Gubernur Nusa Tenggara Barat (NTB), Dr. Lalu Muhamad Iqbal, menegaskan komitmennya untuk melakukan pembenahan menyeluruh terhadap tata kelola pendakian di Gunung Rinjani. Hal tersebut disampaikan saat menerima kunjungan Disyon Toba, pendiri merek outdoor Consina dan Direktur Lembaga Sertifikasi Profesi untuk Vertical Rescue, serta Harry Suliztiarto, tokoh senior pendakian nasional, di Mataram, Kamis (3/7).
Peninjauan SOP dan Kesiapan Vertical Rescue Jadi Fokus
Dalam pertemuan tersebut, Gubernur Iqbal menyoroti pentingnya revisi terhadap Standar Operasional Prosedur (SOP) vertical rescue, khususnya di jalur-jalur pendakian yang berisiko tinggi. Revisi ini meliputi evaluasi terhadap sistem penyelamatan dan perlengkapan keselamatan yang digunakan saat proses evakuasi di lapangan.
“Momentum ini harus dimanfaatkan untuk melakukan pembenahan menyeluruh terhadap sistem pendakian di Rinjani,” ujar Gubernur Iqbal. Ia menambahkan, perbaikan bukan hanya soal kenyamanan pendaki, tetapi juga menjaga kelestarian kawasan konservasi tersebut.
“Saya punya waktu beberapa tahun ke depan untuk membenahi. Sehingga at the end nanti, Rinjani itu menjadi tempat yang safe untuk didaki. Tapi alamnya juga tetap terkonservasi dengan baik,” katanya.
Wacana Kerja Sama Pemanfaatan Helikopter Darurat
Dalam pertemuan itu, Gubernur NTB juga mengungkapkan wacana kerja sama dengan PT Amman terkait pemanfaatan helikopter untuk keperluan evakuasi darurat di Gunung Rinjani. Namun, rencana ini disebut masih dalam tahap kajian teknis dan legal.
“Penggunaan helikopter itu perlu pembahasan lebih lanjut, mengingat unit yang dimiliki PT Amman tidak sepenuhnya didesain untuk keperluan evakuasi,” jelasnya.
Usulan Rebranding dari Trekking ke Mountaineering
Sementara itu, Disyon Toba memberikan masukan penting terkait perubahan branding wisata Rinjani. Ia mengusulkan agar narasi pendakian Gunung Rinjani bergeser dari istilah trekking ke mountaineering. Menurutnya, hal ini krusial agar pendaki, terutama wisatawan mancanegara, memahami medan dan persiapan yang diperlukan.
“Perbedaan pemahaman kata tersebut dapat berdampak besar terhadap keselamatan dan kesiapan pendaki,” kata Disyon.
Ia juga menekankan perlunya pembekalan keterampilan teknis dasar bagi para pemandu lokal agar standar keselamatan naik kelas sesuai dengan destinasi gunung berkarakter teknis seperti Rinjani.
Dorongan Pembentukan Tim Evakuasi Internal di TNGR
Dalam kesempatan yang sama, Harry Suliztiarto menyoroti belum adanya tim evakuasi internal khusus di Taman Nasional Gunung Rinjani (TNGR). Menurutnya, selama ini penanganan evakuasi darurat masih sangat bergantung pada tim SAR eksternal yang memiliki beban tugas cukup berat.
“Kami juga mengusulkan agar di beberapa jalur pendakian dipasang alat bantu keselamatan, seperti tali pengaman, untuk mempermudah dan melindungi para pendaki,” ujarnya.
Harry menilai perlunya keterlibatan aktif pihak TNGR dalam membentuk unit evakuasi yang memiliki pelatihan reguler dan bersertifikasi agar upaya penyelamatan tidak terkendala jarak dan waktu.
Penataan Ulang Sistem Pendakian untuk Wisata Berkelanjutan
Langkah Gubernur NTB ini mencerminkan perhatian terhadap pentingnya keselamatan pendaki dan keberlanjutan ekosistem Gunung Rinjani sebagai salah satu ikon pariwisata unggulan daerah. Dengan dukungan kolaboratif dari berbagai pemangku kepentingan, penataan sistem pendakian Rinjani diharapkan mampu menciptakan harmoni antara pariwisata alam dan konservasi lingkungan.






