3. Membuat Asumsi dan Menghakimi Terlalu Cepat
Setiap orang memiliki latar belakang, pengalaman, dan perspektif yang berbeda. Ketika kita membuat asumsi atau menghakimi seseorang berdasarkan penampilan, perilaku, atau informasi yang terbatas, kita seringkali gagal untuk melihat gambaran yang lebih besar. Kebiasaan ini menunjukkan kurangnya empati karena kita tidak berusaha untuk memahami sudut pandang orang lain.
Misalnya, kita melihat seseorang yang terlambat datang ke kantor dan langsung berasumsi bahwa dia malas atau tidak disiplin. Padahal, mungkin saja ada alasan di baliknya, seperti masalah transportasi atau urusan keluarga yang mendesak. Dengan membuat asumsi dan menghakimi, kita menutup diri terhadap kemungkinan lain dan gagal untuk berempati dengan situasi yang mungkin sedang dihadapi orang tersebut.
Bagaimana Mengubahnya: Berusahalah untuk menahan diri dari membuat asumsi atau menghakimi terlalu cepat. Ingatlah bahwa setiap orang memiliki cerita dan alasan di balik tindakan mereka. Cobalah untuk melihat situasi dari sudut pandang mereka dan berikan mereka kesempatan untuk menjelaskan diri. Dengan bersikap lebih terbuka dan tidak menghakimi, kita membuka ruang untuk pemahaman dan empati.
4. Meremehkan Pengalaman atau Perasaan Orang Lain
Pernahkah kamu mendengar seseorang mengatakan, “Ah, itu mah kecil,” atau “Jangan lebay deh,” ketika orang lain sedang mengungkapkan kesedihan atau kekecewaan mereka? Meremehkan pengalaman atau perasaan orang lain adalah salah satu indikator kurangnya empati yang paling menyakitkan. Hal ini menunjukkan bahwa kita tidak menganggap serius apa yang dirasakan oleh orang tersebut dan seolah-olah mengatakan bahwa perasaan mereka tidak valid.
Setiap orang memiliki tingkat sensitivitas dan cara yang berbeda dalam menghadapi suatu situasi. Apa yang mungkin terasa kecil bagi kita, bisa jadi sangat berarti atau menyakitkan bagi orang lain. Dengan meremehkan perasaan mereka, kita tidak hanya membuat mereka merasa tidak dipahami, tetapi juga merusak kepercayaan dan kedekatan dalam hubungan.
Bagaimana Mengubahnya: Belajarlah untuk menghargai dan mengakui perasaan orang lain, meskipun kita tidak sepenuhnya memahaminya. Hindari menggunakan kalimat-kalimat yang meremehkan atau mengecilkan hati. Sebagai gantinya, cobalah untuk mengatakan sesuatu seperti, “Aku turut prihatin dengan apa yang kamu alami,” atau “Aku bisa merasakan betapa sulitnya ini bagimu.” Dengan begitu, kita menunjukkan bahwa kita peduli dan menghargai perasaan mereka.
5. Memberikan Nasihat yang Tidak Diminta
Meskipun niatnya mungkin baik, memberikan nasihat yang tidak diminta seringkali bisa terasa menggurui atau bahkan meremehkan kemampuan orang lain untuk menyelesaikan masalah mereka sendiri. Ketika seseorang bercerita tentang masalahnya, terkadang yang mereka butuhkan hanyalah didengarkan dan dipahami, bukan diberikan solusi atau arahan yang belum tentu mereka butuhkan atau inginkan.
Menurut penelitian tentang komunikasi yang efektif, orang akan lebih terbuka terhadap nasihat jika mereka merasa didengarkan dan dipahami terlebih dahulu. Memberikan nasihat tanpa konteks atau tanpa diminta bisa membuat orang merasa tidak dihargai atau bahkan merasa bodoh karena tidak bisa menemukan solusinya sendiri.
Bagaimana Mengubahnya: Sebelum memberikan nasihat, tanyakan terlebih dahulu apakah orang tersebut ingin mendengarkan saranmu. Jika mereka hanya ingin bercerita atau meluapkan perasaannya, cukup dengarkan dengan penuh perhatian dan berikan dukungan emosional. Jika mereka memang meminta nasihat, berikanlah dengan cara yang lembut dan tidak menggurui. Ingatlah bahwa setiap orang memiliki hak untuk membuat keputusan sendiri dan belajar dari pengalaman mereka.






