lombokprime.com – Karyawan Gen Z adalah generasi yang kini semakin mendominasi dunia kerja. Banyak perusahaan yang masih menyimpan pandangan keliru mengenai karakteristik dan cara kerja mereka. Padahal, Gen Z menawarkan potensi luar biasa untuk membawa inovasi dan semangat baru ke dalam bisnis. Artikel ini akan mengupas lima mitos keliru tentang karyawan Gen Z yang seringkali menjadi alasan perusahaan kehilangan talenta terbaik.
Mitos 1: Gen Z Hanya Mementingkan Gaji Besar
Salah satu asumsi yang sering terdengar adalah bahwa karyawan Gen Z hanya termotivasi oleh gaji tinggi. Memang, kompensasi yang kompetitif penting bagi semua karyawan, namun Gen Z cenderung mencari lebih dari sekadar angka di slip gaji. Mereka menginginkan lingkungan kerja yang mendukung pengembangan diri, peluang belajar, dan keseimbangan kehidupan kerja yang sehat.
Menurut survei terbaru, lebih dari 60% Gen Z menganggap budaya perusahaan dan kesempatan untuk berkembang secara profesional sebagai faktor utama dalam memilih tempat kerja. Mereka menghargai fleksibilitas dan adanya feedback konstruktif dari atasan. Dengan demikian, perusahaan yang terlalu fokus pada aspek finansial mungkin melewatkan potensi besar yang ditawarkan oleh karyawan yang bersemangat untuk berinovasi dan tumbuh bersama perusahaan.
Mitos 2: Gen Z Tidak Loyal dan Cepat Pindah Kerja
Kritik umum yang sering dilemparkan adalah bahwa karyawan Gen Z cenderung mudah berpindah-pindah kerja dan kurang loyal. Namun, realitanya, loyalitas tidak semata-mata ditentukan oleh usia, melainkan oleh seberapa besar karyawan merasa dihargai dan memiliki kesempatan untuk berkembang. Gen Z sangat menghargai kejelasan visi dan misi perusahaan serta adanya program pengembangan karier yang terstruktur.
Perusahaan yang mampu menciptakan lingkungan kerja yang suportif dan menawarkan jalur karier yang jelas akan menemukan bahwa loyalitas Gen Z justru dapat tumbuh seiring waktu. Pendekatan yang inklusif dan adanya komunikasi terbuka antara manajemen dan karyawan menjadi kunci untuk mengikat komitmen mereka. Hal ini juga sejalan dengan tren global di mana banyak perusahaan menerapkan strategi retensi karyawan berbasis pengalaman kerja yang memuaskan.
Mitos 3: Gen Z Terlalu Mengandalkan Teknologi dan Kurang Keterampilan Interpersonal
Memang benar bahwa Gen Z tumbuh di era digital, namun ini tidak berarti mereka sepenuhnya mengabaikan keterampilan interpersonal. Mereka justru mampu memanfaatkan teknologi untuk meningkatkan komunikasi dan kolaborasi di tempat kerja. Dalam konteks kerja hybrid dan remote yang semakin umum, kemampuan adaptasi mereka terhadap teknologi menjadi nilai tambah yang signifikan.
Penelitian menunjukkan bahwa karyawan Gen Z memiliki kecakapan tinggi dalam menggunakan berbagai platform digital untuk berkomunikasi, berkolaborasi, dan menyelesaikan tugas. Mereka dapat dengan cepat belajar menggunakan alat baru yang mendukung kerja jarak jauh, seperti aplikasi kolaborasi atau sistem manajemen proyek digital. Di sisi lain, dengan adanya pelatihan dan workshop yang difokuskan pada soft skill, Gen Z pun mampu mengasah kemampuan komunikasi, empati, dan kerjasama tim secara efektif.
Mitos 4: Gen Z Tidak Peduli dengan Nilai dan Budaya Perusahaan
Ada anggapan bahwa karyawan Gen Z kurang peduli dengan nilai-nilai perusahaan atau tidak memiliki identitas profesional yang kuat. Namun, generasi ini justru cenderung mencari perusahaan yang sejalan dengan prinsip dan nilai-nilai mereka. Banyak Gen Z yang sangat sadar akan isu-isu sosial, keberlanjutan, dan etika kerja, sehingga mereka memilih perusahaan yang memiliki komitmen nyata terhadap tanggung jawab sosial.
Misalnya, sebuah survei global mengungkapkan bahwa hampir 70% Gen Z menganggap reputasi dan nilai perusahaan sebagai faktor utama dalam pengambilan keputusan karier. Dengan memberikan ruang bagi karyawan untuk berkontribusi pada inisiatif sosial dan keberlanjutan, perusahaan tidak hanya meningkatkan loyalitas tetapi juga menciptakan lingkungan kerja yang lebih harmonis dan bermakna.






