Curhat ke Orang Tua Malah Bikin Capek, Kok Bisa?

Curhat ke Orang Tua Malah Bikin Capek, Kok Bisa?
Curhat ke Orang Tua Malah Bikin Capek, Kok Bisa? (www.freepik.com)

lombokprime.com – Merasa didengarkan tapi tak dipahami adalah pengalaman umum yang sering dirasakan oleh anak yang jauh dari orang tuanya saat dewasa, terutama mereka yang sudah mandiri dan membangun kehidupannya sendiri. Jarak, baik secara fisik maupun emosional, seringkali menciptakan dinding komunikasi yang tak kasat mata. Orang tua mungkin berusaha memberikan perhatian dan saran, namun terkadang, pendekatan mereka terasa kurang relevan atau bahkan mengabaikan realitas dan tantangan yang dihadapi sang anak. Artikel ini akan mengupas tuntas mengapa perasaan ini muncul, dampaknya, serta bagaimana kita bisa menjembatani kesenjangan tersebut demi hubungan keluarga yang lebih harmonis dan penuh pengertian.

Mengapa Perasaan ‘Didengarkan tapi Tak Dipahami’ Muncul?

Perasaan didengarkan tapi tak dipahami bukan sekadar miskomunikasi biasa. Ini adalah refleksi dari harapan yang tak terpenuhi, kebutuhan emosional yang tak terakomodasi, dan perbedaan sudut pandang yang mendalam antara dua generasi. Orang tua, dengan pengalaman hidupnya, seringkali menawarkan solusi berdasarkan apa yang mereka anggap terbaik atau apa yang berhasil bagi mereka di masa lalu. Namun, dunia terus berubah, dan tantangan yang dihadapi anak dewasa saat ini jauh berbeda dengan era orang tua mereka.

Sebagai contoh, ketika seorang anak dewasa bercerita tentang tekanan pekerjaan atau masalah finansial, orang tua mungkin merespons dengan: “Dulu Ayah/Ibu juga begitu, kuncinya kerja keras dan hemat.” Atau ketika anak menceritakan kegelisahan akan masa depan atau pilihan karier yang tidak konvensional, respons yang muncul bisa jadi: “Kenapa tidak cari yang pasti saja?” Meskipun niatnya baik, respons seperti ini seringkali tidak menyentuh akar permasalahan yang dirasakan anak. Sebaliknya, anak mungkin merasa bahwa orang tua tidak mengakui kompleksitas situasinya, perjuangannya, atau bahkan perasaannya yang valid. Ini bukan tentang salah atau benar, melainkan tentang perbedaan persepsi dan pendekatan terhadap kehidupan.

Kesenjangan Generasi dan Realitas Hidup yang Berbeda

Salah satu pemicu utama perasaan didengarkan tapi tak dipahami adalah kesenjangan generasi. Orang tua tumbuh di era yang berbeda, dengan nilai, norma, dan tantangan yang berbeda pula. Mereka mungkin berpegang teguh pada konsep stabilitas, keamanan finansial, dan jalur karier yang linier. Sementara itu, generasi dewasa saat ini menghadapi dunia yang serba cepat, dinamis, dan penuh ketidakpastian. Konsep pekerjaan fleksibel, ekonomi gig, atau pengembangan diri melalui passion mungkin sulit dicerna oleh generasi sebelumnya.

Misalnya, seorang anak mungkin sedang berjuang membangun startup atau mengejar karier di bidang kreatif yang belum mapan. Ketika ia bercerita tentang tantangan dan impiannya, orang tua mungkin malah menyarankan untuk mencari pekerjaan kantoran yang “aman” atau mempertanyakan masa depan finansialnya. Respons ini, meskipun didasari kekhawatiran, bisa terasa merendahkan atau mengabaikan upaya dan aspirasi sang anak. Anak merasa niat baik orang tua tidak sejalan dengan realitas yang ia jalani, dan alih-alih mendapatkan dukungan, ia malah mendapatkan nasihat yang terasa seperti kritik atau bahkan penghakusan terhadap pilihannya.

Dampak Emosional dari Perasaan Tidak Dipahami

Perasaan didengarkan tapi tak dipahami bisa menimbulkan berbagai dampak emosional pada anak yang jauh dari orang tuanya saat dewasa. Salah satunya adalah frustrasi dan kekecewaan. Anak mungkin merasa lelah mencoba menjelaskan atau mencari pemahaman, yang akhirnya mengarah pada penarikan diri atau mengurangi frekuensi berbagi cerita. Mereka mungkin berpikir, “Buat apa cerita kalau akhirnya tidak mengerti?” Ini bisa menciptakan jarak emosional yang lebih besar dalam hubungan.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *