Realita Pahit! Ini Sebab Milenial Sulit Punya Tabungan
data-sourcepos="5:1-5:606">lombokprime.com – Generasi milenial, kelompok usia yang lahir antara awal 1980-an hingga pertengahan 1990-an, sering kali dianggap sebagai generasi yang melek teknologi dan penuh potensi. Namun, di balik gemerlap media sosial dan gaya hidup yang tampak serba ada, tersimpan tantangan finansial yang cukup signifikan, terutama dalam hal menabung. Mengapa generasi milenial sulit menabung? Ada banyak faktor yang melatarbelakanginya, dan beberapa di antaranya mungkin jarang kita sadari. Artikel ini akan mengupas 10 penyebab utama yang membuat generasi milenial kesulitan menyisihkan sebagian penghasilannya untuk masa depan.
Bukan rahasia lagi bahwa menabung menjadi tantangan tersendiri bagi banyak orang, tak terkecuali generasi milenial. Di tengah berbagai godaan konsumsi dan tuntutan gaya hidup, menyisihkan uang untuk tabungan sering kali terasa seperti misi yang mustahil. Mari kita telaah lebih dalam faktor-faktor yang berkontribusi pada fenomena ini.
1. Beban Utang Pendidikan yang Tinggi
Salah satu beban finansial terbesar yang dihadapi generasi milenial adalah utang pendidikan. Biaya kuliah yang terus meroket membuat banyak anak muda terpaksa mengambil pinjaman pendidikan dalam jumlah besar. Cicilan bulanan utang ini sering kali memakan sebagian besar pendapatan mereka, menyisakan sedikit atau bahkan tidak ada ruang untuk menabung. Data dari National Center for Education Statistics di Amerika Serikat menunjukkan bahwa rata-rata utang mahasiswa saat lulus pada tahun 2020 mencapai lebih dari $37.000. Meskipun data ini spesifik untuk AS, tren serupa juga terjadi di banyak negara, termasuk Indonesia, di mana biaya pendidikan tinggi terus meningkat. Beban utang ini jelas menjadi penghalang signifikan bagi kemampuan menabung generasi milenial.
2. Penghasilan yang Relatif Stagnan Dibandingkan Biaya Hidup
Generasi milenial memasuki dunia kerja setelah krisis keuangan global tahun 2008. Kondisi ekonomi yang tidak stabil dan persaingan kerja yang ketat sering kali membuat pertumbuhan gaji mereka relatif lambat dibandingkan dengan generasi sebelumnya. Di sisi lain, biaya hidup terus meningkat, terutama harga properti, sewa tempat tinggal, dan kebutuhan pokok lainnya. Menurut laporan dari Badan Pusat Statistik (BPS) Indonesia, inflasi dari tahun ke tahun terus menunjukkan kenaikan, yang secara tidak langsung mengurangi daya beli masyarakat, termasuk generasi milenial. Ketidakseimbangan antara pertumbuhan penghasilan dan kenaikan biaya hidup ini membuat menabung menjadi semakin sulit.
3. Budaya Konsumtif dan Pengaruh Media Sosial
Era digital dan media sosial telah membawa perubahan besar dalam perilaku konsumsi. Generasi milenial tumbuh dalam lingkungan di mana informasi tentang produk dan gaya hidup serba instan. Paparan terus-menerus terhadap iklan dan gaya hidup mewah di media sosial sering kali memicu keinginan untuk terus membeli dan mengikuti tren terbaru. Fenomena fear of missing out (FOMO) juga berperan besar, mendorong mereka untuk mengeluarkan uang demi pengalaman atau barang-barang yang dianggap penting oleh lingkungannya. Budaya konsumtif ini secara tidak langsung menghambat kemampuan mereka untuk menyisihkan uang untuk tabungan jangka panjang.
4. Prioritas Pengalaman Dibanding Aset
Generasi milenial sering kali memprioritaskan pengalaman seperti traveling, konser, atau makan di restoran mewah dibandingkan dengan mengumpulkan aset seperti rumah atau investasi jangka panjang. Meskipun tidak ada yang salah dengan menikmati hidup, kecenderungan ini bisa menjadi penghalang untuk menabung. Sebuah studi yang dilakukan oleh Harris Poll menunjukkan bahwa mayoritas milenial lebih memilih menghabiskan uang untuk pengalaman daripada membeli barang material. Pandangan ini, meskipun memberikan kualitas hidup yang lebih baik dalam jangka pendek, bisa berdampak pada stabilitas finansial di masa depan jika tidak diimbangi dengan kebiasaan menabung yang baik.
5. Kurangnya Literasi Keuangan dan Perencanaan
Banyak generasi milenial yang kurang memiliki pemahaman mendalam tentang literasi keuangan dan perencanaan keuangan jangka panjang. Mereka mungkin tidak tahu bagaimana membuat anggaran, mengelola utang, atau berinvestasi dengan benar. Kurangnya edukasi formal tentang keuangan di sekolah atau keluarga juga menjadi faktor kontributor. Akibatnya, mereka mungkin kesulitan membuat rencana keuangan yang efektif dan sulit untuk memprioritaskan menabung sebagai bagian dari tujuan finansial mereka.
6. Pekerjaan Tidak Tetap dan Gig Economy
Tren gig economy atau pekerjaan tidak tetap semakin populer di kalangan generasi milenial. Meskipun menawarkan fleksibilitas, jenis pekerjaan ini sering kali tidak memberikan pendapatan yang stabil dan manfaat seperti asuransi kesehatan atau dana pensiun. Ketidakpastian pendapatan ini membuat perencanaan keuangan dan menabung menjadi lebih sulit dibandingkan dengan pekerjaan dengan status karyawan tetap. Data dari McKinsey menunjukkan bahwa persentase pekerja gig di kalangan milenial terus meningkat, menandakan bahwa ketidakstabilan pendapatan menjadi tantangan nyata bagi banyak dari mereka.
7. Tanggung Jawab Finansial Terhadap Keluarga
Meskipun terdengar tradisional, banyak generasi milenial yang masih memiliki tanggung jawab finansial terhadap keluarga mereka, terutama di negara-negara dengan budaya kolektivisme yang kuat seperti Indonesia. Mereka mungkin perlu membantu orang tua atau anggota keluarga lain yang membutuhkan dukungan finansial. Tanggung jawab ini tentu saja dapat mengurangi jumlah uang yang bisa mereka sisihkan untuk tabungan pribadi.
8. Biaya Hidup di Perkotaan yang Tinggi
Sebagian besar generasi milenial memilih untuk tinggal di perkotaan besar demi mengejar karir dan gaya hidup yang mereka inginkan. Namun, biaya hidup di kota-kota besar cenderung jauh lebih tinggi dibandingkan dengan daerah pedesaan atau kota kecil. Harga sewa tempat tinggal, transportasi, dan kebutuhan sehari-hari yang mahal membuat mereka harus mengeluarkan lebih banyak uang hanya untuk bertahan hidup, sehingga menyulitkan untuk menabung.
9. Krisis Ekonomi dan Ketidakpastian Masa Depan
Berbagai krisis ekonomi yang terjadi dalam beberapa dekade terakhir, termasuk krisis finansial 2008 dan pandemi COVID-19, telah menciptakan ketidakpastian ekonomi yang signifikan. Generasi milenial telah merasakan dampak langsung dari krisis ini, baik dalam bentuk kehilangan pekerjaan, penurunan pendapatan, maupun ketidakstabilan pasar. Ketidakpastian masa depan ini bisa membuat mereka merasa ragu untuk menabung, karena mereka mungkin lebih fokus pada kebutuhan jangka pendek atau khawatir tentang kemungkinan kehilangan pekerjaan.
10. Kurangnya Kesadaran Akan Pentingnya Tabungan Jangka Panjang
Meskipun terdengar sederhana, kurangnya kesadaran akan pentingnya tabungan jangka panjang juga menjadi salah satu penyebab mengapa generasi milenial sulit menabung. Mereka mungkin lebih fokus pada tujuan finansial jangka pendek seperti membeli gadget baru atau liburan, dan kurang menyadari betapa pentingnya memiliki darurat/">dana darurat atau tabungan untuk masa pensiun. Pendidikan dan sosialisasi tentang pentingnya perencanaan keuangan jangka panjang perlu ditingkatkan untuk mengatasi masalah ini.
Menyikapi Tantangan Menabung: Langkah Awal Menuju Kebebasan Finansial
Meskipun tantangan yang dihadapi generasi milenial dalam hal menabung cukup kompleks, bukan berarti tidak ada solusi. Meningkatkan literasi keuangan, membuat anggaran yang realistis, memprioritaskan tujuan finansial jangka panjang, dan mencari cara untuk meningkatkan pendapatan adalah beberapa langkah awal yang bisa diambil. Selain itu, memanfaatkan teknologi dan berbagai platform investasi yang kini semakin mudah diakses juga bisa menjadi solusi untuk membantu generasi milenial mulai menabung dan berinvestasi untuk masa depan yang lebih baik.
Penting untuk diingat bahwa setiap orang memiliki situasi keuangan yang berbeda-beda. Namun, dengan kesadaran akan tantangan yang ada dan kemauan untuk mengambil langkah-langkah konkret, generasi milenial memiliki potensi besar untuk mencapai kebebasan finansial di masa depan. Mulailah dari hal kecil, buatlah tujuan menabung yang realistis, dan rayakan setiap pencapaian kecil. Ingatlah bahwa perjalanan menuju kebebasan finansial adalah maraton, bukan sprint. Dengan kesabaran, disiplin, dan strategi yang tepat, menabung bukan lagi menjadi mimpi yang sulit diwujudkan.