Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22 merupakan salah satu instrumen penting dalam sistem perpajakan Indonesia yang berperan dalam mengoptimalkan penerimaan negara dari sektor perdagangan barang. Jenis pajak ini tidak hanya berlaku untuk impor dan penjualan barang tertentu, tetapi juga untuk transaksi yang melibatkan pihak-pihak khusus seperti bendahara pemerintah, badan usaha, hingga pihak swasta yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan. Melalui mekanisme ini, negara dapat memastikan bahwa setiap peredaran barang yang bernilai ekonomi turut memberikan kontribusi terhadap kas negara.
Di sisi lain, pemahaman mengenai ketentuan PPh Pasal 22 sering kali masih menjadi tantangan bagi pelaku usaha. Banyak yang belum memahami siapa yang wajib memungut, bagaimana tarif ditetapkan, hingga apa saja yang termasuk dalam pengecualian. Padahal, pengetahuan yang baik tentang aturan ini sangat penting agar perusahaan tidak salah langkah dalam penghitungan, penyetoran, dan pelaporan pajak.
Apa Itu PPh Pasal 22?
Secara sederhana, PPh Pasal 22 adalah pajak yang dipungut oleh pihak tertentu, baik instansi pemerintah maupun badan usaha, atas transaksi pembelian atau penjualan barang yang memiliki nilai ekonomi. Pajak ini bertujuan untuk memperkuat kepatuhan pajak di sektor perdagangan barang, termasuk kegiatan impor, produksi, dan penjualan barang-barang tertentu, khususnya yang tergolong mewah. Pemungutan dilakukan oleh pihak yang ditunjuk langsung oleh Menteri Keuangan, dengan mekanisme dan tarif yang berbeda-beda sesuai jenis transaksi.
PPh Pasal 22 juga berfungsi sebagai sistem kontrol agar setiap kegiatan ekonomi dapat terpantau oleh pemerintah. Dengan demikian, negara dapat menekan potensi penghindaran pajak dan meningkatkan transparansi dalam arus barang dan uang di berbagai sektor usaha.
1. Pihak yang Ditunjuk sebagai Pemungut PPh Pasal 22
Menteri Keuangan memiliki kewenangan untuk menunjuk berbagai pihak sebagai pemungut pajak dalam penerapan PPh Pasal 22. Pihak-pihak tersebut dibedakan berdasarkan jenis kegiatan dan tanggung jawabnya dalam transaksi barang.
a. Bendahara Pemerintah dan Kuasa Pengguna Anggaran (KPA)
Bendahara pemerintah di tingkat pusat maupun daerah, termasuk pejabat yang menjalankan fungsi yang sama, wajib memungut PPh Pasal 22 atas setiap pembayaran yang dilakukan kepada pihak ketiga. Hal ini berlaku untuk pembelian barang yang dibiayai oleh APBN atau APBD, baik menggunakan mekanisme uang persediaan (UP) maupun pembayaran langsung (LS).
b. Badan-Badan Tertentu di Bidang Impor dan Usaha Lain
Termasuk di dalamnya badan pemerintah maupun swasta yang melakukan kegiatan impor atau produksi barang tertentu. Misalnya, industri otomotif, semen, kertas, baja, hingga farmasi. Mereka wajib memungut PPh Pasal 22 atas transaksi penjualan hasil produksinya kepada distributor atau pihak lain di dalam negeri.
c. Wajib Pajak Badan atas Penjualan Barang Mewah
Badan usaha tertentu juga memiliki kewajiban memungut pajak atas penjualan barang yang tergolong sangat mewah. Kategori ini meliputi rumah dan apartemen mewah, kendaraan bermotor bernilai tinggi, kapal pesiar, hingga pesawat pribadi dengan nilai tertentu sebagaimana diatur dalam peraturan Menteri Keuangan.
d. Pihak Lain yang Ditunjuk oleh Menteri Keuangan
Selain pihak-pihak di atas, Menteri Keuangan dapat menunjuk entitas lain untuk melakukan pemungutan pajak, seperti marketplace pengadaan barang dan jasa pemerintah serta pelaku usaha di sektor emas, baik perhiasan maupun batangan. Ketentuan ini diatur dalam PMK-58/PMK.03/2022 dan PMK-48/PMK.03/2023.






