Karier  

Gen Z Banyak yang Dipecat Gara-Gara Blak-Blakan?

Gen Z Banyak yang Dipecat Gara-Gara Blak-Blakan?
Gen Z Banyak yang Dipecat Gara-Gara Blak-Blakan? (www.freepik.com)

Mereka mungkin mengharapkan pengakuan atas pekerjaan keras mereka segera, atau promosi berdasarkan meritokrasi yang jelas, tanpa harus menunggu bertahun-tahun. Ketika ekspektasi ini tidak terpenuhi, kejujuran mereka bisa muncul dalam bentuk ketidakpuasan yang diutarakan secara terang-terangan. “Mengapa saya harus melakukan ini jika tidak ada kejelasan tujuannya?” atau “Bukankah ada cara yang lebih baik?” adalah pertanyaan-pertanyaan valid yang mungkin mereka lontarkan, namun bisa saja ditafsirkan sebagai kurangnya komitmen atau sikap “tidak mau diatur” oleh pihak lain.

Faktor lain adalah keinginan mereka untuk pekerjaan yang bermakna dan berdampak. Gen Z tidak hanya ingin bekerja untuk gaji; mereka ingin merasa bahwa pekerjaan mereka memiliki tujuan yang lebih besar. Jika mereka merasa tidak selaras dengan nilai-nilai perusahaan atau merasa pekerjaan mereka tidak memberikan dampak nyata, mereka mungkin akan lebih vokal dalam menyuarakan hal tersebut. Dalam beberapa kasus, kejujuran ini, meskipun didorong oleh niat baik untuk menemukan tujuan, bisa disalahartikan sebagai ketidaksetiaan atau kurangnya motivasi.

Resiliensi dan Pembelajaran: Jalan Menuju Adaptasi Profesional

Penting untuk diingat bahwa setiap generasi memiliki tantangan adaptasinya sendiri. Bagi Gen Z, proses adaptasi ini mungkin terlihat lebih kentara karena mereka adalah generasi pertama yang sepenuhnya digital-native, membawa serta pola pikir dan kebiasaan yang sangat berbeda dari pendahulunya. Namun, bukan berarti tidak ada solusi.

Pengembangan resiliensi adalah kunci. Dunia kerja tidak selalu ideal, dan akan ada saat-saat di mana kita harus beradaptasi dengan situasi yang kurang ideal. Belajar bagaimana mengelola kekecewaan, menghadapi penolakan, dan melihat kegagalan sebagai kesempatan untuk belajar adalah keterampilan penting yang akan sangat berguna. Ini bukan tentang menghilangkan kejujuran, tetapi tentang menyalurkannya dengan cara yang paling efektif dan konstruktif.

Selain itu, kemampuan untuk belajar dan beradaptasi dengan berbagai gaya komunikasi dan budaya kerja adalah krusial. Ini berarti memahami bahwa tidak semua perusahaan memiliki budaya yang sama, dan cara terbaik untuk menyampaikan kejujuran bisa bervariasi. Misalnya, dalam satu perusahaan, mengutarakan ide langsung kepada atasan mungkin dihargai, sementara di perusahaan lain, mungkin lebih baik untuk menyampaikannya melalui email formal atau dalam rapat tim yang terstruktur. Ini adalah bagian dari “seni” berkomunikasi di tempat kerja.

Membangun Jembatan Antargenerasi: Peran Perusahaan dan Gen Z

Jadi, apakah Gen Z memang terlalu jujur sehingga sering dipecat? Jawabannya kompleks. Kejujuran mereka adalah kekuatan, tetapi cara penyampaian dan kesiapan lingkungan kerja untuk menerimanya seringkali menjadi faktor penentu. Ini bukan hanya tanggung jawab Gen Z untuk beradaptasi, tetapi juga tanggung jawab perusahaan untuk memahami dan menciptakan lingkungan yang lebih inklusif.

1. Peran Perusahaan: Menciptakan Lingkungan yang Menerima Kejujuran Konstruktif

Perusahaan perlu berinvestasi dalam pelatihan dan pengembangan komunikasi antargenerasi. Ini berarti membantu manajer dan pemimpin memahami cara berpikir Gen Z, serta membantu Gen Z memahami ekspektasi dan norma-norma di tempat kerja. Mendorong budaya umpan balik dua arah yang terbuka dan transparan dapat sangat membantu. Jika Gen Z merasa didengarkan dan ide-ide mereka dihargai, mereka akan lebih cenderung menyalurkan kejujuran mereka dengan cara yang konstruktif, bukan konfrontatif.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *