3. Mengisolasi Diri dan Menolak Bantuan
Setelah hubungan dengan narsistik, banyak orang merasa malu, bingung, atau bahkan bersalah. Perasaan ini sering kali membuat kita menarik diri dari lingkungan sosial dan menolak bantuan dari teman atau keluarga. Kamu mungkin merasa bahwa tidak ada yang akan memahami apa yang kamu alami, atau kamu tidak ingin membebani orang lain dengan masalahmu.
Narsistik seringkali sengaja mengisolasi korbannya dari lingkaran sosial mereka. Mereka akan mengkritik teman-temanmu, keluargamu, atau bahkan hobimu, dengan tujuan agar kamu hanya bergantung pada mereka. Setelah hubungan berakhir, efek isolasi ini masih bisa terasa. Kamu mungkin merasa kesepian, tidak berdaya, dan sulit untuk kembali terhubung dengan orang-orang yang peduli padamu.
Padahal, dukungan sosial sangat penting dalam proses pemulihan. Berbicara dengan teman yang peduli, anggota keluarga yang suportif, atau bahkan mencari bantuan profesional seperti terapis, bisa sangat membantu. Mereka bisa memberikan perspektif baru, validasi atas pengalamanmu, dan membantu membangun kembali kepercayaan dirimu. Mengisolasi diri hanya akan memperpanjang penderitaanmu dan membuatmu semakin sulit untuk move on.
4. Terjebak dalam Emosi Negatif yang Konstan
Jika kamu masih seringkali merasa marah, sedih, atau benci terhadap mantan narsistikmu, bahkan setelah sekian lama, ini adalah pertanda bahwa kamu belum sepenuhnya move on. Emosi ini wajar di awal proses penyembuhan, tapi jika mereka terus mendominasi pikiranmu, itu berarti kamu masih terjebak dalam luka masa lalu.
Narsistik pandai memicu emosi negatif pada korbannya. Mereka menggunakan gaslighting, kritik, dan penghinaan untuk membuatmu merasa tidak berharga. Setelah hubungan berakhir, efek dari taktik ini masih bisa terasa. Kamu mungkin merasa sulit untuk mempercayai orang lain, seringkali curiga, atau bahkan mengalami episode kecemasan dan depresi.
Melepaskan emosi negatif ini bukan berarti memaafkan mereka atau melupakan apa yang terjadi. Ini berarti kamu memilih untuk tidak lagi membiarkan perilaku mereka di masa lalu mengendalikan kebahagiaanmu di masa sekarang. Ini tentang membebaskan dirimu sendiri dari belenggu emosi yang meracuni. Salah satu cara untuk melakukannya adalah dengan mempraktikkan mindfulness dan self-compassion. Fokus pada dirimu sendiri, kebutuhanmu, dan masa depanmu. Luangkan waktu untuk melakukan hal-hal yang kamu nikmati, yang membuatmu merasa damai dan bahagia.
5. Menghindari Hubungan Baru atau Terburu-buru Memulai Hubungan
Dampak dari hubungan narsistik bisa memengaruhi cara pandangmu terhadap hubungan di masa depan. Kamu mungkin menemukan dirimu takut untuk memulai hubungan baru karena trauma masa lalu, atau sebaliknya, terburu-buru mencari pengganti untuk mengisi kekosongan. Kedua ekstrem ini menunjukkan bahwa kamu belum sepenuhnya pulih.
Ketakutan akan hubungan baru adalah respons alami terhadap trauma. Kamu mungkin khawatir akan bertemu orang yang sama, atau takut akan disakiti lagi. Ini adalah mekanisme pertahanan diri, namun jika dibiarkan, bisa menghambatmu untuk menemukan kebahagiaan sejati. Kamu perlu belajar untuk membedakan antara orang yang sehat dan orang yang berpotensi narsistik. Ini membutuhkan waktu dan refleksi diri.
Di sisi lain, terburu-buru memulai hubungan baru juga bisa menjadi pertanda bahwa kamu belum memproses luka-luka lama. Kamu mungkin mencari validasi atau pengalihan dari rasa sakit. Namun, hubungan yang dimulai dari posisi ini seringkali tidak sehat dan bisa membawamu ke pola yang sama. Penting untuk memberi waktu pada diri sendiri untuk sembuh total sebelum melompat ke hubungan berikutnya. Fokuslah pada membangun kembali identitasmu, kepercayaan dirimu, dan apa yang kamu inginkan dalam sebuah hubungan yang sehat.






