lombokprime.com – Perceraian memang seringkali menyisakan luka yang mendalam, terutama bagi mereka yang paling rentan: anak-anak. Saat kita bicara tentang anak korban perceraian, seringkali fokus kita hanya pada fakta bahwa orang tua mereka berpisah. Padahal, jauh di balik pecahnya ikatan pernikahan, ada sesuatu yang lebih fundamental dan esensial yang terkoyak dalam diri anak: hilangnya rasa aman. Ini bukan hanya tentang dua orang dewasa yang tak lagi hidup di bawah atap yang sama, melainkan tentang fondasi keamanan emosional seorang anak yang berpotensi runtuh, meninggalkan dampak yang mungkin terasa seumur hidup.
Bagi seorang anak, rumah adalah benteng. Di sanalah mereka merasa terlindungi, dicintai, dan memiliki tempat yang pasti untuk tumbuh. Ketika benteng itu retak atau bahkan hancur berantakan karena perceraian, dunia mereka bisa terasa jungkir balik. Rasa aman yang tadinya mereka anggap sebagai hal yang pasti, mendadak menjadi sesuatu yang rapuh dan tak menentu. Mari kita selami lebih dalam mengapa perceraian seringkali lebih dari sekadar “pecahnya rumah tangga” bagi anak, melainkan “hancurnya rasa aman” yang bisa menghadirkan tantangan besar dalam hidup mereka.
Mengapa Perceraian Menggoyahkan Rasa Aman Anak?
Rasa aman adalah kebutuhan dasar manusia, sama pentingnya dengan makanan dan tempat tinggal. Bagi anak-anak, rasa aman ini berasal dari stabilitas, prediktabilitas, dan kehadiran figur orang tua yang utuh dan harmonis. Ketika perceraian terjadi, semua elemen ini bisa tiba-tiba lenyap atau berubah drastis, menciptakan kekosongan dan kebingungan.
1. Perubahan Rutinitas dan Lingkungan yang Drastis
Bayangkan saja, dunia seorang anak yang tadinya terstruktur dengan rapi—bangun di pagi hari dengan kedua orang tua, sarapan bersama, pulang sekolah disambut oleh salah satu dari mereka—tiba-tiba berubah total. Mungkin mereka harus pindah rumah, pindah sekolah, atau bahkan tinggal bergantian di dua rumah yang berbeda. Perubahan rutinitas dan lingkungan yang drastis ini, meskipun bagi orang dewasa mungkin terlihat sebagai penyesuaian, bagi anak adalah pukulan telak terhadap rasa aman mereka. Mereka kehilangan prediktabilitas, dan itu bisa sangat menakutkan.
2. Ketidakpastian Hubungan dengan Orang Tua
Salah satu dampak paling menghancurkan adalah ketidakpastian dalam hubungan dengan orang tua. Anak-anak mungkin bertanya-tanya, “Apakah Ibu akan selalu ada untukku?” atau “Apakah Ayah akan tetap mencintaiku?” Bahkan jika orang tua berusaha meyakinkan, konflik yang mungkin terjadi setelah perceraian, seperti rebutan hak asuh atau pertengkaran, bisa mengikis kepercayaan anak. Mereka bisa merasa seperti “bola pingpong” di antara kedua orang tua, dan ini sangat menguras energi emosional mereka, membuat mereka merasa tidak aman.
3. Beban Emosional yang Tidak Terucap
Anak-anak seringkali menyerap emosi orang dewasa di sekitar mereka. Ketika orang tua sedang dalam proses perceraian, suasana di rumah bisa dipenuhi ketegangan, kesedihan, atau bahkan kemarahan. Anak-anak, dengan naluri sensitif mereka, merasakan semua itu. Mereka mungkin merasa bersalah, berpikir bahwa perceraian itu karena kesalahan mereka. Atau mereka mungkin merasa sedih dan kesepian, tetapi tidak tahu bagaimana mengungkapkan perasaan itu. Beban emosional yang tidak terucap ini bisa menumpuk dan menjadi racun bagi rasa aman mereka. Mereka mungkin takut untuk menunjukkan emosi mereka, karena tidak ingin menambah beban orang tua atau memicu konflik.
Dampak Jangka Panjang: Lebih dari Sekadar Air Mata
Rasa aman yang terguncang di masa kecil akibat perceraian bisa memiliki dampak jangka panjang yang signifikan pada perkembangan seorang anak. Ini bukan hanya tentang kesedihan sesaat, tetapi tentang bagaimana pengalaman ini membentuk cara mereka melihat dunia, diri sendiri, dan hubungan di masa depan.






