Bagaimana mengubahnya? Daripada meremehkan, tawarkan bantuan atau dukungan. “Ada yang bisa kubantu?” atau “Kelihatannya memang butuh fokus ya. Mungkin kalau kita coba cara ini, bisa lebih mudah?” Pendekatan ini menunjukkan kepedulian dan keinginan untuk membantu, bukan menghakimi.
“Aku kan sudah bilang…” atau “Seharusnya kamu dengar saranku.”
Saat kita merasa paling benar atau prediksi kita terbukti, seringkali kita tergoda untuk mengucapkan kalimat ini. Meskipun mungkin benar kita sudah memberi saran, mengatakannya kembali dengan nada menyalahkan hanya akan memperburuk situasi dan membuat orang lain merasa bodak atau bersalah.
Mengapa ini terdengar sombong? Ini menunjukkan sikap “aku tahu segalanya” dan cenderung menyalahkan orang lain atas kegagalan mereka. Ini juga bisa membuat orang lain merasa tidak nyaman untuk meminta nasihat di kemudian hari karena takut dihakimi.
Bagaimana mengubahnya? Alih-alih menyalahkan, fokus pada solusi ke depan. “Mari kita cari tahu apa yang bisa kita lakukan selanjutnya.” atau “Tidak apa-apa, kita semua belajar dari kesalahan. Apa yang bisa kita perbaiki dari sini?” Pendekatan ini membangun kepercayaan dan mendorong kolaborasi, bukan menciptakan rasa bersalah.
“Maaf, tapi…” (disusul dengan pendapat yang kontradiktif)
Meskipun diawali dengan kata “maaf”, frasa ini seringkali digunakan untuk melunakkan kritik atau pendapat yang bertentangan, namun pada kenyataannya justru menegaskan bahwa kita tidak terlalu peduli dengan perasaan lawan bicara. Ini seringkali membuat kesan bahwa “maaf” yang diucapkan hanyalah formalitas.
Mengapa ini terdengar sombong? Kata “maaf” di sini seringkali tidak tulus dan hanya berfungsi sebagai pembuka untuk kritik. Ini membuat pendapat kita terlihat lebih penting daripada perasaan orang lain, atau bahkan bisa diartikan sebagai “maaf, tapi kamu salah.”
Bagaimana mengubahnya? Jika memang ada perbedaan pendapat, sampaikan dengan jujur dan konstruktif. “Aku punya pandangan lain tentang ini, bagaimana kalau kita lihat dari sisi ini?” atau “Aku menghargai pendapatmu, namun aku melihatnya sedikit berbeda.” Ini menunjukkan bahwa kita menghargai pendapat orang lain meskipun kita punya pandangan yang berbeda.
“Aku sibuk banget, jadi…” (digunakan sebagai alasan untuk tidak membantu atau berpartisipasi)
Tentu saja, kita semua punya kesibukan. Tapi menggunakan alasan ini secara terus-menerus, terutama saat dimintai bantuan, bisa membuat kita terkesan meremehkan waktu dan kebutuhan orang lain. Ini seolah menyiratkan bahwa kesibukan kita lebih penting dibandingkan kesibukan mereka.
Mengapa ini terdengar sombong? Ini bisa diartikan bahwa waktu kita lebih berharga atau prioritas kita lebih utama dibandingkan orang lain. Ini juga bisa membuat orang lain merasa bahwa permintaan mereka tidak penting atau tidak layak untuk waktu kita.
Bagaimana mengubahnya? Jika memang tidak bisa membantu, sampaikan dengan jujur dan tawarkan alternatif jika memungkinkan. “Aku sedang ada komitmen lain saat ini, tapi bagaimana kalau kita coba atur waktu di lain hari?” atau “Maaf, aku tidak bisa membantu sekarang, tapi mungkin si A bisa?” Ini menunjukkan bahwa kita menghargai permintaan mereka meskipun tidak bisa memenuhinya saat ini.
“Kamu belum tahu saja” atau “Aku sudah lebih dulu mengalami ini”
Frasa ini sering muncul saat kita ingin menunjukkan pengalaman atau pengetahuan yang lebih luas. Namun, alih-alih berbagi insight, ini bisa membuat orang lain merasa kecil atau kurang berpengalaman. Ini seolah menutup pintu untuk diskusi lebih lanjut dan menempatkan kita sebagai satu-satunya sumber kebenaran.






