lombokprime.com – Pola asuh memiliki dampak yang sangat besar dalam membentuk mental anak. Tanpa disadari, beberapa kebiasaan orang tua yang dianggap wajar justru dapat memberikan efek negatif pada kesehatan mental anak dalam jangka panjang. Penting bagi kita sebagai orang tua untuk lebih peka dan memahami tindakan mana saja yang perlu dihindari demi kebaikan buah hati.
Mengapa Kesehatan Mental Anak Sama Pentingnya dengan Kesehatan Fisik?
Kesehatan mental anak seringkali luput dari perhatian, padahal sama krusialnya dengan kesehatan fisik. Mental yang sehat adalah fondasi bagi anak untuk berkembang secara optimal, membangun hubungan yang baik, serta menghadapi tantangan hidup dengan lebih resilien. Anak-anak yang memiliki kesehatan mental yang baik cenderung lebih bahagia, memiliki kepercayaan diri yang tinggi, dan mampu belajar serta beradaptasi dengan lebih efektif.
Sebaliknya, masalah kesehatan mental pada anak, jika tidak ditangani dengan baik, dapat menimbulkan dampak serius di kemudian hari. Mulai dari kesulitan belajar, masalah perilaku, hingga risiko depresi dan kecemasan di usia dewasa. Oleh karena itu, mengenali dan menghindari kebiasaan-kebiasaan orang tua yang berpotensi merusak mental anak adalah langkah preventif yang sangat penting.
7 Kebiasaan Orang Tua yang Perlu Diwaspadai
Berikut adalah 7 kebiasaan orang tua yang seringkali dianggap normal, namun sebenarnya dapat memberikan dampak buruk bagi mental anak:
1. Membandingkan Anak dengan Orang Lain
Kebiasaan membandingkan anak dengan saudara kandung, teman sebaya, atau bahkan anak orang lain adalah jebakan yang sering tidak disadari orang tua. Mungkin maksudnya untuk memotivasi, namun efeknya justru sebaliknya. Anak yang terus-menerus dibandingkan akan merasa tidak berharga, tidak cukup baik, dan kehilangan kepercayaan diri.
“Lihat tuh, si A rajin banget belajar, nilainya selalu bagus. Kamu kok gini-gini aja?” Kalimat seperti ini, meski terdengar sepele, bisa menanamkan bibit inferioritas dalam diri anak. Setiap anak unik dengan potensi dan kecepatannya masing-masing. Fokuslah pada perkembangan anak Anda sendiri, hargai setiap usaha dan kemajuan yang ia capai, sekecil apapun.
2. Terlalu Kritis dan Perfeksionis
Standar tinggi memang baik, namun jika berlebihan dan tidak realistis, justru bisa menjadi bumerang. Orang tua yang terlalu kritis dan perfeksionis seringkali menetapkan ekspektasi yang terlalu tinggi pada anak, tanpa memberikan ruang untuk kesalahan atau kegagalan. Akibatnya, anak akan tumbuh menjadi pribadi yang takut salah, cemas berlebihan, dan kehilangan motivasi untuk mencoba hal baru.
“Kenapa sih kamu selalu salah? Gak bisa ya sekali aja bener?” Ucapan seperti ini dapat membuat anak merasa tidak pernah cukup baik di mata orang tuanya. Ingatlah bahwa anak-anak masih dalam proses belajar dan berkembang. Berikan dukungan, bimbingan, dan apresiasi atas usaha mereka, bukan hanya fokus pada hasil akhir yang sempurna.
3. Mengabaikan Perasaan Anak
Seringkali orang tua terlalu fokus pada kebutuhan fisik anak, seperti makan, pakaian, dan pendidikan, namun lupa untuk memperhatikan kebutuhan emosional mereka. Mengabaikan perasaan anak, baik itu sedih, marah, kecewa, atau takut, dapat membuat anak merasa tidak didengar, tidak dipedulikan, dan tidak aman secara emosional.
“Ah, cuma gitu aja kok nangis? Udah, jangan cengeng!” Kalimat ini meremehkan perasaan anak dan membuatnya belajar untuk memendam emosinya. Validasi perasaan anak, dengarkan dengan empati, dan bantu mereka untuk memahami serta mengelola emosi mereka dengan cara yang sehat.






