7. Selalu Mengalah dan Mengalah
Dalam sebuah hubungan, kompromi memang penting. Namun, ekspektasi bahwa istri harus selalu mengalah dan mengalah demi menjaga keharmonisan adalah tidak adil. Suara dan pendapat istri juga perlu didengarkan dan dihargai. Hubungan yang sehat adalah tentang saling menghormati dan mencari solusi bersama yang menguntungkan kedua belah pihak.
8. Menjadi Penjaga Keharmonisan Keluarga
Tanggung jawab untuk menjaga keharmonisan keluarga seharusnya dipikul bersama. Istri tidak seharusnya merasa tertekan untuk selalu menjadi “malaikat” yang mencegah semua konflik dan menjaga semua orang bahagia. Suami juga perlu berperan aktif dalam menciptakan suasana yang positif dan saling mendukung dalam keluarga.
9. Mengelola Hubungan dengan Keluarga Besar Sendirian
Menjaga hubungan baik dengan keluarga besar, baik dari pihak istri maupun suami, adalah penting. Namun, sering kali istri dianggap sebagai pihak yang paling bertanggung jawab untuk hal ini. Suami juga perlu memiliki inisiatif untuk membangun dan memelihara hubungan baik dengan keluarga besar, termasuk keluarga istri.
10. Menanggung Beban Finansial Sendirian (Jika Bekerja)
Jika istri juga bekerja dan berkontribusi secara finansial, maka beban finansial keluarga seharusnya menjadi tanggung jawab bersama. Tidak adil jika istri diharapkan untuk menanggung sebagian besar atau seluruh biaya rumah tangga sementara suami tidak berkontribusi sesuai kemampuannya. Transparansi dan komunikasi yang baik tentang keuangan keluarga sangat penting.
Beban Sosial dan Pribadi yang Terabaikan
Selain beban rumah tangga dan emosional, istri juga sering kali mengorbankan kehidupan sosial dan pribadi mereka demi keluarga.
11. Mengorbankan Karir dan Ambisi Pribadi
Dalam beberapa kasus, istri mungkin merasa tertekan untuk mengorbankan karir atau ambisi pribadi mereka demi keluarga. Padahal, pernikahan yang sehat adalah tentang saling mendukung impian dan tujuan masing-masing. Suami perlu mendukung karir istri dan mencari cara agar keduanya bisa mencapai potensi maksimal mereka. Menurut data dari McKinsey & Company, perusahaan dengan keragaman gender yang lebih tinggi di tingkat eksekutif cenderung memiliki kinerja keuangan yang lebih baik. Ini menunjukkan bahwa mendukung wanita dalam karir mereka tidak hanya bermanfaat bagi individu tetapi juga bagi masyarakat secara keseluruhan.
12. Kehilangan Waktu untuk Diri Sendiri
Setiap orang membutuhkan waktu untuk diri sendiri (me time) untuk mengisi ulang energi dan menjaga kesehatan mental. Istri tidak seharusnya merasa bersalah atau egois jika ingin memiliki waktu untuk melakukan hobi, bertemu teman, atau sekadar bersantai. Suami perlu mendukung dan memfasilitasi istri untuk memiliki waktu ini.
13. Selalu Tampil Sempurna
Tekanan sosial sering kali menuntut istri untuk selalu tampil sempurna, baik secara fisik maupun dalam peran mereka sebagai ibu dan istri. Ekspektasi yang tidak realistis ini bisa sangat membebani. Suami perlu menerima dan mencintai istri apa adanya, tanpa menuntut kesempurnaan.
14. Menjadi Satu-satunya Perencana Acara Sosial Keluarga
Merencanakan acara keluarga, seperti liburan, reuni, atau perayaan lainnya, sering kali menjadi tugas istri. Padahal, ini bisa menjadi kegiatan yang menyenangkan jika dilakukan bersama. Suami bisa ikut berpartisipasi dalam memberikan ide, melakukan riset, dan mengatur detail acara.
15. Merasa Bersalah Saat Memprioritaskan Diri Sendiri
Istri sering kali merasa bersalah jika memprioritaskan kebutuhan atau keinginan mereka sendiri. Mereka mungkin merasa egois jika meluangkan waktu untuk diri sendiri atau mengejar impian mereka. Suami perlu meyakinkan istri bahwa merawat diri sendiri dan mengejar kebahagiaan pribadi adalah hal yang penting dan tidak egois. Pasangan yang bahagia dan terpenuhi secara individu akan mampu memberikan yang terbaik untuk hubungan mereka.






