Lombokprime.com – Pernahkah kamu menghadapi situasi di mana seseorang yang selama ini kamu kenal, tiba-tiba menunjukkan sifat narsistik ketahuan, dan respons mereka malah bikin naik darah? Momen ini bisa sangat membingungkan dan membuat kita merasa frustrasi. Bagaimana tidak, ketika kita berharap ada pengakuan atau setidaknya sedikit penyesalan, yang kita dapatkan justru jauh dari harapan. Mengapa demikian? Dan bagaimana cara menghadapinya? Yuk, kita bedah tuntas.
Sebagai individu yang berinteraksi dalam masyarakat, kita pasti pernah bertemu dengan berbagai karakter orang. Ada yang rendah hati, ada yang peduli, tapi tak jarang kita juga berhadapan dengan pribadi yang cenderung fokus pada diri sendiri secara berlebihan, bahkan hingga mengabaikan perasaan orang lain. Inilah yang kita kenal sebagai narsisme. Bukan sekadar sifat ‘cinta diri’ biasa, narsisme dalam konteks klinis bisa menjadi gangguan kepribadian yang serius, yaitu Gangguan Kepribadian Narsistik (GKN).
Memahami Narsisme: Bukan Sekadar Percaya Diri
Sebelum kita membahas lebih jauh tentang reaksi mereka saat ketahuan, penting untuk memahami apa itu narsisme. Narsisme seringkali disalahartikan sebagai kepercayaan diri yang tinggi. Padahal, ada jurang pemisah yang dalam antara keduanya. Percaya diri adalah keyakinan akan kemampuan diri yang sehat, disertai dengan kemampuan untuk mengakui kekurangan dan berempati pada orang lain. Sementara itu, narsisme ditandai dengan perasaan superioritas yang menggebu-gebu, kebutuhan akan kekaguman yang berlebihan, kurangnya empati, dan seringkali dibarengi dengan fantasi tentang kekuasaan, kesuksesan, atau kecantikan yang tak terbatas.
Orang dengan sifat narsistik cenderung membangun tembok pertahanan yang tinggi di sekitar ego mereka yang rapuh. Di balik tampilan luar yang seringkali memukau dan karismatik, terdapat rasa tidak aman yang mendalam. Mereka sangat sensitif terhadap kritik, sekecil apa pun itu, karena kritik tersebut mengancam pandangan ideal mereka tentang diri sendiri. Inilah mengapa ketika sifat narsistik mereka ‘ketahuan’ atau ketika mereka merasa identitas superior mereka terancam, respons yang muncul seringkali sangat ekstrem dan membuat kita emosi.
Mengapa Narsistik Sulit Mengakui Kesalahan?
Ada beberapa alasan mendalam mengapa individu dengan sifat narsistik sangat sulit untuk mengakui kesalahan, apalagi jika itu berarti meruntuhkan citra sempurna yang mereka bangun.
1. Mekanisme Pertahanan Diri yang Kuat
Bagi seorang narsistik, mengakui kesalahan sama dengan mengakui ketidaksempurnaan, dan ini adalah hal yang paling mereka takuti. Hal ini dapat menghancurkan fantasi keagungan yang mereka pertahankan mati-matian. Mereka akan menggunakan berbagai mekanisme pertahanan diri seperti penyangkalan, proyeksi, atau rasionalisasi untuk menghindari tanggung jawab. Mereka mungkin memutarbalikkan fakta, menyalahkan orang lain, atau bahkan menciptakan narasi palsu yang menempatkan mereka sebagai korban.
2. Kurangnya Empati
Salah satu ciri paling menonjol dari narsisme adalah kurangnya empati. Mereka sulit, bahkan mungkin tidak mampu, memahami atau merasakan apa yang dirasakan orang lain. Akibatnya, mereka tidak melihat mengapa tindakan mereka menyakitkan atau bermasalah bagi orang lain. Bagi mereka, masalah yang timbul bukanlah karena kesalahan mereka, melainkan karena kepekaan berlebihan orang lain atau kurangnya pemahaman orang lain terhadap ‘keistimewaan’ mereka.
3. Kebutuhan Akan Kekaguman Berlebihan
Seorang narsistik terus-menerus mencari “suplai narsistik” berupa pujian, kekaguman, dan perhatian dari orang lain. Ketika sifat negatif mereka terungkap, suplai ini terancam. Untuk mempertahankan aliran suplai, mereka akan berusaha keras untuk menekan atau menyangkal bukti-bukti yang merusak citra mereka. Ini adalah perjuangan untuk mempertahankan status dan validasi yang sangat mereka butuhkan.






