2. Hindari Memberi Solusi yang Tidak Diminta
Seringkali, ketika seseorang playing victim, mereka tidak benar-benar mencari solusi. Mereka mencari simpati. Jika kamu langsung memberikan saran atau solusi, mereka mungkin akan menemukan seribu alasan mengapa solusi itu tidak bisa berhasil. Ini akan membuatmu frustrasi. Alih-alih langsung memberi solusi, dengarkan sebentar, validasi perasaan mereka (“Oh, itu pasti sulit ya”), dan kemudian dorong mereka untuk mencari solusinya sendiri.
3. Fokus pada Fakta, Bukan Drama Emosional
Ketika mereka mulai bercerita dengan nada drama yang tinggi, cobalah untuk tetap berpegang pada fakta. Misalnya, jika mereka mengatakan, “Semua orang selalu menyalahkanku!”, kamu bisa merespons, “Bisakah kamu ceritakan kejadian spesifik yang membuatmu merasa disalahkan?” Ini akan menggeser fokus dari narasi korban ke peristiwa yang sebenarnya, yang mungkin bisa membuka ruang untuk diskusi yang lebih konstruktif.
4. Arahkan pada Tanggung Jawab Diri
Ini adalah salah satu respons paling efektif. Alih-alih terpancing untuk merasa kasihan, dorong mereka untuk melihat peran mereka dalam situasi tersebut. Misalnya, jika mereka mengeluh tentang pekerjaan, daripada mengatakan, “Kasihan sekali kamu harus bekerja di sana,” kamu bisa bertanya, “Apa yang bisa kamu lakukan untuk mengubah situasi ini?” Atau, “Apa yang sudah kamu coba lakukan untuk mengatasinya?” Dorong mereka untuk berpikir tentang tindakan yang bisa mereka ambil.
5. Tawarkan Empati, Bukan Simpati Berlebihan
Ada perbedaan antara empati dan simpati. Simpati seringkali berarti merasa kasihan terhadap seseorang. Empati berarti mencoba memahami perasaan seseorang tanpa harus terperangkap dalam drama mereka. Kamu bisa mengatakan, “Aku bisa membayangkan betapa frustrasinya perasaanmu,” tanpa harus mengiyakan narasi korban mereka. Ini menunjukkan bahwa kamu peduli, tetapi juga tidak memvalidasi perilaku playing victim.
6. Jangan Pernah Ikut Bermain Drama
Ingat, mereka mungkin ingin menarikmu ke dalam drama mereka. Jangan terpancing. Jangan ikut menyalahkan orang lain, jangan ikut-ikutan mengeluh, dan jangan biarkan diri sendiri menjadi “penyelamat” mereka secara terus-menerus. Jika kamu melakukannya, kamu justru akan memperkuat perilaku playing victim mereka. Jaga jarak emosional dan mental.
7. Berikan Dorongan Positif dan Harapan
Meskipun mereka suka mengeluh, cobalah sesekali untuk memberikan dorongan positif. Apresiasi ketika mereka menunjukkan inisiatif kecil atau mengambil tanggung jawab. Katakan, “Aku yakin kamu punya potensi untuk mengatasi ini,” atau “Aku melihat kamu bisa melewati ini.” Fokus pada kekuatan dan kemampuan mereka, bukan pada kelemahan atau kesengsaraan yang mereka tunjukkan.
8. Tentukan Konsekuensi Jika Perlu
Dalam beberapa kasus, terutama jika perilaku playing victim mereka memengaruhi hubungan atau pekerjaanmu, kamu mungkin perlu menetapkan konsekuensi. Misalnya, jika mereka selalu datang terlambat dan menyalahkan macet, kamu bisa mengatakan, “Aku memahami macet bisa menjadi tantangan, tetapi penting bagi kita untuk selalu datang tepat waktu. Jika ini terus berlanjut, kita perlu mencari solusi lain.” Ini bukan ancaman, melainkan penegasan batasan dan harapan yang jelas.
9. Pahami Kapan Harus Mundur
Tidak semua orang bisa “diselamatkan” atau diubah. Jika semua usahamu tidak membuahkan hasil dan kamu merasa terus-menerus terkuras, tidak ada salahnya untuk mundur. Prioritaskan kesehatan mental dan emosionalmu sendiri. Terkadang, menjaga jarak adalah cara terbaik untuk melindungi diri dari lingkaran drama yang tak berujung. Kamu tidak bertanggung jawab atas kebahagiaan atau pilihan hidup orang lain.






