lombokprime.com – Pernikahan adalah sebuah perjalanan panjang yang indah, penuh suka dan duka. Namun, tak jarang, cinta dalam rumah tangga bisa layu perlahan tanpa disadari, bukan karena konflik besar, melainkan akibat kebiasaan-kebiasaan kecil yang seringkali dianggap remeh. Mungkin terlihat biasa, tapi sebenarnya kebiasaan ini bisa jadi racun tak kasat mata yang perlahan-lahan mengikis kehangatan dan keintiman antara suami dan istri. Mari kita bedah lebih dalam, apa saja kebiasaan “biasa” yang ternyata bisa mematikan cinta ini.
Ketika “Biasa Saja” Menjadi Racun Hubungan
Setiap pasangan pasti ingin pernikahannya langgeng dan harmonis. Kita seringkali fokus pada masalah-masalah besar seperti perselingkuhan atau masalah finansial sebagai ancaman utama. Padahal, ada ancaman yang jauh lebih halus, yang bersembunyi dalam rutinitas sehari-hari, dalam interaksi kecil yang seringkali kita abaikan. Kebiasaan-kebiasaan ini, jika terus dibiarkan, bisa menciptakan jurang emosional yang semakin lebar, mengubah hubungan yang tadinya penuh gairah menjadi hambar dan tanpa makna.
1. Meremehkan Perasaan dan Keluhan Istri
Salah satu kebiasaan paling merusak adalah meremehkan atau mengabaikan perasaan istri. Ketika istri mencoba berbagi kekhawatiran, keluh kesah, atau bahkan sekadar cerita tentang harinya, reaksi yang sering muncul dari suami adalah “Ah, cuma gitu aja,” “Kamu terlalu sensitif,” atau bahkan mengalihkan pembicaraan. Ini bukan sekadar tidak mendengarkan; ini adalah bentuk penolakan terhadap pengalaman emosional istri.
Bayangkan saja, istri yang dengan berani membuka diri, berharap mendapatkan dukungan atau setidaknya pendengar yang simpati, justru dihadapkan pada respons dingin atau minim empati. Lama kelamaan, istri akan merasa tidak didengarkan, tidak dihargai, dan akhirnya memilih untuk menutup diri. Komunikasi pun menjadi buntu, dan rasa kesepian mulai menyelimuti, meskipun mereka tidur di ranjang yang sama. Padahal, yang dibutuhkan hanyalah validasi dan sedikit pengertian.
2. Menganggap Enteng Tugas Rumah Tangga dan Pengorbanan Istri
Pekerjaan rumah tangga seringkali dianggap sebagai domain istri, dan segala upaya serta pengorbanan yang dilakukan istri dalam mengurus rumah dan anak seringkali tidak diapresiasi. Suami mungkin berpikir, “Ah, istri kan di rumah saja,” atau “Itu memang tugasnya.” Padahal, mengurus rumah, mengasuh anak, dan mengelola segala tetek bengek kebutuhan keluarga adalah pekerjaan full-time yang melelahkan dan seringkali tanpa henti.
Ketika suami jarang menawarkan bantuan, tidak menunjukkan rasa terima kasih, atau bahkan mengeluh jika ada yang kurang sempurna, istri bisa merasa seperti seorang pembantu tanpa upah, bukan pasangan hidup. Kurangnya apresiasi terhadap kontribusi istri ini bisa memicu rasa lelah fisik dan emosional, yang pada akhirnya memadamkan semangat istri untuk terus berkorban dan mencintai dengan sepenuh hati. Mengapa tidak mencoba sekali-kali mencuci piring atau menemani anak bermain agar istri bisa beristirahat? Sentuhan kecil ini bisa berarti dunia.
3. Prioritas yang Bergeser: Pekerjaan atau Hobi di Atas Segalanya
Di era modern ini, tekanan hidup memang seringkali membuat kita harus bekerja keras. Namun, ketika pekerjaan, hobi, atau bahkan pertemanan selalu menjadi prioritas utama di atas waktu dan perhatian untuk istri, ini bisa menjadi masalah serius. Pulang kerja larut malam, menghabiskan akhir pekan dengan teman atau hobi tanpa melibatkan istri, atau terus-menerus terpaku pada gadget bahkan saat sedang bersama, adalah tanda-tanda prioritas yang salah.
Istri mungkin memahami tuntutan pekerjaan, tetapi ketika hal itu terus-menerus menggerus waktu berkualitas bersama, ia akan merasa tidak penting, tidak dihargai, dan bahkan diabaikan. Keintiman emosional dan fisik pun akan memudar seiring berjalannya waktu. Padahal, pernikahan butuh disiram perhatian layaknya tanaman. Sedikit waktu berkualitas, seperti makan malam berdua tanpa gangguan, atau sekadar berbincang ringan sebelum tidur, bisa menjadi pupuk yang menjaga cinta tetap subur.






