- Terbuka dan Penasaran: Jangan langsung menghakimi. Cobalah untuk bertanya, “Apa maksudnya itu, nak?” atau “Kenapa itu lucu?” Rasa penasaran bisa membuka pintu percakapan yang menarik.
- Ikuti Tren (Sedikit Saja): Tidak perlu jadi master TikTok, tapi cobalah sesekali melihat apa yang sedang viral atau trending. Memahami sedikit tentang dunia mereka bisa membuatmu lebih mudah menangkap referensi lelucon.
- Bedakan Niat dan Dampak: Seringkali, niat Gen Z hanyalah untuk bercanda. Meskipun dampaknya mungkin membuatmu merasa “kena mental,” coba bedakan niat dari dampak yang dirasakan. Bicarakan dampaknya, tapi jangan langsung menyimpulkan niat buruk.
- Humor itu Obat: Ingatlah bahwa humor adalah mekanisme koping yang kuat. Bagi Gen Z, humor bisa jadi cara mereka menghadapi tekanan hidup, tantangan sekolah, atau bahkan isu-isu global yang berat.
Masa Depan Tawa Antar Generasi: Bersama dalam Perbedaan
Fenomena “bercanda ala Gen Z? Orang tua yang kena mental” adalah cerminan alami dari evolusi budaya dan komunikasi. Setiap generasi memiliki bahasanya sendiri, termasuk bahasa humor. Daripada membiarkan jurang ini melebar, mari kita jadikan ini sebagai jembatan untuk saling memahami.
Ketika Gen Z bersedia menjelaskan dan orang tua bersedia mendengarkan, kita bisa menciptakan ruang di mana tawa tidak mengenal batas usia. Mungkin saja, dengan sedikit usaha, lelucon meme yang tadinya membuat orang tua mengernyitkan dahi bisa jadi bahan tawa bersama di meja makan. Karena pada akhirnya, humor adalah tentang koneksi, tentang menemukan kesamaan dalam perbedaan, dan tentang merayakan kegembiraan hidup, bersama-sama. Yuk, kita mulai obrolan yang lebih chill dan penuh tawa!






