6. Menggunakan Pengalaman Pribadi untuk Mengungguli Orang Lain
Pernahkah kamu berada dalam percakapan di mana setiap kali orang lain bercerita tentang pengalamannya, kamu langsung membalas dengan cerita yang serupa, bahkan yang terkesan lebih hebat atau lebih buruk? Kebiasaan ini seringkali menunjukkan kurangnya empati karena kita seolah-olah sedang berlomba atau berusaha untuk mengungguli orang lain, bukannya berusaha untuk memahami dan berbagi pengalaman.
Misalnya, temanmu bercerita tentang betapa stresnya dia menghadapi tenggat waktu di kantor. Jika responsmu adalah, “Ah, aku malah lebih parah, kemarin aku harus begadang tiga hari berturut-turut,” kamu secara tidak langsung meremehkan pengalaman temanmu dan mengalihkan fokus pembicaraan ke dirimu sendiri.
Bagaimana Mengubahnya: Ketika orang lain berbagi pengalaman mereka, cobalah untuk fokus pada apa yang mereka rasakan dan apa yang bisa kamu pelajari dari cerita mereka. Hindari membandingkan pengalamanmu dengan pengalaman orang lain, apalagi jika tujuannya adalah untuk mengungguli mereka. Sebagai gantinya, tunjukkan minat yang tulus dan berikan respons yang relevan dengan apa yang mereka bagikan.
7. Sulit Mengucapkan “Maaf” atau Mengakui Kesalahan
Mengucapkan “maaf” ketika kita melakukan kesalahan adalah tanda kedewasaan dan empati. Hal ini menunjukkan bahwa kita menyadari dampak dari tindakan kita terhadap orang lain dan bersedia untuk bertanggung jawab. Sebaliknya, sulit untuk mengakui kesalahan atau meminta maaf bisa menjadi indikator kurangnya empati karena kita seolah-olah tidak peduli dengan perasaan atau kerugian yang mungkin dialami oleh orang lain akibat tindakan kita.
Menurut penelitian tentang resolusi konflik, permintaan maaf yang tulus dapat membantu memperbaiki hubungan yang rusak dan membangun kembali kepercayaan. Ketika kita enggan untuk meminta maaf, kita mungkin terlihat egois, tidak peduli, atau bahkan arogan.
Bagaimana Mengubahnya: Belajarlah untuk mengakui kesalahan dan meminta maaf dengan tulus ketika kamu menyadari bahwa tindakanmu telah menyakiti atau merugikan orang lain. Jangan mencari-cari alasan atau menyalahkan orang lain. Permintaan maaf yang tulus dan diikuti dengan perubahan perilaku akan menunjukkan bahwa kamu memiliki empati dan menghargai hubunganmu dengan orang lain.
Membangun Jembatan Empati dalam Interaksi Sehari-hari
Ketujuh kebiasaan di atas mungkin terdengar sepele, tetapi jika terus dilakukan tanpa disadari, dapat merusak hubungan kita dengan orang lain dan menunjukkan kurangnya empati. Empati bukanlah sesuatu yang kita miliki atau tidak miliki secara bawaan; ini adalah keterampilan yang bisa kita latih dan kembangkan seiring waktu.
Dengan lebih memperhatikan cara kita berinteraksi dengan orang lain, berusaha untuk benar-benar mendengarkan, memahami perspektif mereka, dan mengakui perasaan mereka, kita dapat membangun jembatan empati yang akan mempererat hubungan kita dan menciptakan lingkungan sosial yang lebih positif dan suportif. Ingatlah, setiap interaksi adalah kesempatan untuk menunjukkan empati dan membuat perbedaan dalam kehidupan orang lain. Mari mulai dari hal-hal kecil dalam interaksi sehari-hari kita, dan rasakan dampaknya yang luar biasa.






