“Itu Mah Gampang!”
Frasa ini sering muncul ketika orang lain mengeluhkan kesulitan atau tantangan dalam suatu tugas. Mereka akan dengan entengnya berkata, “Itu mah gampang!” seolah-olah masalah tersebut sangat sepele dan hanya orang yang tidak kompeten yang akan kesulitan. Padahal, mungkin saja mereka sendiri belum pernah menghadapi situasi serupa atau belum tahu detail kesulitannya.
Ini adalah bentuk lain dari meremehkan usaha orang lain. Mereka tidak memberikan empati atau dukungan, melainkan malah membuat orang lain merasa tidak cakap. Padahal, setiap orang memiliki tingkat kesulitan yang berbeda dalam menghadapi sebuah tantangan. Frasa ini cenderung membuat orang merasa malas untuk meminta bantuan atau bahkan berdiskusi dengan mereka.
“Percayalah Padaku…”
Meskipun terlihat seperti ajakan untuk percaya, frasa ini seringkali digunakan untuk mengakhiri argumen tanpa memberikan penjelasan lebih lanjut. Mereka ingin orang lain menerima pendapat mereka begitu saja, tanpa perlu bukti atau alasan yang kuat. Ini adalah cara mereka untuk menegaskan otoritas dan menghindari pertanyaan lebih lanjut yang mungkin membongkar ketidaktahuan mereka.
Misalnya, saat memberikan saran yang belum tentu benar, mereka akan berkata, “Percayalah padaku, ini cara terbaik.” Mereka ingin mengandalkan karisma atau posisi mereka, bukan pada validitas argumen. Ini bisa berbahaya, terutama jika saran yang diberikan berpotensi merugikan.
Mengapa Mereka Bertingkah Seolah Tahu Segalanya?
Memahami mengapa seseorang bertingkah seperti tahu segalanya bisa membantu kita menghadapinya dengan lebih bijak. Ini bukan melulu tentang kesombongan, meskipun kadang ada elemen itu. Ada beberapa faktor psikologis yang mungkin mendasarinya.
Kebutuhan untuk Merasa Penting dan Diakui
Salah satu alasan utama adalah kebutuhan akan validasi dan pengakuan. Mereka merasa perlu untuk selalu menjadi yang paling cerdas, paling informatif, atau paling berpengetahuan dalam setiap situasi. Dengan menunjukkan bahwa mereka tahu segalanya, mereka berharap bisa mendapatkan kekaguman, rasa hormat, atau setidaknya, perhatian dari orang lain. Ini bisa jadi kompensasi atas rasa tidak aman atau kurang percaya diri yang tersembunyi.
Sindrom Dunning-Kruger
Konsep Sindrom Dunning-Kruger sangat relevan di sini. Sindrom ini menjelaskan fenomena kognitif di mana orang dengan kemampuan rendah dalam suatu bidang cenderung melebih-lebihkan kompetensi mereka. Mereka tidak memiliki metakognisi yang cukup untuk mengenali ketidakmampuan mereka sendiri. Akibatnya, mereka merasa sangat yakin dengan pengetahuan mereka, padahal sebenarnya tidak. Ini bukan kesombongan murni, melainkan ketidaksadaran akan keterbatasan diri.
Fear of Missing Out (FOMO) Pengetahuan
Di era informasi yang serba cepat ini, ada tekanan untuk selalu “up-to-date” dan memiliki informasi terbaru. Bagi sebagian orang, ini bisa berkembang menjadi semacam FOMO pengetahuan. Mereka takut dianggap tidak tahu atau ketinggalan informasi, sehingga mereka berusaha keras untuk menunjukkan bahwa mereka selalu terdepan dalam hal pengetahuan. Mereka mungkin sering menghabiskan waktu di media sosial atau membaca berita tanpa mencerna informasinya secara mendalam, hanya agar bisa ikut serta dalam percakapan.
Ingin Mengontrol Diskusi
Dengan tampil sebagai orang yang paling tahu, mereka juga bisa mencoba mengontrol arah diskusi atau percakapan. Ketika mereka menjadi sumber utama informasi atau opini, mereka secara tidak langsung memegang kendali. Ini bisa menjadi strategi bagi mereka yang merasa tidak aman dalam situasi sosial dan ingin mengurangi ketidakpastian dengan mendominasi percakapan.






