika mereka belum berhasil di percobaan pertama.
Strategi Praktis untuk Mencontohkan, Bukan Mengomel
Menerapkan pendekatan “dicontohkan” mungkin terasa menantang di awal, terutama jika kita sudah terbiasa dengan pola omelan. Namun, dengan kesadaran dan praktik yang konsisten, kita bisa mengubah kebiasaan ini.
Komunikasi Positif dan Konstruktif
Ganti omelan dengan komunikasi yang positif dan konstruktif. Alih-alih mengatakan, “Kamu kok berantakan sekali sih!”, coba katakan, “Yuk, kita rapikan mainan ini bersama. Setelah rapi, nanti kita bisa main lagi.” Pendekatan ini fokus pada solusi dan kolaborasi, bukan pada kritik. Gunakan bahasa yang jelas, singkat, dan mudah dipahami oleh anak. Hindari kalimat yang terlalu panjang atau berbelit-belit.
Memberikan Pilihan dan Konsekuensi Alami
Ketika anak melakukan sesuatu yang tidak kita inginkan, daripada langsung mengomel, coba berikan pilihan atau jelaskan konsekuensi alaminya. Misalnya, jika anak tidak mau makan, daripada memaksa atau mengomel, kamu bisa berkata, “Oke, kalau kamu tidak mau makan sekarang, nanti kamu akan lapar.
Tapi, tidak ada makanan lain sampai jam makan berikutnya ya.” Ini mengajarkan anak tentang tanggung jawab atas pilihan mereka sendiri. Tentu saja, pendekatan ini harus disesuaikan dengan usia dan tingkat pemahaman anak.






