Masalah kesehatan mental di masa menopause sering disebut sebagai “silent killer menopause” — pembunuh senyap yang perlahan mengikis kebahagiaan tanpa disadari. Banyak perempuan mengenali gejala fisik seperti hot flashes atau keringat malam, tapi sering mengabaikan tanda-tanda psikologis yang tak kalah serius: anhedonia (ketidakmampuan merasakan kesenangan), suasana hati yang tak stabil, hingga depresi yang merayap diam-diam.
Anhedonia di Menopause: Ketika Bahagia Jadi Terasa Jauh
Salah satu gejala paling membingungkan dari fase menopause adalah anhedonia — kondisi di mana seseorang kehilangan minat atau kenikmatan pada hal-hal yang dulunya membuat mereka bahagia. Aktivitas favorit terasa hambar, motivasi menguap, dan bahkan momen bersama orang terdekat tak lagi memunculkan emosi hangat seperti dulu.
Kondisi ini bukan sekadar “sedang malas” atau “lagi bad mood”. Penurunan hormon estrogen yang terjadi saat perimenopause dan menopause memengaruhi serotonin dan dopamin, dua zat kimia otak yang berperan penting dalam mengatur suasana hati, gairah, dan motivasi. Saat kadar keduanya menurun, otak kehilangan “bahan bakar kebahagiaan”.
Beberapa tanda anhedonia di masa menopause bisa meliputi:
-
Kurangnya motivasi untuk memulai aktivitas
-
Sulit tertawa atau merasa senang
-
Emosi terasa datar atau mati rasa
-
Penurunan gairah dan kepuasan seksual
Bagi sebagian perempuan, gejala ini datang perlahan — seperti lampu redup yang semakin meredup tanpa sadar kapan cahaya itu benar-benar padam.
Emosi yang Tak Stabil: Gelombang Hormonal yang Mengubah Segalanya
Selain kehilangan rasa senang, banyak perempuan juga mengalami emosi yang naik-turun drastis selama menopause. Suatu hari mereka merasa bersemangat, keesokan harinya terjebak dalam kecemasan tanpa sebab.
Fluktuasi hormon bisa membuat otak lebih sensitif terhadap stres, sehingga emosi kecil terasa besar. Hal-hal yang dulu bisa diabaikan kini bisa memicu ledakan marah atau tangis tanpa alasan jelas.
Selain faktor biologis, kondisi ini juga sering diperparah oleh:
-
Kurang tidur akibat hot flashes
Semua faktor ini berkelindan, menciptakan badai emosional yang membuat banyak perempuan merasa kehilangan kendali atas dirinya sendiri.
Kesehatan Mental Pra-Menopause: Awal dari Perubahan Besar
Faktanya, gejala emosional sering muncul bahkan sebelum menopause dimulai, yaitu pada fase perimenopause — masa transisi ketika hormon mulai naik-turun tak menentu.
Pada fase ini, banyak perempuan melaporkan gejala seperti:
Wanita dengan riwayat depresi atau gangguan kecemasan sebelumnya cenderung lebih rentan mengalami gangguan mental selama perimenopause. Sayangnya, gejala ini sering diabaikan atau disalahartikan sebagai stres biasa.
Menghadapi Silent Killer Menopause: Keseimbangan antara Hormon dan Harapan
Kabar baiknya, kesehatan mental di masa menopause bisa dikelola. Banyak cara yang bisa dilakukan untuk membantu otak dan tubuh beradaptasi dengan perubahan besar ini:
1. Pertimbangkan Terapi Penggantian Hormon (HRT)
Terapi ini dapat menstabilkan kadar hormon estrogen, membantu mengurangi gejala fisik sekaligus memperbaiki mood. Namun, penggunaannya harus berdasarkan konsultasi dokter karena efeknya berbeda pada tiap individu.






