lombokprime.com – Pernahkah kamu merenungkan bagaimana sebuah generasi yang penuh dengan keberhasilan dan kemajuan, justru meninggalkan warisan yang penuh tantangan bagi generasi berikutnya? Inilah ironi di balik kejayaan Baby Boomers, sebuah generasi yang sering digambarkan sebagai arsitek dunia modern, namun kini menghadapi cermin refleksi atas dampak jangka panjang dari pilihan dan prioritas mereka. Mari kita selami lebih dalam, bukan untuk menghakimi, melainkan untuk memahami dan mencari solusi bersama.
Memahami Jejak Langkah Generasi Baby Boomers
Generasi Baby Boomers, yang lahir antara tahun 1946 hingga 1964, tumbuh di era pasca-Perang Dunia II yang penuh dengan optimisme dan pertumbuhan ekonomi yang pesat. Mereka menyaksikan inovasi teknologi yang luar biasa, globalisasi yang semakin terbuka, dan kemajuan sosial yang signifikan. Bayangkan saja, mereka adalah saksi mata lahirnya televisi, pendaratan manusia di bulan, hingga revolusi digital awal. Sebuah era di mana segala sesuatunya terasa mungkin, dan kemajuan adalah tujuan utama.
Era Kemakmuran dan Konsumsi Tanpa Batas
Salah satu ciri khas era Baby Boomers adalah kemakmuran yang meningkat. Harga rumah terjangkau, pekerjaan stabil dengan pensiun yang menjanjikan, dan pendidikan yang relatif mudah diakses. Ini menciptakan budaya konsumerisme yang kuat. “Lebih banyak lebih baik” seolah menjadi mantra. Mobil yang lebih besar, rumah yang lebih luas, dan segala bentuk kemewahan menjadi simbol kesuksesan. Konsumsi ini tentu saja mendorong pertumbuhan ekonomi, menciptakan lapangan kerja, dan meningkatkan standar hidup banyak orang. Namun, di balik kemilau tersebut, ada jejak karbon yang kian membengkak dan sumber daya alam yang terkuras tanpa henti.
Prioritas yang Bergeser: Fokus pada Diri Sendiri?
Tidak bisa dipungkiri, generasi ini sangat fokus pada pencapaian pribadi dan kemajuan karier. Ada dorongan kuat untuk menjadi sukses secara finansial, memiliki harta benda, dan memastikan masa depan yang nyaman bagi keluarga inti. Ini bukan hal yang salah, tentu saja. Setiap orang berhak meraih kesuksesan. Namun, beberapa kritik muncul mengenai potensi kurangnya perhatian terhadap isu-isu kolektif yang lebih besar, seperti keberlanjutan lingkungan, kesenjangan sosial yang melebar, atau sistem ekonomi yang adil untuk semua. Fokus pada “saya” dan “kami” (keluarga) terkadang melampaui fokus pada “kita” (masyarakat luas dan generasi mendatang).
Sisi Gelap Warisan: Tantangan yang Dihadapi Generasi Sekarang
Meskipun banyak kemajuan yang telah diukir, ada beberapa tantangan besar yang kini harus dihadapi oleh generasi selanjutnya, seperti Milenial dan Gen Z, sebagai “warisan” dari pola pikir dan kebijakan yang lahir di era Baby Boomers.
Krisis Iklim dan Kerusakan Lingkungan
Ini mungkin adalah warisan yang paling mencolok dan mendesak. Pola konsumsi masif, ketergantungan pada bahan bakar fosil, dan kurangnya regulasi lingkungan yang ketat di masa lalu telah membawa kita ke ambang krisis iklim. Suhu bumi terus meningkat, bencana alam semakin sering terjadi, dan keanekaragaman hayati terancam punah. Generasi muda kini harus berjuang keras untuk memperbaiki kerusakan yang telah terjadi, bahkan seringkali dengan pilihan yang sulit dan pengorbanan besar. Mereka dihadapkan pada pertanyaan fundamental: bagaimana kita bisa hidup di bumi ini secara berkelanjutan?
Beban Ekonomi dan Kesenjangan Sosial yang Melebar
Dulu, kepemilikan rumah adalah impian yang bisa diraih banyak orang. Sekarang? Harga properti melonjak tak terkendali, biaya pendidikan meroket, dan inflasi terus menggerus daya beli. Generasi muda seringkali merasa terbebani dengan utang, kesulitan menemukan pekerjaan yang stabil dengan gaji layak, dan menghadapi ketidakpastian ekonomi yang jauh lebih besar dibandingkan orang tua mereka. Sistem ekonomi yang memprioritaskan pertumbuhan tak terbatas tanpa distribusi kekayaan yang merata telah menciptakan jurang kesenjangan yang semakin dalam antara yang kaya dan yang miskin, serta antara generasi tua dan muda.






