Mencari Validasi Eksternal: Menentukan Nilai Diri dari Pandangan Orang Lain
Lingkungan toxic seringkali menanamkan gagasan bahwa nilai diri kita ditentukan oleh persetujuan atau pujian dari orang lain. Akibatnya, kita jadi mencari validasi eksternal secara terus-menerus. Kita bekerja keras untuk menyenangkan semua orang, takut mengecewakan, dan merasa tidak cukup jika tidak mendapatkan pengakuan. Ini bisa terlihat dalam berbagai bentuk: dari selalu mengiyakan permintaan orang lain meskipun kita tidak mampu, hingga memposting hal-hal di media sosial hanya demi mendapatkan “likes” dan komentar positif.
Kebiasaan ini berbahaya karena membuat kita kehilangan kontak dengan diri sendiri. Kita berhenti bertanya apa yang benar-benar kita inginkan atau rasakan, dan justru berfokus pada apa yang orang lain harapkan. Rasa tidak aman yang mendalam ini seringkali berasal dari kritik yang merendahkan atau standar yang tidak realistis yang diterapkan oleh lingkungan toxic di masa lalu. Ingatlah, nilai dirimu tidak ditentukan oleh seberapa banyak pujian yang kamu terima, melainkan oleh siapa dirimu dan bagaimana kamu memilih untuk menjalani hidupmu.
Menunda-nunda Pekerjaan (Prokrastinasi): Melarikan Diri dari Tekanan
Prokrastinasi atau menunda-nunda pekerjaan adalah kebiasaan lain yang sering muncul dari lingkungan toxic, terutama yang penuh dengan tekanan, kritik berlebihan, atau ekspektasi yang tidak realistis. Ketika kita merasa tidak mampu memenuhi standar yang ditetapkan, atau takut akan kegagalan dan kritik, otak kita cenderung memilih untuk menunda, bahkan jika penundaan itu hanya akan memperburuk keadaan. Ini adalah bentuk mekanisme pelarian dari rasa tidak nyaman dan kecemasan.
Lingkungan yang menghakimi juga bisa membuat kita merasa takut mencoba hal baru karena risiko kegagalan. Akibatnya, kita lebih memilih untuk tidak melakukan apa-apa sama sekali daripada mengambil risiko dan mungkin saja tidak berhasil. Mengatasi kebiasaan ini membutuhkan keberanian untuk menghadapi rasa takut akan kegagalan dan belajar untuk mengambil langkah kecil, bahkan jika itu tidak sempurna. Ingat, kemajuan kecil lebih baik daripada tidak ada sama sekali.
Sulit Menetapkan Batasan (Boundaries): Ketakutan untuk Berkata “Tidak”
Di lingkungan toxic, seringkali kita didorong untuk melampaui batas diri demi menyenangkan orang lain atau menghindari konflik. Ini bisa membuat kita sulit menetapkan batasan (boundaries) yang sehat. Kita merasa bersalah jika mengatakan “tidak,” takut akan reaksi negatif, atau merasa bertanggung jawab atas kebahagiaan orang lain. Akibatnya, kita sering merasa kewalahan, lelah secara emosional, dan dimanfaatkan.
Kemampuan untuk menetapkan batasan adalah tanda kesehatan mental yang kuat. Ini berarti kamu tahu apa yang kamu butuhkan, apa yang bisa kamu berikan, dan apa yang tidak bisa kamu toleransi. Belajar untuk mengatakan “tidak” dengan tegas namun sopan, tanpa merasa bersalah, adalah keterampilan penting yang akan membebaskanmu dari banyak beban. Ini bukan tentang menjadi egois, melainkan tentang menghormati diri sendiri dan menjaga energimu.
Menghindari Konflik: Memilih Diam daripada Berhadapan
Lingkungan toxic seringkali membuat kita belajar bahwa konflik itu berbahaya atau tidak pantas. Kita jadi menghindari konflik dengan segala cara, bahkan jika itu berarti mengorbankan kebutuhan dan keinginan kita sendiri. Kita mungkin memilih diam, setuju dengan pendapat orang lain meskipun tidak sependapat, atau menarik diri dari situasi yang berpotensi memicu perdebatan. Ini adalah mekanisme pertahanan untuk menghindari kemarahan, penolakan, atau konsekuensi negatif yang pernah kita alami di masa lalu.
Meskipun menghindari konflik mungkin terasa nyaman dalam jangka pendek, dalam jangka panjang ini bisa menyebabkan penumpukan rasa frustrasi, dendam, dan perasaan tidak dihargai. Belajar untuk menghadapi konflik secara konstruktif, dengan mengkomunikasikan kebutuhan dan perasaanmu secara jelas dan tenang, adalah langkah penting untuk membangun hubungan yang lebih sehat dan otentik. Ini bukan tentang memenangkan argumen, tetapi tentang menemukan solusi dan saling memahami.






