Lombokprime.com – Melupakan mantan yang narsistik memang bukan perkara mudah. Pernahkah kamu merasa sudah “move on” tapi tiba-tiba teringat lagi semua drama, manipulasi, dan luka yang ditinggalkan? Wajar kok. Proses penyembuhan dari hubungan dengan individu narsistik itu kompleks, karena dampaknya jauh lebih dalam dari sekadar patah hati biasa. Narsisme bisa menguras emosi, merusak kepercayaan diri, dan mengubah cara kita melihat dunia.
Ketika kamu menjalin hubungan dengan seorang narsistik, kamu mungkin merasa seperti terjebak dalam pusaran emosi yang tak berujung. Mereka ahli dalam memutarbalikkan fakta, membuatmu meragukan kewarasanmu sendiri, dan secara perlahan mengikis harga dirimu. Setelah hubungan berakhir, sisa-sisa trauma itu sering kali masih membekas. Kamu mungkin merasa bingung, marah, sedih, atau bahkan merindukan “versi” mereka yang palsu dan idealis.
Banyak orang berpikir bahwa move on hanyalah tentang tidak lagi menghubungi mantan atau tidak lagi menangisinya. Padahal, jauh lebih dari itu. Move on sejati berarti kamu telah memproses semua emosi, memahami pola hubungan yang tidak sehat, dan membangun kembali dirimu yang utuh. Ini adalah perjalanan panjang yang membutuhkan kesabaran, pemahaman, dan komitmen pada diri sendiri.
1. Sulit Menerima Kenyataan bahwa Dia Narsistik Sejati
Salah satu tanda paling jelas bahwa kamu belum move on dari hubungan narsistik adalah ketika kamu masih menyangkal sifat narsistik mereka. Kamu mungkin masih mencoba mencari pembenaran atas perilaku buruk mereka, bahkan setelah semua bukti ada di depan mata. “Mungkin dia sedang stres,” atau “Dia sebenarnya baik, hanya saja aku yang salah paham,” adalah pikiran-pikiran yang sering muncul.
Fenomena ini disebut cognitive dissonance. Pikiranmu mencoba menyeimbangkan dua hal yang bertentangan: fakta bahwa mereka menyakitimu dengan kenyamanan ilusi yang kamu ciptakan tentang mereka. Melepaskan ilusi ini memang menyakitkan, karena berarti kamu harus mengakui bahwa orang yang kamu cintai (atau pernah cintai) adalah seorang manipulator ulung. Kamu mungkin juga merasa malu karena pernah “tertipu” oleh mereka.
Menerima bahwa dia adalah seorang narsistik sejati berarti kamu harus mengakui semua kebohongan, manipulasi, dan eksploitasi yang terjadi. Ini bisa terasa sangat berat karena mengguncang dasar kepercayaanmu pada orang lain. Namun, sampai kamu bisa menerima kenyataan ini, kamu akan terus terjebak dalam siklus pertanyaan dan keraguan yang tidak ada habisnya. Kamu akan terus memutar ulang kejadian di kepala, mencari-cari jawaban, dan menyalahkan diri sendiri atas apa yang terjadi. Proses ini menghambatmu untuk melangkah maju, karena energimu habis untuk menghadapi hantu masa lalu.
2. Masih Berharap Dia Berubah atau Kembali
Pikiran untuk kembali bersama mantan narsistik atau harapan bahwa dia akan berubah adalah jebakan lain yang menunjukkan bahwa kamu belum sepenuhnya pulih. Meskipun kamu tahu dia menyakitimu, ada bagian dari dirimu yang merindukan love bombing atau janji-janji manis yang pernah dia berikan di awal hubungan. Ini adalah taktik umum narsistik yang dikenal sebagai siklus idealize, devalue, discard (mengidealkan, merendahkan, membuang).
Pada fase idealize, mereka akan membuatmu merasa menjadi orang paling spesial di dunia. Mereka akan membanjirimu dengan perhatian, pujian, dan janji-janji indah. Inilah yang membuatmu terpikat dan percaya bahwa mereka adalah belahan jiwamu. Namun, begitu mereka merasa sudah mendapatkanmu, fase devalue dimulai. Mereka akan mulai meremehkanmu, mengkritik, dan membuatmu merasa tidak berharga. Puncaknya, mereka akan membuangmu (discard) saat kamu tidak lagi melayani kebutuhan ego mereka.
Ironisnya, setelah discard, seringkali narsistik akan mencoba hoovering atau “menyedotmu kembali” dengan janji-janji palsu tentang perubahan. Mereka akan memanfaatkan kelemahan dan kerinduanmu. Jika kamu masih menyimpan harapan ini, kamu berisiko jatuh kembali ke dalam pola hubungan yang destruktif. Memang sulit melepaskan harapan, apalagi jika kamu telah menginvestasikan banyak waktu dan energi dalam hubungan itu. Namun, penting untuk diingat bahwa narsisme adalah gangguan kepribadian yang sulit diubah, dan perubahan yang mereka janjikan seringkali hanya taktik untuk mendapatkan kendali kembali.






