Gengsi Punya Rumah Sudah Mati? Ini Alasannya!

Gengsi Punya Rumah Sudah Mati? Ini Alasannya!
Gengsi Punya Rumah Sudah Mati? Ini Alasannya! (www.freepik.com)

lombokprime.com – Apakah memiliki rumah masih menjadi tolok ukur kesuksesan? Bagi sebagian besar generasi muda saat ini, pertanyaan ini mungkin menghasilkan jawaban yang jauh berbeda dari generasi sebelumnya. Dulu, rumah adalah simbol kemapanan, puncak dari sebuah perjalanan finansial, dan investasi masa depan yang tak tergantikan. Namun kini, banyak anak muda justru melihat kepemilikan rumah sebagai beban, sebuah warisan yang diberikan orang tua, atau bahkan sekadar impian yang tak lagi relevan di tengah dinamika ekonomi dan sosial yang terus berubah. Fenomena ini bukan tanpa alasan, dan ada banyak faktor yang berkontribusi pada pergeseran pandangan ini.

Pergeseran Prioritas dan Gaya Hidup

Generasi milenial dan Gen Z tumbuh di era digital yang serba cepat, dengan akses informasi yang tak terbatas dan peluang karier yang lebih fleksibel. Prioritas hidup mereka pun bergeser. Stabilitas finansial memang penting, tetapi bukan berarti harus terikat pada satu aset fisik yang besar. Pengalaman, kebebasan, dan fleksibilitas seringkali ditempatkan di atas kepemilikan aset jangka panjang.

Eksplorasi Diri dan Mobilitas

Bagi banyak anak muda, masa kini adalah waktu untuk menjelajahi dunia, meniti karier di berbagai kota atau bahkan negara, dan mencari jati diri tanpa terbebani oleh komitmen besar. Memiliki rumah seringkali dianggap sebagai penghalang mobilitas. Bayangkan jika kamu punya kesempatan kerja impian di kota lain, atau bahkan di luar negeri, tapi terikat cicilan KPR dan harus mengurus properti. Tentu saja, ini bisa jadi dilema besar. Sewa menjadi pilihan yang jauh lebih praktis dan memungkinkan mereka untuk beradaptasi dengan cepat terhadap perubahan hidup dan karier.

Fleksibilitas Keuangan dan Gaya Hidup Minimalis

Selain itu, gaya hidup minimalis juga semakin diminati. Banyak anak muda yang menyadari bahwa kebahagiaan tidak selalu berbanding lurus dengan kepemilikan barang. Mereka cenderung memilih untuk menghabiskan uang untuk pengalaman, pendidikan, atau investasi yang lebih cair, daripada mengikatnya dalam properti yang nilainya bisa naik turun dan membutuhkan biaya perawatan tak sedikit. Kebebasan finansial bukan berarti punya banyak aset, tapi lebih kepada kemampuan untuk mengelola keuangan agar bisa melakukan apa yang diinginkan.

Realitas Ekonomi yang Mencekik

Selain pergeseran prioritas, realitas ekonomi juga menjadi faktor penentu mengapa impian memiliki rumah semakin pudar di kalangan generasi muda. Harga properti yang terus meroket, kenaikan gaji yang stagnan, dan biaya hidup yang terus meningkat, membuat rumah terasa seperti kemewahan yang tak terjangkau.

Harga Properti yang Tidak Realistis

Coba bayangkan, berapa rata-rata harga rumah di kota-kota besar saat ini? Angkanya bisa membuat mata terbelalak. Sementara itu, kenaikan gaji tidak selalu seiring dengan kenaikan harga properti. Dibutuhkan waktu bertahun-tahun, bahkan puluhan tahun, untuk bisa mengumpulkan down payment (uang muka) yang cukup, belum lagi cicilan bulanan yang bisa menghabiskan lebih dari sepertiga penghasilan. Ini menciptakan jurang yang sangat lebar antara kemampuan finansial generasi muda dan harga pasar properti. Keterjangkauan rumah menjadi masalah serius.

Sulitnya Mendapatkan Pinjaman dan Tingkat Suku Bunga

Meskipun sudah punya penghasilan, proses mendapatkan Kredit Pemilikan Rumah (KPR) juga tidak mudah. Persyaratan yang ketat, riwayat kredit yang harus sempurna, dan tingkat suku bunga yang fluktuatif, bisa menjadi tembok penghalang bagi banyak anak muda. Mereka seringkali baru mulai membangun riwayat kredit atau belum memiliki penghasilan yang dianggap cukup stabil oleh bank. Alhasil, niat baik untuk memiliki rumah seringkali kandas di tengah jalan karena proses birokrasi yang rumit dan tuntutan finansial yang berat.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *