Terjebak di Kelas Menengah! Kenapa Hidup Makin Sulit?

Terjebak di Kelas Menengah! Kenapa Hidup Makin Sulit?
Terjebak di Kelas Menengah! Kenapa Hidup Makin Sulit? (www.freepik.com)

4. Kurangnya Investasi dan Aset Produktif

Salah satu cara untuk meningkatkan status ekonomi adalah dengan memiliki investasi dan aset produktif yang bisa menghasilkan pendapatan pasif. Namun, bagi kelas menengah yang sebagian besar pendapatannya habis untuk kebutuhan sehari-hari dan membayar utang, seringkali sulit untuk menyisihkan dana untuk berinvestasi.

Data dan Fakta: Survei dari berbagai platform investasi di Indonesia menunjukkan bahwa tingkat partisipasi masyarakat kelas menengah dalam investasi masih relatif rendah dibandingkan dengan kelompok masyarakat dengan pendapatan yang lebih tinggi. Mereka mungkin lebih memilih instrumen investasi yang konservatif dengan potensi keuntungan yang terbatas atau bahkan tidak berinvestasi sama sekali karena keterbatasan dana.

Padahal, investasi, meskipun dalam skala kecil, bisa memberikan potensi pertumbuhan kekayaan jangka panjang. Tanpa investasi yang memadai, kelas menengah akan sulit untuk mengakumulasikan aset yang signifikan dan mencapai kebebasan finansial. Mereka akan terus bergantung pada pendapatan aktif dari pekerjaan mereka, yang rentan terhadap berbagai risiko seperti kehilangan pekerjaan atau penurunan pendapatan.

5. Ketidakpastian Ekonomi dan Kurangnya Jaminan Sosial

Kondisi ekonomi global dan nasional yang tidak menentu juga menjadi faktor yang membuat kelas menengah merasa rentan dan sulit untuk naik kelas. Perubahan kebijakan ekonomi, fluktuasi pasar, dan berbagai krisis ekonomi bisa berdampak signifikan terhadap stabilitas pekerjaan dan pendapatan mereka.

Data dan Fakta: Kita bisa melihat bagaimana pandemi COVID-19 beberapa waktu lalu memberikan pukulan berat bagi banyak keluarga kelas menengah. Banyak yang kehilangan pekerjaan atau mengalami penurunan pendapatan akibat pembatasan aktivitas ekonomi. Kurangnya jaminan sosial yang memadai juga membuat mereka kesulitan untuk bangkit kembali setelah krisis.

Selain itu, persaingan global dan perkembangan teknologi yang pesat juga menciptakan ketidakpastian di pasar kerja. Pekerjaan-pekerjaan yang dulunya dianggap aman bagi kelas menengah kini berisiko tergantikan oleh otomatisasi atau persaingan dari tenaga kerja asing. Kurangnya jaminan sosial yang kuat, seperti asuransi pengangguran atau program pelatihan ulang, membuat mereka semakin rentan terhadap guncangan ekonomi.

6. Perangkap Gaya Hidup Konsumtif dan Tekanan Sosial

Di era media sosial dan budaya konsumerisme yang kuat, tekanan untuk selalu tampil “wah” dan mengikuti tren sangat besar. Kelas menengah seringkali menjadi target utama dari berbagai iklan dan promosi yang mendorong mereka untuk membeli barang-barang yang sebenarnya tidak terlalu dibutuhkan.

Data dan Fakta: Penelitian menunjukkan adanya korelasi antara paparan media sosial yang tinggi dengan peningkatan perilaku konsumtif dan keinginan untuk memiliki barang-barang mewah. Tekanan sosial untuk mengikuti gaya hidup teman atau influencer juga bisa membuat kelas menengah terjerumus dalam pengeluaran yang berlebihan.

Membeli gadget terbaru, sering makan di restoran mewah, atau mengikuti tren fashion terkini mungkin terlihat menyenangkan, tapi jika tidak diimbangi dengan pendapatan yang memadai, hal ini bisa menguras tabungan dan menghambat kemampuan untuk berinvestasi. Perangkap gaya hidup konsumtif ini membuat kelas menengah sulit untuk melepaskan diri dari siklus “gali lubang tutup lubang”.

7. Kurangnya Dukungan Kebijakan yang Berpihak

Terakhir, namun tidak kalah penting, adalah kurangnya dukungan kebijakan yang secara khusus dirancang untuk membantu kelas menengah naik kelas. Kebijakan ekonomi seringkali lebih fokus pada pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan atau pada kelompok masyarakat yang paling rentan.

Data dan Fakta: Analisis kebijakan ekonomi di beberapa negara berkembang menunjukkan bahwa insentif pajak, program pelatihan keterampilan, dan akses ke modal usaha seringkali lebih menguntungkan bagi kelompok masyarakat dengan pendapatan tinggi atau usaha besar. Kelas menengah seringkali berada di antara keduanya, tidak memenuhi syarat untuk program bantuan sosial, namun juga tidak memiliki sumber daya yang cukup untuk memanfaatkan insentif ekonomi yang ada.

Kebijakan yang berpihak pada kelas menengah, seperti subsidi pendidikan dan kesehatan yang lebih terjangkau, program kepemilikan rumah dengan bunga rendah, atau insentif untuk investasi jangka panjang, bisa memberikan dorongan yang signifikan bagi mereka untuk meningkatkan status ekonomi.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *