Terjebak di Kelas Menengah! Kenapa Hidup Makin Sulit?

Terjebak di Kelas Menengah! Kenapa Hidup Makin Sulit?
Terjebak di Kelas Menengah! Kenapa Hidup Makin Sulit? (www.freepik.com)

lombokprime.com – Mungkin kamu pernah mendengar istilah “kelas menengah” dan membayangkan kehidupan yang cukup stabil, bisa memenuhi kebutuhan dasar, bahkan sesekali menikmati hiburan. Namun, kenyataannya, banyak dari kita yang merasa berada di posisi ini justru kesulitan untuk melangkah lebih jauh. Ibaratnya, sudah keluar dari garis kemiskinan, tapi untuk mencapai level yang lebih sejahtera terasa seperti mendaki gunung tanpa henti. Apa sebenarnya yang membuat kelas menengah ini seolah “terjebak”? Mari kita telaah lebih dalam.

1. Stagnasi Pendapatan di Tengah Lonjakan Biaya Hidup

Salah satu alasan utama mengapa kelas menengah sulit naik kelas adalah adanya ketidakseimbangan antara pertumbuhan pendapatan dan peningkatan biaya hidup. Dalam beberapa dekade terakhir, terutama di negara-negara berkembang, kita sering melihat pertumbuhan ekonomi yang signifikan. Namun, sayangnya, pertumbuhan ini tidak selalu diikuti oleh peningkatan pendapatan yang proporsional bagi kelas menengah.

Data dan Fakta: Menurut laporan Bank Dunia tahun 2023, meskipun jumlah masyarakat kelas menengah global terus bertambah, proporsi pendapatan kelas menengah terhadap total pendapatan nasional di banyak negara justru mengalami penurunan. Di Indonesia sendiri, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat adanya peningkatan pengeluaran per kapita masyarakat, terutama untuk kebutuhan pokok dan pendidikan, yang seringkali tidak sejalan dengan kenaikan upah riil.

Bayangkan saja, gaji mungkin naik sedikit setiap tahun, tapi harga kebutuhan sehari-hari, biaya pendidikan anak, tagihan kesehatan, dan cicilan rumah juga ikut merangkak naik, bahkan terkadang lebih cepat. Alhasil, meskipun terlihat ada peningkatan pendapatan secara nominal, daya beli kita justru stagnan atau bahkan menurun. Uang yang seharusnya bisa ditabung atau diinvestasikan untuk masa depan, akhirnya habis untuk menutupi kebutuhan yang semakin mahal.

2. Beban Utang yang Semakin Mengikat

Gaya hidup modern seringkali mendorong kita untuk mengonsumsi lebih banyak, bahkan melebihi kemampuan finansial. Tawaran kartu kredit, pinjaman online, dan berbagai macam cicilan seolah menjadi jalan pintas untuk mendapatkan apa yang kita inginkan. Namun, tanpa pengelolaan keuangan yang bijak, utang bisa menjadi beban yang sangat memberatkan, terutama bagi kelas menengah.

Data dan Fakta: Survei dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menunjukkan bahwa tingkat literasi keuangan masyarakat Indonesia masih relatif rendah. Hal ini membuat banyak orang, termasuk dari kalangan kelas menengah, rentan terhadap praktik pinjaman yang kurang menguntungkan dan terjebak dalam lingkaran utang. Rasio utang rumah tangga terhadap pendapatan di beberapa kota besar di Indonesia juga menunjukkan tren peningkatan.

Cicilan kendaraan, kartu kredit untuk belanja bulanan, pinjaman untuk renovasi rumah, bahkan mungkin pinjaman untuk liburan, jika tidak dikelola dengan baik, bisa menggerogoti sebagian besar pendapatan bulanan. Akibatnya, alih-alih bisa menabung atau berinvestasi, kita justru terus berkutat dengan pembayaran utang, yang semakin mempersulit upaya untuk meningkatkan status ekonomi.

3. Akses Terbatas ke Pendidikan dan Keterampilan Berkualitas

Pendidikan dan keterampilan adalah kunci untuk mendapatkan pekerjaan yang lebih baik dengan penghasilan yang lebih tinggi. Namun, bagi banyak anggota kelas menengah, akses ke pendidikan dan pelatihan berkualitas seringkali menjadi kendala. Biaya pendidikan yang terus meningkat, terutama untuk jenjang yang lebih tinggi, bisa menjadi penghalang besar.

Data dan Fakta: Data dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan menunjukkan adanya disparitas kualitas pendidikan antara wilayah perkotaan dan pedesaan, serta antara sekolah negeri dan swasta. Selain itu, biaya kuliah yang terus melonjak membuat banyak anak dari keluarga kelas menengah harus berpikir dua kali untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi.

Tanpa pendidikan dan keterampilan yang relevan dengan kebutuhan pasar kerja, sulit bagi kelas menengah untuk bersaing mendapatkan pekerjaan dengan gaji yang lebih baik. Mereka mungkin terjebak dalam pekerjaan dengan upah yang stagnan atau bahkan harus menerima pekerjaan yang tidak sesuai dengan potensi mereka. Ini tentu saja menghambat mobilitas sosial dan ekonomi.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *