Kerja Rodi, Duit Tetap Seret: Ada yang Salah?

Kerja Rodi, Duit Tetap Seret: Ada yang Salah?
Kerja Rodi, Duit Tetap Seret: Ada yang Salah? (www.freepik.com)

lombokprime.com – Pernahkah kamu merasa kerja mati-matian tapi duit gak nambah? Jika iya, kamu tidak sendiri. Fenomena ini seolah menjadi lagu kebangsaan bagi banyak generasi milenial, sebuah paradoks yang seringkali bikin kita bertanya-tanya, “Ada apa sebenarnya?” Di era serba cepat ini, tuntutan untuk terus produktif kian tinggi. Kita dibanjiri informasi tentang kesuksesan instan, gaya hidup impian, dan “passive income” yang menggiurkan. Namun, realitasnya seringkali jauh dari ekspektasi. Kita terjebak dalam siklus pekerjaan yang tak berujung, namun angka di rekening bank terasa jalan di tempat. Apakah ini memang nasib millennials? Mari kita bedah lebih dalam, tanpa perlu menunjuk jari atau merasa paling benar.

Realita yang Kadang Pahit: Antara Gaji dan Gaya Hidup

Kita semua tahu, hidup di zaman sekarang itu penuh godaan. Diskon di sana-sini, promo belanja online yang menggiurkan, sampai ajakan nongkrong yang rasanya wajib diikuti biar gak ketinggalan. Belum lagi, standar hidup yang seolah-olah terus meningkat. Dulu mungkin cukup pakai motor, sekarang rasanya kurang afdol kalau belum punya mobil. Dulu cukup makan di warteg, sekarang sesekali harus brunch di kafe estetik. Semua ini, ditambah dengan harga kebutuhan pokok yang terus merangkak naik, membuat uang terasa cepat sekali menguap.

1. Ekspektasi Versus Realita Penghasilan

Banyak milenial yang memulai karier dengan ekspektasi gaji yang cukup tinggi, atau setidaknya cukup untuk memenuhi kebutuhan dan sedikit keinginan. Namun, realitanya, kenaikan gaji seringkali tidak seiring dengan kenaikan biaya hidup. Inflasi terus berjalan, tapi gaji kadang diam di tempat. Kita merasa sudah memberikan lebih dari 100% di kantor, lembur sana-sini, mengambil proyek tambahan, tapi hasil akhirnya tetap sama: gaji bulanan yang “numpang lewat” di rekening. Ini tentu saja menimbulkan frustrasi dan perasaan tidak berdaya.

2. Lingkaran Setan Konsumerisme Modern

Kita hidup di tengah budaya konsumerisme yang sangat kuat. Iklan-iklan di media sosial terus-menerus merayu kita untuk membeli barang-barang terbaru, gadget tercanggih, atau pengalaman liburan yang “tak terlupakan.” Ditambah lagi, ada tekanan sosial untuk “punya” ini dan itu agar dianggap sukses atau gaul. Akhirnya, kita tergiur untuk mengikuti tren, belanja impulsif, dan terjebak dalam utang konsumtif. Tanpa disadari, lingkaran setan ini membuat kita terus bekerja keras hanya untuk memenuhi gaya hidup yang seringkali di luar kemampuan finansial kita.

Mengapa Gaji Sulit Naik? Memahami Akar Masalahnya

Pertanyaan besar selanjutnya adalah, mengapa gaji sulit naik, padahal kita sudah berusaha maksimal? Ada banyak faktor yang berkontribusi pada fenomena ini, dan memahami akar masalahnya adalah langkah awal untuk mencari solusi.

1. Kompetisi Kerja yang Semakin Ketat

Dengan semakin banyaknya lulusan baru dan meningkatnya jumlah pencari kerja, persaingan untuk mendapatkan pekerjaan dan kenaikan gaji menjadi sangat ketat. Perusahaan memiliki banyak pilihan, dan ini terkadang dimanfaatkan untuk menekan upah. Jika kamu tidak puas dengan gaji, ada puluhan, bahkan ratusan orang lain yang siap menggantikan posisimu dengan bayaran yang sama atau bahkan lebih rendah. Ini menciptakan dilema yang sulit bagi para pekerja.

2. Pergeseran Lanskap Ekonomi dan Otomatisasi

Dunia sedang mengalami perubahan ekonomi yang masif. Revolusi industri 4.0 membawa otomatisasi dan kecerdasan buatan yang mengambil alih beberapa pekerjaan rutin. Ini berarti, untuk tetap relevan, kita harus terus meningkatkan skill dan beradaptasi. Pekerjaan yang membutuhkan keterampilan khusus dan kreatifitas cenderung memiliki nilai lebih tinggi, sementara pekerjaan yang repetitif mungkin menghadapi tekanan upah. Jika skill kita tidak terus diasah, kita bisa tergilas oleh perubahan ini.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *