Lebih Baik Pisah daripada Pura-Pura Bahagia Demi Anak?

Lebih Baik Pisah daripada Pura-Pura Bahagia Demi Anak?
Lebih Baik Pisah daripada Pura-Pura Bahagia Demi Anak? Lebih Baik Pisah daripada Pura-Pura Bahagia Demi Anak? (www.freepik.com)

lombokprime.com – Setiap pasangan yang menikah pasti mendambakan kisah cinta abadi, layaknya di negeri dongeng. Namun, realitanya, cinta bisa saja habis di tengah jalan. Perasaan berbunga-bunga di awal pernikahan mungkin memudar, digantikan oleh rutinitas, perbedaan yang tak kunjung menemukan titik temu, atau bahkan konflik berkepanjangan. Lalu, bagaimana jika ada anak? Seringkali, buah hati menjadi alasan utama mengapa banyak pasangan memilih untuk bertahan. Mereka adalah jembatan yang seolah-olah mengikat dua hati yang mulai merenggang. Tapi, benarkah hanya karena anak kita harus bertahan dalam pernikahan yang hambar?

Memang, tak bisa dimungkiri, kehadiran anak membawa dimensi baru dalam sebuah hubungan. Perasaan ingin memberikan yang terbaik bagi mereka, memastikan tumbuh kembang mereka berjalan optimal, dan menjaga stabilitas lingkungan keluarga menjadi prioritas. Niat tulus ini seringkali menjadi jangkar kuat yang menahan badai prahara rumah tangga. Namun, mari kita telaah lebih dalam: apakah itu sehat, baik untuk diri sendiri, pasangan, maupun anak-anak, jika satu-satunya alasan untuk bertahan adalah “kasihan anak”?

Ketika “Demi Anak” Menjadi Mantra

Berapa banyak dari kita yang pernah mendengar kalimat “Aku bertahan demi anak-anak”? Ini adalah frasa yang sangat umum, seringkali diucapkan dengan nada pasrah, namun juga menyimpan beban harapan yang besar. Tidak ada yang salah dengan keinginan untuk melindungi anak dari dampak perpisahan orang tua. Justru, ini menunjukkan naluri orang tua yang kuat untuk menjaga buah hati mereka.

Namun, yang perlu kita cermati adalah: apakah alasan “demi anak” ini benar-benar membawa kebaikan bagi semua pihak? Jika pernikahan yang bertahan hanya karena alasan ini dipenuhi dengan ketegangan, argumen tak berkesudahan, atau bahkan minimnya interaksi positif, dampaknya bisa jadi lebih merusak daripada perpisahan itu sendiri. Anak-anak, meskipun terkadang terlihat tidak mengerti, adalah pengamat yang ulung. Mereka bisa merasakan atmosfer di rumah. Mereka bisa menangkap sinyal-sinyal emosional, baik itu kebahagiaan, kesedihan, atau ketegangan yang tersembunyi.

Tanggung Jawab Melampaui Sekadar Perasaan

Inilah poin krusialnya: tanggung jawab itu enggak habis. Cinta mungkin bisa memudar, tetapi tanggung jawab untuk merawat, mendidik, dan membesarkan anak tidak akan pernah pudar. Ini adalah janji yang diemban sejak awal, jauh sebelum buah hati lahir. Tanggung jawab ini bukan hanya tentang menyediakan kebutuhan materi, tetapi juga kebutuhan emosional, spiritual, dan psikologis.

Ketika kita bicara tentang tanggung jawab, kita berbicara tentang komitmen. Komitmen untuk memberikan lingkungan yang stabil, aman, dan penuh kasih sayang. Lingkungan di mana anak bisa tumbuh menjadi pribadi yang percaya diri, mandiri, dan bahagia. Pertanyaannya adalah, apakah lingkungan itu bisa tercipta jika hubungan orang tuanya dipenuhi kepalsuan atau kegetiran?

Anak Adalah Alasan, Bukan Satu-satunya Ikatan

Mari kita tegaskan: anak bisa menjadi alasan kuat untuk mencari solusi, untuk berusaha memperbaiki, atau bahkan untuk merancang strategi bersama dalam menghadapi tantangan pernikahan. Mereka adalah motivasi yang tak ternilai. Namun, mereka bukanlah satu-satunya ikatan yang harus membuat pasangan tetap bersama, terutama jika ikatan tersebut justru menyakiti semua pihak.

Pernikahan yang bertahan hanya karena anak, tanpa ada usaha untuk menyelesaikan masalah mendasar antara pasangan, bisa menjadi penjara bagi semua orang. Orang tua mungkin merasa terjebak, kehilangan kebahagiaan pribadi, dan pada akhirnya, hal ini bisa tercermin dalam cara mereka berinteraksi dengan anak. Anak-anak yang tumbuh dalam lingkungan seperti ini bisa jadi menyaksikan model hubungan yang tidak sehat, di mana konflik tidak diselesaikan, komunikasi minim, dan kasih sayang terasa hambar.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *