Kesulitan Mengekspresikan Emosi Negatif
Salah satu konsekuensi paling menyakitkan dari menjadi “anak yang tak pernah membuat masalah” adalah kesulitan dalam mengekspresikan emosi, terutama yang negatif. Kemarahan, kesedihan, frustrasi, atau kekecewaan sering kali dipendam karena dianggap tidak pantas atau takut akan reaksi negatif. Mereka belajar bahwa menunjukkan emosi tersebut akan dianggap “tidak baik” atau “menyusahkan”. Akibatnya, emosi-emosi ini terakumulasi, yang dapat menyebabkan ledakan emosi di kemudian hari (saat sudah tidak bisa menahan lagi), atau manifestasi fisik seperti sakit kepala, masalah pencernaan, atau masalah tidur. Dalam jangka panjang, ini juga bisa menghambat kemampuan mereka untuk membentuk hubungan yang sehat karena mereka tidak terbiasa berbagi diri sepenuhnya.
Kehilangan Identitas Diri (True Self)
Ketika seseorang terus-menerus berusaha memenuhi harapan orang lain, ia berisiko kehilangan koneksi dengan siapa dirinya sebenarnya. Apa yang sebenarnya mereka inginkan? Juga apa yang mereka sukai? Kemudian apa impian mereka? Pertanyaan-pertanyaan ini menjadi kabur karena pilihan hidup mereka seringkali didasarkan pada apa yang akan membuat orang lain senang, bukan apa yang mereka inginkan. Ini bisa mengarah pada krisis identitas di masa remaja atau dewasa muda, di mana mereka merasa hampa dan tidak tahu arah hidup mereka. Mereka mungkin merasa seperti aktor yang memainkan peran, bukan diri mereka yang otentik.
Rasa Tidak Aman dan Ketergantungan pada Validasi Eksternal
Karena nilai diri mereka sering dikaitkan dengan pencapaian dan persetujuan orang lain, “anak baik” cenderung memiliki rasa tidak aman yang mendalam. Mereka menjadi sangat bergantung pada validasi eksternal. Jika pujian atau pengakuan berkurang, mereka mungkin merasa cemas dan mempertanyakan nilai diri mereka sendiri. Ini bisa membuat mereka rentan terhadap manipulasi atau hubungan yang tidak sehat di kemudian hari, karena mereka akan terus mencari persetujuan dari orang lain untuk merasa berharga.
Ketakutan Akan Kegagalan dan Kritik
Bagi mereka, kegagalan bukan hanya hasil yang tidak diinginkan, tetapi juga ancaman terhadap identitas mereka sebagai “anak baik”. Mereka mungkin menghindari tantangan baru atau peluang yang memiliki risiko kegagalan, meskipun itu berpotensi besar untuk pertumbuhan. Kritik, sekecil apapun, dapat terasa seperti serangan pribadi yang menghancurkan, karena mereka telah menginternalisasi standar kesempurnaan yang tidak realistis.
Tanda-tanda “Anak Baik” Sedang Memikul Beban
Bagaimana kita bisa mengenali bahwa seorang anak sedang memikul beban ini? Terkadang, tanda-tandanya tidak begitu kentara, namun jika kita perhatikan lebih saksama, ada beberapa indikator yang bisa kita temukan.
Perfeksionisme yang Berlebihan
Mereka mungkin sangat fokus pada detail, menghabiskan waktu berjam-jam untuk mengerjakan tugas agar sempurna, bahkan jika sudah bagus. Setiap kesalahan kecil dapat memicu frustrasi atau kemarahan pada diri sendiri yang tidak proporsional. Ini bukan sekadar ingin hasil terbaik, tetapi dorongan kompulsif untuk menghindari cela.
Kesulitan Mengatakan “Tidak”
Anak-anak ini seringkali kesulitan menolak permintaan, bahkan jika itu membebani mereka atau bertentangan dengan keinginan mereka sendiri. Mereka takut dianggap egois atau tidak kooperatif. Mereka mungkin mengambil terlalu banyak tanggung jawab, yang akhirnya membuat mereka kelelahan.
Memendam Emosi dan Sulit Berbagi Perasaan
Mereka mungkin cenderung diam ketika ditanya tentang perasaan mereka, atau memberikan jawaban yang “aman” dan dangkal. Mereka mungkin tidak pernah menangis di depan umum, atau menyembunyikan kesedihan mereka. Perhatikan jika mereka sering mengatakan “aku baik-baik saja” padahal terlihat ada masalah.






