- Dengarkan Secara Aktif: Ini berarti tidak hanya mendengar kata-kata, tetapi juga memahami emosi di baliknya. Coba parafrasekan apa yang dikatakan pasangan untuk memastikan Anda benar-benar mengerti, seperti, “Jadi, kalau saya tidak salah tangkap, kamu merasa…”
- Hindari Interupsi: Biarkan pasangan menyelesaikan ucapannya. Interupsi hanya akan memperparah ketegangan dan membuat pasangan merasa tidak didengarkan.
- Validasi Perasaan: Anda tidak perlu setuju dengan pendapat pasangan, tetapi Anda bisa memvalidasi perasaannya. Misalnya, “Saya bisa mengerti kalau kamu merasa kesal karena…” Ini menunjukkan empati dan mengurangi defensif.
Kendalikan Emosi Anda Sebelum Berbicara
Ketika emosi memuncak, sangat mudah untuk mengucapkan kata-kata yang menyakitkan atau membuat keputusan yang disesali. Belajar mengelola emosi adalah salah satu keterampilan terpenting dalam mengelola konflik.
- Ambil Jeda (Time-Out): Jika Anda merasa terlalu emosional, tidak ada salahnya meminta jeda. Katakan, “Saya rasa kita perlu istirahat sebentar. Saya akan kembali dalam 15 menit untuk melanjutkan pembicaraan ini.” Gunakan waktu ini untuk menenangkan diri, bernapas dalam-dalam, atau menjernihkan pikiran.
- Identifikasi Pemicu Emosi Anda: Apakah ada kata-kata atau tindakan tertentu yang selalu membuat Anda marah atau frustrasi? Mengenali pemicu ini membantu Anda untuk lebih siap menghadapinya di masa depan.
- Latih Teknik Relaksasi: Pernapasan dalam, meditasi singkat, atau bahkan berjalan-jalan sebentar bisa membantu menenangkan sistem saraf Anda.
Gunakan Pernyataan “Aku” (I-Statements)
Alih-alih menggunakan pernyataan “kamu” yang cenderung menyalahkan (misalnya, “Kamu selalu…” atau “Kamu tidak pernah…”), gunakan pernyataan “aku” untuk mengungkapkan perasaan dan kebutuhan Anda.
- Contoh: Daripada mengatakan, “Kamu tidak pernah membantuku di rumah!”, coba katakan, “Aku merasa kewalahan dan butuh bantuanmu ketika…”
- Struktur Pernyataan “Aku”: “Aku merasa [emosi] ketika [situasi] karena [alasan]. Aku butuh/berharap [kebutuhan/harapan].” Ini lebih konstruktif dan mengurangi defensif pada pasangan.
Fokus pada Masalah, Bukan pada Pribadi
Saat bertengkar, sangat mudah untuk menyerang karakter atau kepribadian pasangan. Ingatlah bahwa tujuan Anda adalah menyelesaikan masalah, bukan menyakiti hati pasangan.
- Hindari “Terkadang” dan “Selalu”: Kata-kata ini jarang akurat dan cenderung membuat pasangan merasa diserang secara personal.
- Jaga Batasan: Tetaplah pada topik yang sedang diperdebatkan. Jangan membawa-bawa masalah lama yang sudah diselesaikan atau membuat daftar keluhan yang tidak relevan.
- Ingat Tujuan Bersama: Anda berdua berada dalam tim yang sama. Tujuan Anda adalah mencari solusi yang menguntungkan kedua belah pihak.
Cari Solusi Bersama dan Kompromi
Konflik yang sehat tidak berakhir dengan satu pihak menang dan pihak lain kalah. Sebaliknya, itu berakhir dengan pemahaman bersama dan solusi yang bisa diterima oleh kedua belah pihak.
- Brainstorming Solusi: Setelah masing-masing pihak mengungkapkan perasaannya, ajak pasangan untuk mencari solusi bersama. Ajak dia untuk berpendapat dan beri apresiasi setiap usulan yang dia berikan.
- Bersikap Fleksibel: Tidak selalu mudah untuk mendapatkan semua yang Anda inginkan. Siap untuk berkompromi dan menemukan jalan tengah.
- Tetapkan Komitmen: Setelah mencapai kesepakatan, pastikan untuk menetapkan langkah-langkah konkret dan komitmen untuk menerapkannya. Misalnya, “Oke, jadi mulai sekarang kita akan membagi tugas belanja bahan makanan. Aku akan berbelanja di hari Senin, dan kamu di hari Kamis. Setuju?”
Lakukan Evaluasi Setelah Konflik (Debriefing)
Setelah konflik mereda, luangkan waktu untuk melakukan “debriefing” atau evaluasi bersama. Ini adalah kesempatan untuk belajar dari pengalaman dan memperkuat hubungan.






