Menulis adalah seni menyampaikan ide dengan gaya yang hidup, segar, dan menggugah. Namun sering kali, tanpa disadari, kita terjebak dalam kalimat dan pola pikir yang sudah terlalu sering digunakan. Inilah yang disebut klise. Dalam dunia tulisan, baik fiksi maupun nonfiksi, klise adalah jebakan halus yang bisa membuat karya kehilangan daya tarik dan terasa hambar. Padahal, tulisan yang kuat seharusnya mampu membawa pembaca masuk ke dalam emosi dan logika yang baru, bukan mengulang apa yang sudah sering mereka dengar.
Tulisan yang dipenuhi klise mungkin terasa nyaman karena mudah dibuat, tetapi justru itu yang membuatnya tidak menonjol. Di tengah derasnya arus konten digital, hanya tulisan yang berani tampil berbeda yang bisa benar-benar meninggalkan kesan. Mari kita bahas lebih dalam apa itu klise, mengapa sebaiknya dihindari, dan bagaimana cara menulis dengan gaya yang tetap segar dan autentik.
Apa Itu Klise dan Mengapa Bisa Mengurangi Daya Tarik Tulisan
Klise adalah frasa, ide, atau alur yang sudah digunakan terlalu sering hingga kehilangan maknanya. Bayangkan mendengar kalimat seperti “waktu akan menyembuhkan semua luka” atau “hidup itu seperti roda yang berputar.” Keduanya mungkin benar, tetapi karena terlalu sering muncul dalam berbagai konteks, dampak emosionalnya sudah menipis.
Dalam dunia menulis, klise bisa muncul dalam berbagai bentuk. Ada klise dalam ungkapan, seperti pepatah dan peribahasa yang terlalu umum. Ada juga klise dalam cerita, seperti kisah cinta segitiga yang mudah ditebak atau tokoh pahlawan yang selalu menang. Semua ini membuat pembaca bisa menebak arah cerita bahkan sebelum sampai di tengah jalan.
Masalah utama dari klise bukan hanya kebosanan, tetapi juga hilangnya orisinalitas. Ketika sebuah ide terasa tidak baru, pembaca akan kehilangan rasa penasaran. Padahal, rasa penasaran inilah bahan bakar utama yang membuat seseorang terus membaca hingga akhir.
1. Kenali Klise yang Sering Digunakan
Langkah pertama untuk menghindari klise adalah menyadari keberadaannya. Banyak penulis yang terjebak bukan karena tidak kreatif, tetapi karena tidak sadar sedang menggunakan pola yang sama seperti ribuan orang sebelumnya.
Dalam percakapan, klise sering muncul dalam bentuk kalimat aman seperti “semua akan indah pada waktunya” atau “jangan menyerah, teruslah berjuang.” Sedangkan dalam karya fiksi, bentuknya bisa lebih kompleks: karakter CEO dingin yang jatuh cinta pada karyawan, atau kisah pahlawan yang selalu menang tanpa kesulitan berarti.
Mengenali pola ini adalah langkah awal untuk menantangnya. Saat kamu menulis dan menemukan kalimat yang terdengar terlalu familiar, berhenti sejenak. Tanyakan pada diri sendiri, “Apakah ini sesuatu yang sudah sering digunakan orang lain?” Jika jawabannya iya, itu tanda kamu perlu mencari pendekatan baru.
2. Cari Sudut Pandang yang Tidak Biasa
Setiap ide, bahkan yang paling klise sekalipun, bisa terasa segar jika diceritakan dari sudut pandang yang unik. Misalnya, kisah “pahlawan yang kalah” mungkin lebih menarik daripada pahlawan yang selalu menang. Atau cerita cinta yang dilihat dari perspektif orang ketiga yang hanya menjadi pengamat diam.
Dalam tulisan nonfiksi, kamu bisa melakukan hal yang sama. Jika ingin menulis tentang kesuksesan, jangan mulai dengan kalimat “kesuksesan tidak datang dengan mudah.” Sebaliknya, buka dengan pengalaman pribadi yang jujur, atau pandangan tidak biasa tentang perjuangan yang jarang dibicarakan. Pembaca menyukai kejujuran dan kedalaman, bukan kata-kata indah yang kosong makna.






