2. Mengelola Emosi Diri Sendiri: Jangan Biarkan Amarah Mengambil Alih
Konflik sering kali memicu emosi yang kuat seperti marah, frustrasi, atau kecewa. Penting untuk bisa mengelola emosi diri sendiri agar tidak terpancing dan mengatakan atau melakukan hal-hal yang bisa memperburuk situasi. Beberapa teknik pengelolaan emosi yang bisa Anda coba:
- Kenali Pemicu Emosi Anda: Identifikasi situasi atau perilaku apa saja yang biasanya membuat Anda marah atau frustrasi di tempat kerja. Dengan mengetahui pemicunya, Anda bisa lebih siap menghadapinya.
- Ambil Napas Dalam-Dalam: Ketika Anda merasa emosi mulai memuncak, cobalah untuk mengambil beberapa napas dalam-dalam. Ini dapat membantu menenangkan sistem saraf Anda dan memberikan Anda waktu untuk berpikir sebelum bereaksi.
- Berhenti Sejenak (Time-Out): Jika Anda merasa terlalu emosional untuk melanjutkan percakapan, jangan ragu untuk meminta waktu istirahat. Katakan, “Saya rasa kita perlu sedikit waktu untuk menenangkan diri sebelum melanjutkan pembicaraan ini.”
- Fokus pada Fakta, Bukan Interpretasi: Cobalah untuk memisahkan fakta dari interpretasi atau asumsi Anda. Fokus pada apa yang sebenarnya terjadi, bukan pada apa yang Anda pikirkan atau rasakan tentang hal itu.
Menurut penelitian dari Harvard Business Review, individu yang mampu mengelola emosinya secara efektif cenderung lebih berhasil dalam negosiasi dan penyelesaian konflik.
3. Mengidentifikasi Kebutuhan dan Kepentingan, Bukan Hanya Posisi
Dalam setiap konflik, biasanya ada dua hal yang perlu dibedakan: posisi dan kepentingan. Posisi adalah apa yang dikatakan atau diinginkan oleh seseorang secara eksplisit. Sedangkan kepentingan adalah kebutuhan, keinginan, atau tujuan yang mendasari posisi tersebut.
Misalnya, dalam konflik mengenai pembagian tugas, satu orang mungkin bersikeras untuk tidak mengerjakan tugas tertentu (posisi). Namun, kepentingannya mungkin adalah karena dia merasa tidak memiliki keterampilan yang cukup untuk tugas tersebut atau karena dia sedang memiliki beban kerja yang sangat berat.
Fokus pada kepentingan, bukan hanya posisi, dapat membuka peluang untuk menemukan solusi yang saling menguntungkan. Tanyakan pada diri sendiri dan pihak lain: “Mengapa ini penting bagi Anda?” atau “Apa yang sebenarnya Anda harapkan dari situasi ini?”. Dengan memahami kepentingan masing-masing, kita bisa mencari solusi kreatif yang memenuhi kebutuhan semua pihak.
4. Berkomunikasi Secara Asertif, Bukan Agresif atau Pasif
Komunikasi yang efektif adalah kunci penting lainnya dalam menyelesaikan konflik. Penting untuk bisa menyampaikan pendapat dan kebutuhan Anda secara asertif, yaitu dengan cara yang jelas, jujur, dan menghargai orang lain. Hindari komunikasi yang agresif (menyerang, menyalahkan) atau pasif (menghindar, tidak mengungkapkan pendapat).
Beberapa tips untuk berkomunikasi secara asertif:
- Gunakan Pernyataan “Saya” (I-Statements): Alih-alih menyalahkan orang lain (“Kamu selalu datang terlambat!”), fokus pada bagaimana perilaku mereka memengaruhi Anda (“Saya merasa frustrasi ketika rapat dimulai terlambat karena…”).
- Sampaikan Harapan dan Kebutuhan Anda dengan Jelas: Jangan berharap orang lain bisa membaca pikiran Anda. Sampaikan apa yang Anda butuhkan atau harapkan secara langsung dan spesifik.
- Dengarkan dan Tanggapi dengan Hormat: Meskipun Anda tidak setuju, tetap dengarkan pendapat orang lain dengan hormat dan berikan tanggapan yang sopan.
- Fokus pada Masalah, Bukan Pribadi: Hindari menyerang karakter atau kepribadian orang lain. Fokuslah pada isu atau masalah yang sedang dihadapi.
Sebuah studi dalam Journal of Organizational Behavior menunjukkan bahwa komunikasi asertif berkorelasi positif dengan resolusi konflik yang efektif dan kepuasan kerja.






