Filter dan Persona Digital
Gen Z juga tumbuh dengan kemampuan untuk menciptakan persona yang berbeda di platform yang berbeda. Mereka bisa menjadi satu sosok di TikTok, dan sosok lain di Instagram. Ini bisa menyebabkan inkonsistensi dalam perilaku dan komunikasi mereka, yang kadang membingungkan bagi orang di luar lingkaran mereka. Saat filter digital ini diterapkan dalam interaksi tatap muka, terkadang bisa muncul kesan kurangnya empati atau ekspresi yang kurang terpoles, yang lagi-lagi bisa disalahartikan.
Perbedaan dalam Hierarki dan Otoritas
Salah satu area di mana perbedaan Gen Z paling menonjol adalah dalam interaksi mereka dengan hierarki dan figur otoritas.
Menantang Norma Tradisional
Gen Z cenderung lebih skeptis terhadap otoritas dan hierarki tradisional. Mereka tumbuh di era di mana informasi mudah diakses, dan mereka terbiasa untuk mencari tahu sendiri daripada hanya menerima apa yang dikatakan oleh figur otoritas. Mereka tidak segan untuk mempertanyakan keputusan atau kebijakan jika mereka merasa ada yang tidak adil atau tidak logis. Ini bukan berarti mereka tidak menghormati, tapi lebih kepada keinginan untuk memahami dan berpartisipasi, yang terkadang bisa diinterpretasikan sebagai penolakan atau “pembangkangan” oleh generasi yang lebih tua.
Mementingkan Keadilan dan Inklusivitas
Generasi ini sangat peduli dengan keadilan sosial, kesetaraan, dan inklusivitas. Mereka vokal dalam menyuarakan isu-isu ini dan tidak segan untuk mengkritik struktur atau praktik yang mereka anggap tidak adil. Ketika mereka melihat ketidakadilan, mereka cenderung bereaksi dengan cepat dan tegas, yang bisa tampak seperti kemarahan atau kekasaran. Namun, bagi mereka, ini adalah bentuk advokasi dan upaya untuk menciptakan dunia yang lebih baik.
Empati dan Solusi: Bagaimana Kita Bisa Saling Memahami?
Melihat fenomena “Gen Z terlihat kasar” ini, penting untuk diingat bahwa setiap generasi memiliki tantangan dan keunikannya sendiri. Daripada langsung menghakimi, mari coba memahami dari sudut pandang yang berbeda.
Komunikasi Terbuka dan Saling Belajar
Penting bagi semua generasi untuk terlibat dalam komunikasi terbuka. Jika Anda merasa perilaku Gen Z kurang tepat, cobalah untuk menyampaikannya dengan tenang dan menjelaskan perspektif Anda. Alih-alih mengatakan “Kamu kasar!”, cobalah “Saya merasa sedikit tidak nyaman ketika kamu mengatakan itu seperti itu. Bisakah kamu menjelaskan apa maksudmu?”. Ini membuka ruang untuk dialog dan saling pengertian.
Mengakui Pentingnya Batasan
Bagi Gen Z, penting untuk menyadari bahwa tidak semua orang memiliki pemahaman yang sama tentang batasan. Meskipun menjaga batasan itu penting, cara menyampaikannya juga krusial. Belajar untuk mengkomunikasikan batasan dengan cara yang lebih lembut namun tetap tegas bisa membantu menghindari kesalahpahaman. Misalnya, daripada langsung menolak, bisa dengan mengatakan “Terima kasih atas tawarannya, tapi saya sedang fokus pada hal lain saat ini” atau “Saya perlu waktu untuk memikirkannya”.
Membangun Jembatan Antar Generasi
Generasi yang lebih tua juga bisa belajar dari Gen Z tentang pentingnya kesejahteraan mental dan menetapkan batasan. Di sisi lain, Gen Z bisa belajar dari generasi sebelumnya tentang seni berkomunikasi dengan nuansa, empati, dan kesabaran. Masing-masing generasi memiliki kekuatan yang bisa saling melengkapi.
Menjaga Batasan di Lingkungan Kerja
Dalam konteks profesional, perbedaan ini seringkali paling terasa. Gen Z di tempat kerja cenderung lebih vokal tentang keseimbangan kehidupan kerja (work-life balance) dan tidak segan untuk menolak lembur jika itu mengganggu waktu pribadi mereka. Mereka mungkin juga lebih langsung dalam memberikan umpan balik kepada atasan atau rekan kerja.






