Pujian Itu Menyakitkan? Bisa Jadi Kena Imposter Syndrome

Pujian Itu Menyakitkan? Bisa Jadi Kena Imposter Syndrome
Pujian Itu Menyakitkan? Bisa Jadi Kena Imposter Syndrome (www.freepik.com)
  • Keyakinan bahwa Kesuksesan Harus Sempurna: Jika ada sedikit saja kekurangan atau kesalahan, maka seluruh pencapaian dianggap tidak valid.
  • Keyakinan bahwa Nilai Diri Bergantung pada Prestasi: Jika mereka tidak terus-menerus berprestasi atau mencapai hal-hal besar, mereka merasa tidak berharga.
  • Ketakutan akan Penolakan dan Penilaian Negatif: Mereka sangat takut akan dihakimi atau ditolak jika “kebodohan” mereka terbongkar.

Dampak Imposter Syndrome: Lebih dari Sekadar Rasa Cemas

Imposter Syndrome bukanlah sekadar perasaan tidak nyaman sesekali. Jika tidak ditangani, ia bisa memiliki dampak yang signifikan pada kehidupan seseorang, baik secara profesional maupun personal.

  • Kesehatan Mental: Kecemasan kronis, stres, depresi, dan burnout adalah komplikasi umum dari Imposter Syndrome yang tidak teratasi.
  • Kemajuan Karier yang Terhambat: Meskipun berprestasi, mereka mungkin ragu untuk mengambil kesempatan baru, meminta kenaikan gaji, atau maju ke posisi kepemimpinan, sehingga menghambat potensi mereka.
  • Hubungan Interpersonal: Ketidakmampuan menerima pujian atau selalu meremehkan diri sendiri bisa membuat orang lain bingung atau bahkan frustrasi dalam berinteraksi.
  • Penurunan Kualitas Hidup: Rasa tidak pantas yang terus-menerus bisa mengurangi kebahagiaan dan kepuasan hidup secara keseluruhan.

Memutus Rantai Imposter Syndrome: Langkah Nyata Menuju Penerimaan Diri

Meskipun terasa sulit, Imposter Syndrome bisa diatasi. Ini adalah perjalanan yang membutuhkan kesadaran diri, kesabaran, dan langkah-langkah proaktif. Berikut adalah beberapa strategi yang bisa Anda terapkan:

Mengakui dan Menamai Perasaan Anda

Langkah pertama adalah mengakui bahwa apa yang Anda rasakan adalah Imposter Syndrome. Beri nama pada perasaan itu. Ketika Anda merasa cemas setelah menerima pujian, katakan pada diri sendiri, “Oh, ini Imposter Syndrome-ku yang sedang bicara.” Mengidentifikasinya dapat membantu Anda menciptakan jarak dari perasaan tersebut dan menyadari bahwa itu hanyalah pola pikir, bukan kebenhan mutlak.

Dokumentasikan Keberhasilan Anda

Mulailah membuat “jurnal keberhasilan.” Tuliskan semua pencapaian Anda, tidak peduli seberapa kecil itu. Catat proyek yang Anda selesaikan, feedback positif yang Anda terima, atau masalah yang berhasil Anda pecahkan. Ketika Anda merasa ragu, baca kembali jurnal ini. Ini adalah bukti nyata dari kemampuan Anda.

Berbicara dengan Orang yang Dipercaya

Membagikan perasaan Anda dengan teman, mentor, atau terapis yang Anda percaya bisa sangat membantu. Anda akan terkejut menemukan bahwa banyak orang lain juga mengalami hal serupa. Mendengar pengalaman orang lain bisa membuat Anda merasa tidak sendirian dan mendapatkan perspektif baru.

Ubah Cara Anda Berbicara pada Diri Sendiri

Perhatikan narasi internal Anda. Apakah Anda selalu mengkritik diri sendiri? Mulailah mengganti kritik dengan afirmasi positif. Alih-alih berkata, “Aku tidak pantas menerima ini,” coba katakan, “Aku sudah bekerja keras untuk ini, dan aku pantas mendapatkan pengakuan.” Latih diri Anda untuk menerima pujian dengan sederhana, seperti “Terima kasih banyak!” tanpa perlu menambahkan pembenaran atau meremehkan diri sendiri.

Fokus pada Proses, Bukan Hanya Hasil

Perfeksionisme seringkali menjadi pemicu Imposter Syndrome. Alih-alih hanya berfokus pada hasil akhir yang sempurna, hargai proses belajar dan usaha yang Anda curahkan. Terimalah bahwa kesalahan adalah bagian alami dari pembelajaran dan pertumbuhan.

Pisahkan Nilai Diri dari Prestasi

Ingatlah bahwa nilai diri Anda sebagai individu tidak bergantung sepenuhnya pada pencapaian atau kesuksesan profesional. Anda berharga karena diri Anda, bukan karena apa yang Anda lakukan atau seberapa “pintar” Anda. Ini adalah pemahaman mendalam yang membutuhkan waktu untuk terinternalisasi.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *