Gampang Baper dan Tersinggung: Tanda Emosi Tidak Stabil?

Gampang Baper dan Tersinggung: Tanda Emosi Tidak Stabil?
Gampang Baper dan Tersinggung: Tanda Emosi Tidak Stabil? (www.freepik.com)

lombokprime.com – Pernahkah Anda bertanya-tanya mengapa ada orang yang mudah tersinggung hanya karena hal kecil? Kita semua pasti pernah bertemu dengan seseorang yang tampaknya memiliki “kulit tipis,” di mana candaan ringan, kritik membangun, atau bahkan komentar biasa bisa memicu reaksi berlebihan. Memahami fenomena ini dari sudut pandologi bukan hanya tentang melabeli seseorang, melainkan lebih kepada upaya untuk mengenali pola perilaku dan emosi yang mendasarinya. Dengan memahami ciri-cirinya, kita bisa belajar cara berinteraksi lebih baik dan, yang terpenting, membantu diri sendiri atau orang terdekat untuk mengelola kepekaan tersebut. Mari kita selami lebih dalam, apa saja sih ciri-ciri orang yang gampang tersinggung itu?

1. Sensitivitas Emosional yang Tinggi

Salah satu ciri utama orang yang mudah tersinggung menurut psikologi adalah memiliki sensitivitas emosional yang tinggi. Ini berarti mereka merasakan emosi, baik positif maupun negatif, dengan intensitas yang lebih besar dibandingkan orang lain. Bagi mereka, pujian bisa terasa sangat membahagiakan, namun di sisi lain, kritik sekecil apa pun bisa terasa seperti tusukan yang menyakitkan. Otak mereka mungkin memproses informasi emosional dengan cara yang berbeda, membuat mereka lebih rentan terhadap perasaan terluka atau diserang.

Bayangkan saja, ketika kita menerima komentar yang menurut kita biasa saja, bagi mereka mungkin komentar tersebut langsung diterjemahkan sebagai serangan pribadi. Ini bukan karena mereka sengaja ingin merasa buruk, tetapi memang karena sistem emosi mereka bereaksi lebih kuat. Mereka mungkin merasa kewalahan dengan banyaknya stimulus emosional yang datang dari lingkungan sekitar, sehingga mudah sekali merasa terancam atau tidak nyaman. Kepekaan ini bisa jadi merupakan bagian dari kepribadian mereka, atau bisa juga terbentuk dari pengalaman masa lalu yang traumatis atau lingkungan yang kurang mendukung.

2. Kurangnya Batasan Pribadi yang Jelas

Orang yang mudah tersinggung seringkali memiliki batasan pribadi yang kurang jelas. Mereka cenderung membiarkan perkataan atau tindakan orang lain masuk terlalu dalam ke dalam ruang pribadi mereka. Ini membuat mereka merasa seolah-olah perkataan orang lain adalah cerminan langsung dari nilai diri mereka. Ketika batasan ini kabur, kritik terhadap ide mereka bisa dirasakan sebagai kritik terhadap diri mereka sebagai individu, bukan hanya terhadap ide itu sendiri.

Misalnya, jika seorang teman berkomentar tentang cara kerja mereka yang kurang efisien, alih-alih fokus pada peningkatan efisiensi, mereka justru akan merasa diremehkan atau dianggap tidak kompeten secara keseluruhan. Mereka mungkin kesulitan membedakan antara opini orang lain dan realitas diri mereka sendiri. Akibatnya, mereka jadi terlalu bergantung pada validasi eksternal dan mudah merasa diserang jika validasi itu tidak mereka dapatkan, atau justru mendapatkan pandangan yang bertentangan. Membangun batasan pribadi yang kuat adalah langkah penting untuk melindungi diri dari “serangan” verbal yang tidak disengaja.

3. Kecenderungan Berpikir Negatif (Overthinking)

Apakah Anda sering melihat orang yang mudah tersinggung tampak terlalu banyak berpikir atau overthinking? Ini adalah ciri lain yang sangat relevan. Mereka cenderung memutar ulang percakapan atau insiden di kepala mereka berulang kali, mencari makna tersembunyi atau niat jahat di balik setiap kata. Sebuah komentar yang tidak sengaja atau candaan ringan bisa dianalisis secara berlebihan, hingga akhirnya menciptakan skenario negatif di pikiran mereka.

Proses berpikir ini sering kali berakar pada pola pikir katastrofik, di mana mereka membayangkan skenario terburuk yang mungkin terjadi. Misalnya, jika seseorang tidak membalas pesan mereka dengan cepat, mereka bisa langsung menyimpulkan bahwa orang tersebut marah, tidak menyukai mereka, atau bahkan sedang merencanakan sesuatu yang buruk. Overthinking semacam ini menciptakan lingkaran setan: semakin mereka memikirkannya, semakin besar kemungkinan mereka merasa tersinggung, dan semakin besar pula peluang mereka untuk mencari “bukti” atas asumsi negatif mereka. Ini adalah beban mental yang berat dan bisa sangat melelahkan, baik bagi mereka maupun bagi orang-orang di sekitarnya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *