lombokprime.com – Generasi Z, atau Gen Z, kini mendominasi dunia kerja. Namun, fenomena resign atau pengunduran diri karyawan Gen Z semakin sering terjadi, membuat banyak perusahaan bertanya-tanya. Apa sebenarnya yang membuat mereka begitu cepat meninggalkan pekerjaan? Mari kita telusuri 5 kesalahan umum perusahaan yang sering menjadi penyebabnya.
1. Kurangnya Fleksibilitas dan Keseimbangan Hidup
Generasi Z, yang tumbuh di era digital yang serba cepat dan fleksibel, sangat menghargai keseimbangan antara pekerjaan dan kehidupan pribadi. Namun, ironisnya, banyak dari mereka justru mengalami stres dan kecemasan akibat tekanan pekerjaan. Menurut survei Deloitte Global 2023, hampir separuh dari Gen Z merasa stres atau cemas sepanjang waktu.
Salah satu penyebab utama stres ini adalah jam kerja yang kaku. Perusahaan yang masih menerapkan jam kerja konvensional tanpa fleksibilitas sering kali membuat Gen Z merasa tertekan. Mereka lebih menghargai hasil kerja daripada sekadar kehadiran fisik di kantor. Selain itu, kurangnya dukungan untuk kesehatan mental juga menjadi masalah serius.
Gen Z sangat peduli dengan kesehatan mental, dan perusahaan yang tidak menyediakan dukungan atau fasilitas yang memadai membuat mereka merasa tidak dihargai. Terakhir, tidak adanya batasan yang jelas antara pekerjaan dan kehidupan pribadi juga menjadi sumber stres.
Ketika pekerjaan terus-menerus mengganggu kehidupan pribadi, Gen Z akan merasa kewalahan. Mereka membutuhkan batasan yang jelas antara waktu kerja dan waktu istirahat agar dapat menjaga keseimbangan hidup mereka.
2. Budaya Kerja yang Tidak Inklusif dan Kurang Transparan
Generasi Z, atau yang lebih dikenal dengan Gen Z, memiliki harapan yang tinggi terhadap lingkungan kerja mereka. Bagi mereka, tempat kerja ideal adalah tempat yang inklusif, transparan, dan menghargai perbedaan. Mereka mendambakan rasa diterima dan dihargai sebagai individu yang unik. Namun, ada beberapa faktor yang seringkali membuat mereka merasa tidak nyaman di tempat kerja.
Salah satu faktor utama adalah kurangnya keberagaman. Perusahaan yang tim atau kepemimpinannya tidak mencerminkan keberagaman masyarakat seringkali membuat Gen Z merasa tidak betah. Mereka ingin bekerja di lingkungan yang kaya akan perbedaan, di mana berbagai latar belakang dan perspektif dihargai.
Selain itu, komunikasi yang tidak transparan juga menjadi masalah besar. Gen Z sangat menjunjung tinggi kejujuran dan keterbukaan. Perusahaan yang tidak mau terbuka tentang kebijakan, keputusan, atau masalah yang dihadapi, akan kehilangan kepercayaan mereka.
Terakhir, Gen Z memiliki banyak ide segar dan inovatif. Mereka ingin berkontribusi dan didengar. Perusahaan yang tidak memberikan mereka kesempatan untuk berpendapat atau berpartisipasi dalam pengambilan keputusan, akan membuat mereka merasa tidak dihargai.
Oleh karena itu, perusahaan perlu memahami dan merespons harapan Gen Z ini. Dengan menciptakan lingkungan kerja yang inklusif, transparan, dan memberikan ruang bagi mereka untuk berpendapat, perusahaan dapat menarik dan mempertahankan talenta-talenta terbaik dari generasi ini.
3. Kurangnya Peluang Pengembangan Diri dan Karier
Generasi Z, generasi yang haus akan pembelajaran dan pengembangan diri, selalu mencari cara untuk berkembang dan meningkatkan keterampilan mereka. Dalam dunia kerja, mereka mendambakan lingkungan yang mendukung pertumbuhan tersebut. Namun, ada beberapa faktor yang dapat membuat mereka merasa tidak betah dan akhirnya memilih untuk meninggalkan perusahaan.
Salah satu faktor utama adalah ketiadaan jalur karier yang jelas. Perusahaan yang tidak menawarkan jenjang karier atau kesempatan promosi yang terstruktur sering kali membuat Gen Z merasa tidak memiliki masa depan di sana. Mereka ingin melihat ke mana arah karier mereka akan berkembang dan bagaimana mereka dapat mencapai tujuan tersebut.
Selain itu, kurangnya pelatihan dan pengembangan juga menjadi masalah besar. Gen Z sangat ingin terus belajar dan meningkatkan keterampilan mereka. Perusahaan yang tidak menyediakan program pelatihan atau pengembangan yang memadai membuat mereka merasa tertinggal dan tidak dihargai.
Terakhir, ketiadaan umpan balik yang konstruktif dapat meruntuhkan semangat Gen Z. Mereka membutuhkan umpan balik yang membangun untuk meningkatkan kinerja mereka. Perusahaan yang hanya memberikan kritik negatif atau tidak memberikan umpan balik secara teratur membuat mereka merasa demotivasi dan tidak dihargai.
Oleh karena itu, perusahaan perlu memahami kebutuhan Gen Z akan pembelajaran, pengembangan, dan umpan balik yang konstruktif. Dengan menciptakan lingkungan kerja yang mendukung pertumbuhan mereka, perusahaan dapat menarik dan mempertahankan talenta-talenta terbaik dari generasi ini.
4. Gaji dan Tunjangan yang Tidak Kompetitif
Meskipun bukan faktor penentu utama, gaji dan tunjangan yang kompetitif tetap menjadi pertimbangan penting bagi Generasi Z. Mereka mendambakan pengakuan atas kontribusi yang mereka berikan. Oleh karena itu, perusahaan yang memberikan gaji di bawah standar industri, atau tidak sesuai dengan pengalaman dan keterampilan yang dimiliki Generasi Z, sering kali membuat mereka merasa tidak dihargai. Begitu pula dengan tunjangan.
Generasi Z sangat menghargai tunjangan yang relevan dengan kebutuhan mereka, seperti asuransi kesehatan, tunjangan transportasi, atau tunjangan kerja dari rumah. Perusahaan yang tidak menyediakan tunjangan yang menarik, sering kali membuat mereka merasa kurang diperhatikan. Lebih dari sekadar kompensasi finansial, Generasi Z juga mendambakan pengakuan atas kinerja mereka.
Mereka ingin merasa dihargai atas kerja keras yang telah mereka curahkan. Perusahaan yang tidak memberikan pengakuan atau penghargaan atas kinerja yang baik, sering kali membuat mereka merasa tidak termotivasi.
5. Teknologi dan Infrastruktur yang Tidak Memadai
Generasi Z, yang lahir dan tumbuh di era digital, sangat terbiasa dengan teknologi canggih. Oleh karena itu, mereka sering kali merasa frustrasi ketika bekerja di perusahaan yang tidak menyediakan teknologi dan infrastruktur yang memadai.
Salah satu penyebab utama frustrasi mereka adalah penggunaan perangkat lunak dan keras yang ketinggalan zaman. Gen Z terbiasa menggunakan teknologi terbaru, sehingga mereka merasa tidak efisien ketika harus bekerja dengan sistem yang lambat dan tidak responsif.
Selain itu, koneksi internet yang lambat atau tidak stabil juga dapat menghambat produktivitas mereka. Dalam era di mana hampir semua pekerjaan dilakukan secara daring, koneksi internet yang buruk dapat menjadi masalah besar.
Terakhir, kurangnya dukungan teknis juga dapat menjadi sumber frustrasi bagi Gen Z. Mereka membutuhkan bantuan yang cepat dan responsif ketika menghadapi masalah teknis. Perusahaan yang tidak menyediakan dukungan teknis yang memadai sering kali membuat mereka merasa kesulitan dan tidak dihargai.
Lalu, Apa yang Bisa Dilakukan Perusahaan?
Memahami dan mengatasi kesalahan-kesalahan ini adalah kunci untuk mempertahankan karyawan Gen Z. Perusahaan perlu beradaptasi dengan kebutuhan dan harapan generasi ini, menciptakan lingkungan kerja yang inklusif, fleksibel, dan mendukung pengembangan diri. Dengan demikian, perusahaan tidak hanya akan mengurangi tingkat resign karyawan Gen Z, tetapi juga menciptakan budaya kerja yang lebih positif dan produktif.
Sebagai tambahan, menurut penelitian dari Gallup, karyawan Gen Z lebih mungkin untuk merasa terikat dengan pekerjaan mereka jika mereka merasa memiliki tujuan yang jelas, memiliki kesempatan untuk belajar dan berkembang, dan merasa dihargai atas kontribusi mereka. Oleh karena itu, perusahaan perlu fokus pada menciptakan pengalaman kerja yang bermakna bagi Gen Z.