Brain Rot, Ketika Ketika Hiburan Murahan Dianggap Normal

Brain Rot, Ketika Ketika Hiburan Murahan Dianggap Normal
Brain Rot, Ketika Ketika Hiburan Murahan Dianggap Normal (www.freepik.com)

Lombokprime.com – Pernahkah kamu merasa, di tengah hiruk pikuk media sosial yang serba cepat, ada tren-tren yang viral tapi kok isinya justru bikin kita geleng-geleng kepala? Ya, fenomena ini makin sering kita temui, di mana konten yang kurang berbobot, bahkan terkesan dangkal atau malah tidak masuk akal, justru booming dan seolah dinormalisasi. Inilah yang kini banyak disebut sebagai brain rot, sebuah istilah yang mungkin terdengar ekstrem, tapi sebenarnya cukup menggambarkan kondisi saat ini.

Era Informasi atau Era Kebisingan?

Kita hidup di zaman di mana informasi melimpah ruah, mudah diakses dari mana saja dan kapan saja. Sayangnya, tidak semua informasi itu berkualitas. Ibarat mencari mutiara di lautan, kadang kita harus menyelam lebih dalam dan menyaring tumpukan sampah untuk menemukan yang benar-benar berharga. Namun, yang terjadi belakangan, banyak dari kita justru terbawa arus, malah asyik bermain di antara sampah-sampah informasi yang viral, tanpa menyadari dampak jangka panjangnya.

Media Sosial: Pedang Bermata Dua

Tidak bisa dipungkiri, media sosial punya peran besar dalam penyebaran fenomena brain rot ini. Di satu sisi, ia adalah platform luar biasa untuk konektivitas, kreativitas, dan berbagi ilmu. Banyak kisah inspiratif, konten edukatif, atau bahkan gerakan sosial yang lahir dari media sosial. Namun, di sisi lain, algoritmanya yang adiktif seringkali mengutamakan engagement di atas segalanya. Konten yang memicu emosi kuat—entah itu tawa, amarah, atau rasa penasaran—cenderung lebih cepat viral, bahkan jika kualitasnya diragukan.

Bayangkan saja, sebuah video yang menampilkan aksi konyol, atau mungkin tantangan yang tidak masuk akal, bisa ditonton jutaan kali dalam hitungan jam. Sementara itu, artikel mendalam tentang isu lingkungan atau inovasi teknologi mungkin hanya mendapat perhatian secuil. Ini bukan berarti kita harus jadi serius melulu, tapi ada semacam disproporsi yang mencolok.

Apa Itu Brain Rot dan Mengapa Ini Penting?

Secara harfiah, brain rot bisa diartikan sebagai “otak yang membusuk”. Tentu saja ini bukan kondisi medis, melainkan metafora untuk menggambarkan kemerosotan kognitif yang diakibatkan oleh paparan konten-konten internet yang dangkal, tidak informatif, atau bahkan merusak. Ini bukan cuma tentang video lucu atau meme semata. Brain rot terjadi ketika kita secara pasif dan terus-menerus mengonsumsi “sampah digital” hingga akhirnya memengaruhi cara berpikir, fokus, bahkan kemampuan kita untuk memecahkan masalah.

Gejalanya bisa beragam: kesulitan mempertahankan fokus pada satu hal dalam waktu lama, mudah terdistraksi, preferensi terhadap konten yang cepat dan singkat, hingga menurunnya minat pada diskusi yang mendalam atau bacaan yang lebih kompleks. Yang paling parah, brain rot bisa membuat kita jadi apatis terhadap kebodohan yang viral, bahkan menganggapnya sebagai hal yang lumrah dan lucu.

Dari Humor Menjadi Kebodohan yang Dinormalisasi

Awalnya, banyak dari konten brain rot ini dimulai sebagai lelucon, meme, atau tantangan humoris. Tidak ada yang salah dengan humor. Kita butuh tawa untuk melepas penat. Namun, masalahnya muncul ketika batas antara humor yang cerdas dan kebodohan yang tidak lucu menjadi kabur. Ketika konten yang jelas-jelas tidak berfaedah, atau bahkan berpotensi merugikan, justru dianggap “keren” atau “unik” hanya karena viral.

Ambil contoh tren challenge ekstrem yang membahayakan diri sendiri, atau konten yang menyebarkan informasi keliru demi popularitas semata. Yang mengkhawatirkan adalah ketika audiens, terutama generasi muda, mulai berpikir bahwa untuk menjadi relevan atau menarik, mereka harus meniru hal-hal yang viral tersebut, tanpa mempertimbangkan kualitas atau dampaknya. Ini menciptakan lingkaran setan: semakin banyak konten dangkal yang viral, semakin banyak yang terinspirasi untuk membuat konten serupa, dan seterusnya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *