Apa Itu PPh Pasal 22? Kenali Jenis, Tarif, dan Pihak Pemungut Resmi

Apa Itu PPh Pasal 22? Kenali Jenis, Tarif, dan Pihak Pemungut Resmi
Apa Itu PPh Pasal 22? Kenali Jenis, Tarif, dan Pihak Pemungut Resmi : Foto oleh Ache Dipro di Unsplash

2. Tarif PPh Pasal 22 Berdasarkan Jenis Transaksi

Besarnya tarif PPh Pasal 22 sangat bervariasi tergantung pada jenis kegiatan atau transaksi yang dilakukan. Berikut penjelasan umum yang perlu diketahui oleh wajib pajak:

a. Impor Barang

  • Menggunakan Angka Pengenal Importir (API): 2,5% dari nilai impor

  • Tanpa API (non-API): 7,5% dari nilai impor

  • Barang tidak dikuasai: 7,5% dari harga jual lelang
    Nilai impor dihitung berdasarkan harga Cost, Insurance, and Freight (CIF) ditambah Bea Masuk serta pungutan lainnya.

b. Pembelian oleh Pemerintah dan BUMN/BUMD
Untuk pembelian barang yang dilakukan oleh bendahara pemerintah, KPA, atau BUMN/BUMD, tarif PPh Pasal 22 ditetapkan sebesar 1,5% dari harga pembelian sebelum PPN. Pajak ini bersifat tidak final, artinya dapat diperhitungkan kembali dalam SPT Tahunan.

c. Penjualan Hasil Produksi Industri

  • Kertas: 0,1% dari Dasar Pengenaan Pajak (DPP) PPN

  • Semen: 0,25% dari DPP PPN

  • Baja: 0,3% dari DPP PPN

  • Otomotif: 0,45% dari DPP PPN

d. Penjualan Barang Mewah

  • Pesawat udara pribadi di atas Rp 20 miliar

  • Kapal pesiar di atas Rp 10 miliar

  • Rumah dan apartemen mewah di atas Rp 10 miliar

  • Mobil dengan harga jual di atas Rp 5 miliar dan kapasitas mesin lebih dari 3000 cc
    Untuk kategori ini, tarif pajak mencapai 5% dari harga jual sebelum PPN dan PPnBM.

e. Pembelian Bahan untuk Industri atau Ekspor
Atas pembelian bahan dari pedagang pengumpul untuk keperluan industri atau ekspor dikenakan tarif 0,25% dari harga pembelian (tidak termasuk PPN).

f. Transaksi Emas
Baik emas perhiasan maupun emas batangan dikenakan PPh Pasal 22 sebesar 0,25% dari harga jual sesuai ketentuan terbaru dalam PMK-48/PMK.03/2023.

Wajib pajak yang tidak memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) akan dikenakan tarif lebih tinggi, yaitu 100% di atas tarif normal. Kebijakan ini bertujuan untuk mendorong wajib pajak agar mendaftarkan diri secara resmi dan taat administrasi pajak.

3. Pengecualian dari Pemungutan PPh Pasal 22

Tidak semua transaksi dikenakan pemungutan PPh Pasal 22. Pemerintah memberikan beberapa pengecualian agar kebijakan ini tidak membebani kegiatan ekonomi tertentu. Beberapa di antaranya adalah:

  • Impor barang yang dibebaskan dari Bea Masuk atau PPN.

  • Impor sementara yang dimaksudkan untuk diekspor kembali.

  • Pembayaran dengan nilai kecil di bawah Rp 2.000.000 oleh instansi pemerintah, selama tidak dipecah-pecah.

  • Pembelian bahan bakar minyak, gas, pelumas, air, dan listrik.

  • Pembayaran dengan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS).

  • Transaksi dengan pihak yang memiliki Surat Keterangan Bebas (SKB) dari Direktorat Jenderal Pajak.

Untuk transaksi impor tertentu yang dibebaskan dari pungutan pajak, pengecualian harus dibuktikan dengan Surat Keterangan Bebas PPh Pasal 22. Namun, untuk kategori seperti impor sementara atau pembelian bahan bakar, pembebasan berlaku otomatis tanpa SKB.

4. Waktu Terutang dan Tata Cara Penyetoran

PPh Pasal 22 terutang pada saat terjadinya transaksi, tergantung pada jenis kegiatan. Untuk kegiatan impor, pajak ini terutang dan harus dilunasi bersamaan dengan pembayaran Bea Masuk. Sedangkan untuk transaksi pembelian oleh pemerintah atau BUMN, pemungutan dilakukan pada saat pembayaran kepada pihak ketiga.

Penyetoran dilakukan ke kas negara melalui bank persepsi atau Kantor Pos dengan menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP). Dokumen SSP ini berfungsi sebagai bukti pemungutan sekaligus dasar pelaporan bagi pihak yang dipungut pajak. Selain itu, seluruh pemungutan PPh Pasal 22 wajib dilaporkan melalui aplikasi e-Bupot Unifikasi yang telah disediakan oleh Direktorat Jenderal Pajak.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *